بسم
الله الرحمن الرحيم
Risalah Jihad (4)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang
jihad, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Adab ketika berjihad
1. Tidak menyebarkan
rahasia pasukan dan strategi-strategi perang yang telah dibuat.
Hal itu, karena
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika hendak berangkat perang, maka
Beliau menampakkan dengan selainnya (menyembunyikan maksudnya).
2. Menggunakan simbol,
syiar, dan isyarat tertentu antar pasukan agar satu sama saling mengenal saat
pasukan bercampur dengan pasukan musuh atau posisinya dekat dengan mereka.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِنْ بَيَّتَكُمُ العَدُوُّ، فَقُولُوا: حم لَا
يُنْصَرُونَ
“Jika
musuh menyerangmu di malam hari, maka ucapkanlah “Haamiiiiim Laa Yunsharuuun”.”
(Hr. Tirmidzi, dan
dishahihkan oleh Al Albani)
Demikian pula syiar
pasukan kecil (sariyyah) yang berperang bersama Abu Bakar radhiyallahu anhu
adalah “Amit-Amit” (matikan-matikan).
3. Diam ketika perang
berlangsung.
Hal itu karena ribut dan
teriak-teriak dapat menyebabkan kelemahan, melemahkan kekuatan, dan mengacaukan
fikiran. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, bahwa para sahabat
radhiyallahu anhum tidak menyukai suara (keras) ketika perang.
4. Memilih tempat yang
tepat untuk berperang dan menyusun pasukan perang, serta memilih waktu yang
cocok untuk menyerang musuh.
Hal itu, karena di
antara petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam perang adalah memilih
tempat dan waktu yang cocok untuk menyerang musuh.
5. Mengajak orang-orang
kafir terlebih dahulu kepada Islam, atau membayar jizyah sebelum dinyatakan
perang atau sebelum menyerang musuh[i].
Hal itu, karena Nabi
shallallahu alaihi wa sallam ketika mengangkat komandan perang mewasiatkan
kepadanya untuk bertakwa kepada Allah secara khusus kepadanya dan berbuat baik
kepada kaum muslimin yang ikut berperang dengannya, selanjutnya Beliau
bersabda,
«اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ،
اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا، وَلَا تَغْدِرُوا، وَلَا تَمْثُلُوا، وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا،
وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ
- أَوْ خِلَالٍ - فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَكُفَّ عَنْهُمْ،
ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَإِنْ أَجَابُوكَ، فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَكُفَّ
عَنْهُمْ، ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ،
وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ، وَعَلَيْهِمْ
مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ، فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا، فَأَخْبِرْهُمْ
أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ، يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللهِ
الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ
شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ، فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ
الْجِزْيَةَ، فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ، وَكُفَّ عَنْهُمْ، فَإِنْ
هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَقَاتِلْهُمْ،
“Berperanglah
dengan menyebut nama Allah di jalan Allah. Perangilah orang yang kafir kepada
Allah. Berperanglah dan jangan khianat dalam ghanimah, jangan melanggar
perjanjian, dan jangan mencincang musuh. Jangan pula membunuh anak-anak. Jika
engkau berjumpa musuhmu dari kalangan kaum musyrik, maka ajaklah mereka kepada
tiga perkara; yang mana saja dari perkara itu mereka penuhi, maka terimalah
dari mereka dan tahanlah diri dari mereka. Ajaklah mereka masuk Islam, jika
mereka menerimanya, maka terimalah hal itu dan tahanlah dirimu dari mereka,
kemudian ajaklah mereka berpindah dari negeri mereka ke negeri kaum muhajirin
dan beritahukanlah hak dan kewajiban mereka sebagaimana kaum muhajirin jika
mereka melakukan hal itu. Jika mereka menolak pindah, maka beritahukanlah bahwa
mereka seperti kaum muslimin Arab badui, dan berlaku bagi mereka hukum Allah
yang berlaku pada kaum mukmin, namun mereka tidak berhak mendapatkan ghanimah
dan fai kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Jika mereka
menolaknya, maka mintalah jizyah (pajak) dari mereka. Jika mereka memenuhinya,
maka terimalah hal itu dari mereka dan tahanlah dirimu. Jika mereka menolaknya,
maka mintalah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka.” (Hr. Muslim)
6. Tidak mencuri
ghanimah, tidak membunuh wanita, anak-anak, orang yang tua renta, dan para
rahib yang tidak ikut berperang. Jika mereka ikut berperang, maka mereka
diperangi.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ، وَفِي سَبِيلِ اللهِ، وَقَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ
بِاللَّهِ، اغْزُوا وَلاَ تَغْدِرُوا، وَلاَ تَغُلُّوا، وَلاَ تُمَثِّلُوا، وَلاَ تَقْتُلُوا
وَلِيدًا» .
“Berperanglah dengan
nama Allah, di jalan Allah, dan perangilah orang yang kafir kepada Allah.
Berperanglah dan jangan melanggar perjanjian, jangan khianat dalam ghanimah,
jangan mencincang, dan jangan membunuh anak-anak.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan
oleh Al Albani)
Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu
anhuma, bahwa ada seorang wanita yang ditemukan terbunuh dalam salah satu
perang yang dihadiri Nabi shallalahu alaihi wa sallam, maka Beliau mengingkari
pembunuhan terhadap wanita dan anak-anak.
7. Tidak melanggar
perjanjian, seperti membunuh seorang yang dijamin keamanannya dan dilindungi
oleh seorang muslim.
Hal ini berdasarkan
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Laa taghduru” (artinya: Jangan
melanggar perjanjian) yang telah disebutkan haditsnya secara lengkap di atas.
Demikian pula berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
إِنَّ الغَادِرَ يُرْفَعُ لَهُ لِوَاءٌ يَوْمَ القِيَامَةِ،
يُقَالُ: هَذِهِ غَدْرَةُ فُلاَنِ بْنِ فُلاَنٍ
“Sesungguhnya
orang yang melanggar perjanjian akan ditegakkan untuknya bendera pada hari
Kiamat, lalu dikatakan, “Inilah pengkhianatan si fulan bin fulan.” (Hr. Bukhari
dan Muslim dari Ibnu Umar)
8. Tidak membunuh musuh
dengan cara membakarnya.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«إِنْ وَجَدْتُمْ فُلَانًا فَاقْتُلُوهُ وَلَا تُحْرِقُوهُ، فَإِنَّهُ
لَا يُعَذِّبُ بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ»
“Jika
kalian temukan si fulan, maka bunuhlah, dan jangan membakarnya, karena tidak
ada yang berhak menyiksa dengan api kecuali Tuhan pemilik api.” (Hr. Abu Dawud,
dishahihkan oleh Al Albani)
9. Tidak mencincang
mayat musuh.
Imran bin Hushain
berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendorong kami bersedekah dan
melarang kami melakukan pencincangan.” (Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al
Albani)
10. Berdoa kepada Allah
Ta’ala memohon kemenangan dari-Nya.
Hal itu karena Nabi
shallallahu alaihi wa sallam setelah mempersiapkan diri untuk perang berdoa,
«اللهُمَّ، مُنْزِلَ الْكِتَابِ، وَمُجْرِيَ السَّحَابِ، وَهَازِمَ
الْأَحْزَابِ، اهْزِمْهُمْ، وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ»
“Ya
Allah yang menurunkan kitab, menjalankan awan, dan mengalahkan pasukan
bersekutu. Kalahkanlah mereka dan menangkanlah kami terhadap mereka.” (Hr.
Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam juga pernah bersabda,
«ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ، أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ
النِّدَاءِ، وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا»
“Dua
hal yang tidak ditolak atau jarang sekali ditolak, yaitu doa di saat azan, dan
ketika perang, yakni saat perang berkecamuk.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh
Al Albani)
Hukum-Hukum Seputar
Jihad
1. Jika kedua orang
tuanya muslim, merdeka atau salah satunya, maka seseorang tidak melakukan jihad
yang sunah kecuali dengan izin keduanya. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah
bin Amr, bahwa ada seorang yang datang
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam meminta izin berjihad, maka
Beliau bertanya, “Apakah kamu masih punya kedua orang tua?” Orang itu menjawab,
“Ya.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فَفِيْهِمَا فَجَاهِدْ
“Kepada
keduanya hendaknya kamu berjihad (bersungguh-sungguh) berbakti.” (Hr. Tirmidzi,
dishahihkan oleh Tirmidzi dan Al Albani)
Yang demikian adalah
karena berbakti kepada keduanya adalah fardhu ain, sedangkan jihad fardhu
kifayah, sedangkan fardhu ain lebih didahulukan daripada fardhu kifayah.
2. Imam juga hendaknya
menentukan para komandan pasukan, memberikan tambahan ghanimah (harta rampasan
perang) kepada orang yang jika diberi tambahan terdapat maslahat bagi jihad,
dan memberikan sisa ghanimah yang lain kepada seluruh pasukan.
3. Tidak boleh membunuh
anak-anak, wanita, rahib, orang tua, orang yang sakit menahun, dan orang buta.
Mereka ini tidak diperangi dan tidak didorong untuk berperang. Mereka dijadikan
budak karena ditawan, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjadikan
budak wanita dan anak-anak ketika mereka tertawan.
4. Dibolehkan bagi imam
membaiat pasukannya untuk tidak melarikan diri atau tetap bertahan sampai mati.
Hal ini berdasarkan hadits Salamah bin Al Akwa radhiyallahu anhu ia berkata,
“Aku pernah membaiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu aku pergi
mendatangi sebuah naungan pohon. Saat keadaan sudah semakin longgar (sepi),
maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ibnu Akwa’,
tidakkah engkau berbaiat?” Aku menjawab, “Aku sudah membaiatmu wahai
Rasulullah,” maka aku baiat Beliau yang kedua kalinya. Rawi hadits ini bertanya
kepada Salamah bin Al Akwa, “Wahai Abu Muslim, atas hal apa kamu
membaiat?”Beliau menjawab, “Untuk siap mati.” (Hr. Bukhari dan Ahmad. Muslim
dan Tirmidzi meriwayatkannya secara ringkas).
Dan baiat ini tidak
mesti pelakunya harus wafat, bahkan maksudnya adalah tetap bertahan dan tidak
melarikan diri meskipun harus mati.
5. Pada dasarnya tidak
boleh meminta bantuan orang musyrik untuk menghadapi orang musyrik. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada seorang yang
mengikuti Beliau pada saat perang Badar, “Pulanglah, karena aku tidak akan
meminta bantuan kepada orang musyrik.” Di samping berkemungkinan ia
mengkhianati. Akan tetapi sebagian Ahli Fiqih membolehkan meminta bantuan
kepada orang musyrik jika darurat atau ada kebutuhan namun dengan syarat bahwa
kepemimpinan dipegang oleh kaum muslimin. Hal itu, karena Nabi shallallahu
alaihi wa sallam pernah meminta bantuan kepada Shafwan bin Umayyah pada saat
perang Hunain (Hr. Muslim) Bahkan suku Khuza’ah juga ikut bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam pada saat penaklukkan Mekkah.
Kapankah perang
berakhir?
Perang berakhir dengan
salah satu sebab berikut ini:
1. Orang-orang kafir
masuk Islam,
2. Pemberian keamanan
3. Hudnah (genjatan
senjata)
4. Akad dzimmah
Poin 2-4 akan
diterangkan lebih rinci setelah ini insya Allah.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh
Sayyid Sabiq), Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan), Mudzakkiratul
Fiqh (Syaikh M. Bin Shalih Al Utsaimin), Minhajul Muslim (Abu Bakar
Al Jazairiy), Tamamul Minnah fi Fiqhil Kitab wa Shahihis Sunnah (Adil bin
Yusuf Al Azzazi), Mujmal Masa’ilil Iman Al Ilmiyyah (Lima murid Syaikh Al
Albani), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
[i] Sebagian ulama
berpendapat akan wajibnya menyampaikan dakwah kepada musuh sebelum diperangi,
baik dakwah telah sampai kepada mereka maupun belum. Ini adalah pendapat Imam
Malik. Ulama yang lain berpendapat, bahwa tidak wajib secara mutlak dakwah
terlebih dahulu. Ini merupakan salah satu pendapat di kalangan ulama madzhab
Hanbali. Akan tetapi jumhur ulama berpendapat, bahwa jika dakwah telah
disampaikan sebelumnya kepada mereka, maka tidak wajib diulangi, sehingga
hukumnya hanya sunah, tetapi ketika dakwah belum disampaikan, maka wajib
disampaikan terlebih dahulu. Inilah pendapat yang rajih (kuat) insya Allah karena
menggabung antara beberapa dalil.
0 komentar:
Posting Komentar