بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (24)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Bahjatun
Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, Syarh Riyadhush Shalihin karya
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada
kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya
dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ سَبْعًا هَلْ تُنْظَرُونَ
إِلَّا إِلَى فَقْرٍ مُنْسٍ، أَوْ غِنًى مُطْغٍ، أَوْ مَرَضٍ مُفْسِدٍ، أَوْ
هَرَمٍ مُفَنِّدٍ، أَوْ مَوْتٍ مُجْهِزٍ، أَوِ الدَّجَّالِ فَشَرُّ غَائِبٍ
يُنْتَظَرُ، أَوِ السَّاعَةِ فَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ»
(93) Dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah
untuk melakukan amalan sebelum datangnya tujuh macam perkara. Tidak ada yang
kalian tunggu selain kefakiran yang melalaikan, kekayaan yang melampaui batas,
sakit yang merusak, masa tua yang membuat ucapan tidak karuan, kematian yang
mengakhirinya, atau Dajjal. Ia adalah makhluk yang ditunggu kehadirannya, atau
Kiamat. Tetapi kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.” (HR. Tirmidzi, ia
berkata, “Hadits hasan gharib.”)
Takhrij:
Hadits di atas
adalah dhaif jiddan (sangat lemah), karena dalam sanadnya ada Muharrar
bin Harun, seorang yang matruk (ditinggalkan haditsnya).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ: «لَأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ رَجُلًا
يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ، يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ» قَالَ عُمَرُ بْنُ
الْخَطَّابِ: مَا أَحْبَبْتُ الْإِمَارَةَ إِلَّا يَوْمَئِذٍ، قَالَ فَتَسَاوَرْتُ
لَهَا رَجَاءَ أَنْ أُدْعَى لَهَا، قَالَ فَدَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، فَأَعْطَاهُ إِيَّاهَا، وَقَالَ:
«امْشِ، وَلَا تَلْتَفِتْ، حَتَّى يَفْتَحَ اللهُ عَلَيْكَ» قَالَ فَسَارَ عَلِيٌّ
شَيْئًا ثُمَّ وَقَفَ وَلَمْ يَلْتَفِتْ، فَصَرَخَ: يَا رَسُولَ اللهِ عَلَى
مَاذَا أُقَاتِلُ النَّاسَ؟ قَالَ: «قَاتِلْهُمْ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ
فَقَدْ مَنَعُوا مِنْكَ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ، إِلَّا بِحَقِّهَا
وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ»
(94) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda pada perang Khaibar, “Aku akan berikan bendera ini kepada seorang yang
cinta kepada Allah dan Rasul-Nya shallahu ‘alaihi wa sallam; Allah akan
memberikan kemenangan melalui kedua tangannya.” Umar bin Khaththab radhiyallahu
‘anhu berkata, “Aku tidak menginginkan kepemimpinan kecuali pada hari itu, maka
aku tampakkan diriku dengan harapan aku yang dipanggil.” Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan memberikan
bendera itu kepadanya, Beliau bersabda, “Berjalanlah dan jangan menoleh, sampai
Allah memberikan kemenangan kepada dirimu.” Maka Ali berjalan sebentar, lalu
diam namun tanpa menoleh dan berkata dengan suara tinggi, “Wahai Rasulullah,
atas dasar apa saya memerangi manusia?” Beliau bersabda, “Perangilah mereka
sampai mereka mau bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mau melakukannya,
maka berarti mereka melindungi darah dan harta mereka darimu kecuali dengan
haknya, dan hisab mereka diserahkan kepada Allah.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Pemegang
panji perang hendaknya orang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam.
2. Para sahabat
tidak suka kepemimpinan karena besar tanggung jawabnya.
3. Pengarahan
imam kaum muslimin kepada komandan pasukan dalam bersikap di medan perang.
4. Para sahabat
berpegang teguh dengan pesan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bersegera
melaksanakannya.
5. Jika
seseorang belum jelas terhadap tugasnya hendaknya ia bertanya.
6. Cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mengikuti perintahnya.
7. Bukti
kenabian dan kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena
memberitahukan hal yang gaib, yaitu penaklukan Khaibar.
8. Tidak boleh
membunuh orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, kecuali jika muncul
daripadanya perbuatan yang mengharuskan dibunuh seperti membunuh orang lain
dengan sengaja atau mengingkari bagian dari agama ini yang menjadikannya
murtad.
9. Hukum Islam
berlaku dalam urusan lahiriah, adapun urusan batin, maka diserahkan kepada
Allah Azza wa Jalla.
10. Zakat wajib
diambil jika pemilik harta tidak mau mengeluarkannya.
BAB
: MUJAHADAH (BERSUNGGUH-SUNGGUH)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِينَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ
اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut: 69)
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al Hijr: 99)
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا
“Sebutlah
nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (QS. Al Muzzammil: 8)
Yakni
fokuskanlah beribadah kepada-Nya.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“Barang
siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya.” (QS. Az Zalzalah: 7)
وَمَا تُقَدِّمُوا لأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللهِ
هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا
“Dan
kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling
besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al Muzzammil: 20)
وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.”
(QS. Al Baqarah: 273)
Ayat-ayat
terkait hal ini banyak dan sudah sama-sama diketahui.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ
آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ
مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ
بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي
يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ
بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ،
وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا
فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ المُؤْمِنِ، يَكْرَهُ المَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ
مَسَاءَتَهُ "
(95) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yang
memusuhi wali-Ku, maka Aku mengumumkan perang terhadapnya. Tidaklah seorang
hamba yang mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai lebih
daripada ketika ia melakukan perbuatan yang Aku wajibkan kepadanya. Tidaklah
seorang hamba senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan mengerjakan
berbagai amalan sunah hingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka
Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan
untuk memukul, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, akan Aku berikan.
Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, akan Aku lindungi, dan tidak ada yang
membuat-Ku segan seperti halnya terhadap nyawa seorang mukmin, ia tidak suka
terhadap kematian, sedangkan Aku tidak suka menyakitinya.” (HR. Bukhari)
Takhrij:
Sebagian Ahli
Hadits mengkritik isnad hadits ini, namun Al Hafizh telah membantah kritikan
tersebut dalam Fathul Bari, demikian pula Syaikh Al Albani dalam Ash
Shahihah no. 1640 dengan bantahan yang sangat bagus.
Fawaid:
1. Bahaya
memusuhi para wali Allah Ta’ala. Wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan
bertakwa, mereka mengenal Allah Ta’ala, senantiasa menaati-Nya, dan ikhlas
dalam beribadah kepada-Nya.
2. Yang wajib
didahulukan daripada yang sunah.
3. Di antara
sebab meraih kecintaan Allah Ta’ala adalah mengerjakan amalan sunah setelah
amalan wajib.
4. Mendekatkan
diri kepada Allah dengan amalan wajib kemudian amalan sunah menjadi sebab
dikabulkannya doa seorang hamba, dipelihara dan dijaga-Nya.
5. Dalam hadits
di atas tidak ada dalil untuk menguatkan akidah hulul (menitis khaliq
dengan makhluk) yang diyakini oleh sebagian kaum Shufi.
6. Seorang yang dicintai
Allah, maka anggota badan dan sikapnya mendapatkan bimbingan dari Allah Azza wa
Jalla, dia tidak menggunakannya untuk yang haram, tetapi menggunakannya untuk
ketaatan kepada-Nya.
7. Keutamaan
para wali Allah.
8. Seorang yang
hendak mendapatkan kecintaan dari Allah, maka Allah memudahkannya untuk
mengerjakan kewajiban, kemudian memperbanyak amalan sunah.
9. Imam Nawawi
menyebutkan hadits ini dalam Bab mujahadah (bersungguh-sungguh), karena untuk
dapat melakukan semua itu dibutuhkan kesungguhan sambil memohon pertolongan
kepada Allah Azza wa Jalla.
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin
Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin), Bahjatun
Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah
versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar