بسم الله الرحمن الرحيم
Ringkasan Akidah Ahlussunnah wal Jamaah (5)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan ringkasan Akidah Ahlussunnah wal Jamaah,
semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
Tentang agama Allah
24. Agama
Allah hanya satu, yaitu Islam. Agama para Nabi semuanya adalah sama yaitu Islam
sedangkan syari’at mereka berbeda-beda, karena Islam jika
dimaknakan secara umum adalah beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan menjauhi
sesembahan selain Allah sesuai syari’at rasul yang diutus. Oleh karena itu,
agama para nabi adalah Islam. Dan orang-orang yang mengikuti rasul di zaman
rasul tersebut diutus adalah orang-orang Islam (kaum muslimin). Orang-orang
Yahudi adalah muslim di zaman Nabi Musa ‘alaihis salaam diutus dan orang-orang
Nasrani adalah muslim di zaman Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam diutus. Adapun setelah
diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang muslim adalah
orang yang mengikuti (memeluk) agama Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedangkan yang tidak mau memeluk agama yang Beliau bawa adalah orang-orang
kafir.
Tentang bid’ah dan kewajiban kembali
kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
25. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak membenarkan bid’ah dalam
agama, dan bahwa setiap bid’ah dalam agama adalah sesat. Oleh karena itu, tidak
ada bid’ah hasanah dalam agama[i].
Hal itu karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan amalan yang tidak kami
perintahkan, maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim)
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا
مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengadakan dalam
urusan agama kami yang bukan termasuk darinya, maka sesuatu yang diadakan itu
tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثَ كِتَابُ
اللَّهِ ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْيُ مُحَمِّدٍ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم ،
وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ
“Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sejelek-jelek
urusan adalah yang diada-adakan (dalam agama) dan setiap bid’ah (yang diada-adakan)
adalah sesat.” (HR. Muslim)[ii]
Ahlus Sunnah wal Jamaah mengembalikan masalah yang mereka
perselisihkan kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul-Nya (As Sunnah) (Lihat QS.
An Nisaa’: 59), kemudian mereka menerima dengan sepenuh hati.
Ahlus Sunnah wal Jamaah takut terjatuh ke dalam kemunafikan
26. Ahlus Sunnah wal Jamaah meminta kepada Allah agar
dilindungi dari syakk (keraguan), syirik, perselisihan, nifak (kemunafikan)[iii]
dan akhlak yang buruk, serta meminta kepada Allah agar diteguhkan di atas agama
ini hingga wafatnya.
Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah umat yang wasath
(pertengahan)
27. Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah golongan yang wasat
(pertengahan) dalam masalah sifat Allah antara kaum Jahmiyyah (yang meniadakan
sifat bagi Allah) dan kaum musyabbihah (yang menyerupakan sifat Allah dengan
sifat makhluk-Nya).
28. Ahlus Sunnah wal Jamaah juga wasath dalam masalah ancaman
Allah antara kaum murji’ah[iv]
dan khawarij[v].
Ahlus Sunnah
wal Jamaah berpendapat
bahwa iman mencakup hati, lisan, dan anggota badan, iman bisa
berkurang jika seorang mukmin berbuat maksiat, dan bisa bertambah ketika seorang mukmin melakukan ketaatan. Ahlus Sunnah wal Jamaah
juga mengatakan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak pernah berbuat zalim
kepada hamba-Nya; Allah tidak akan mengazab orang-orang yang taat tanpa sebab
dosa. Ahlus Sunnah wal Jamaah juga mengatakan bahwa orang yang
memiliki iman seberat dzarrah tidak akan kekal di neraka meskipun melakukan
dosa-dosa besar.
29. Ahlus Sunnah wal Jamaah juga wasath antara Haruriyyah dan
Mu’tazilah.
Kaum
Haruriyyah menyebut kafir secara mutlak kepada kaum mukmin yang berbuat maksiat dan mengekalkan
mereka di neraka, sedangkan kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa orang-orang
tersebut tetap muslim tidak kafir, namun mereka kekal di neraka. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak demikian.
30. Ahlus Sunnah wal Jamaah juga wasath antara kaum Rafidhah
dan kaum Naashibah.
Kaum Rafidhah bersikap
ghuluw/berlebihan terhadap ahlul bait (keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam[vi]),
sedangkan kaum Naashibah memusuhi Ahlul bait.
Ahlus Sunnah wal Jamaah tidaklah demikian, mereka mencintai
Ahlul bait, namun mereka tidak ghuluw terhadap ahlul bait, mereka tidak
memberikan wala’ murni kepada ahlul bait yang menyimpang dari agama (Sunnah Nabi shallallahu aiahi wa sallam).
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam
Marwan
bin Musa
[i] Sebagian orang yang
berbuat bid’ah berkata untuk membenarkan bid’ahnya, “Tetapi itu kan
baik,” untuk menjawab
perkataan ini cukuplah dengan kata-kata “Lau kaana khairan lasabaquunaa
ilaih” (Kalau sekiranya hal itu baik (dalam agama), tentu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat telah mendahului kita
melakukannya), karena mereka adalah orang-orang yang paling semangat
mengerjakan kebaikan. Cukup bagus buku “Lauw kaana khairan lasabaquunaa ilaih”
yang ditulis oleh Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat tentang masalah ini, maka
bacalah.
[ii] Imam Nawawi membuat
bab khusus di kitab Riyadhush
Shaalihin tentang larangan berbuat bid’ah, Anda bisa lihat di sana. Dan bid’ah itu ada
tingkatan-tingkatannya, ada bid’ah dalam akidah
dan ada juga bid’ah dalam ibadah, yang paling parah adalah bid’ah dalam ‘akidah
seperti bid’ahnya kaum jahmiyyah, bid’ahnya kaum khawarij, bid’ahnya kaum
murji’ah, bid’ahnya kaum syi’ah, bid’ahnya kaum mu’tazilah, dsb.
[iii] Nifak ada dua:
1.
Nifak Akbar (besar), yaitu nifak
dalam keyakinan (nifak I’tiqadiy); dimana pelakunya menampakkan keislaman dan
menyembunyikan kekafiran. Contohnya mendustakan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam, mendustakan sebagian yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, membenci Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, membenci yang dibawa
Beliau, senang agama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di bawah dan tidak suka
agama Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tinggi.
2.
Nifak Ashghar (kecil), yaitu nifak
dalam amalan (nifak ‘amali), di mana pelakunya tetap muslim tetapi mengerjakan
perbuatan orang-orang munafik. Contohnya adalah jika berbicara berdusta, jika
dipercaya berkhianat, jika berjanji mengingkari dan jika bertengkar melampaui
batas, malas dalam mengerjakan ibadah, malas mengerjakan shalat berjama’ah,
menunda-nunda shalat sampai akhir waktu,
dsb. Perbuatan-perbuatan ini bisa mengarah kepada nifak akbar.
Perbedaan antara nifak akbar dengan nifak
ashghar adalah:
-
Nifak Akbar mengeluarkan seseorang
dari Islam, sedangkan nifak ashghar tidak.
-
Nifak Akbar tidak mungkin muncul dari
seorang mukmin, sedangkan nifak ashghar bisa.
-
Nifak Akbar itu berbedanya antara
zhahir dengan batin dalam keyakinan, sedangkan nifak ashghar berbedanya antara
zhahir dengan batin dalam hal amalan.
[iv] Kaum Murji’ah
berpendapat bahwa iman hanya pembenaran di hati saja, mereka tidak memasukkan
amal ke dalam bagian iman. Mereka mengatakan bahwa dosa tidak berpengaruh
apa-apa terhadap iman sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat jika di atas
kekufuran, menurut mereka juga bahwa iman itu tidak bisa bertambah dan tidak bisa berkurang.
[v] Kaum Khawarij
berpendapat bahwa pelaku dosa besar di bawah syirk jika meninggal akan kekal di
neraka.
[vi] Yaitu istri Beliau dan keturunannya, juga setiap muslim dan
muslimah keturunan Bani Hasyim dan Bani Muththalib, seperti keluarga Ali,
keluarga Ja’far, keluarga ‘Aqiil, keluarga Al Harits dan keluarga Abbas dst. ke
bawah termasuk maulanya (budak yang mereka merdekakan).
0 komentar:
Posting Komentar