بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (23)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab kitab Bahjatun
Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, Syarh Riyadhush Shalihin karya
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada
kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya
dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
BAB : BERSEGERA KEPADA KEBAIKAN DAN DORONGAN KEPADA ORANG YANG
MENDATANGI KEBAIKAN AGAR MELAKUKANNYA DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH TANPA
KERAGU-RAGUAN
Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَات
"Maka berlomba-lombalah kalian dalam
kebaikan.” (QS.
Al Baqarah: 148)
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali Imran: 133)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا
كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي
كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ
مِنَ الدُّنْيَا»
(87) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah untuk
beramal sebelum datang berbagai fitnah seperti potongan-potongan malam yang
gelap gulita. Di pagi seseorang menjadi mukmin, namun di sore hari menjadi
orang yang kafir, atau di sore hari seseorang menjadi mukmin, namun di pagi
hari menjadi orang yang kafir. Orang itu menjual agamanya demi harta dunia.”
(HR. Muslim)
Fawaid:
1. Perintah segera beramal saleh sebelum adanya
rintangan.
2. Wajibnya berpegang dengan agama.
3. Akhir zaman penuh fitnah yang memalingkan
seseorang dari agamanya. Selesai dari fitnah yang satu, ada lagi fitnah yang
lain, semoga Allah menjaga kita daripadanya. Fitnah tersebut ada yang
berupa fitnah syubhat yang mudah menimpa seorang yang jahil (tidak paham)
terhadap agamanya, dan ada pula fitnah syahwat, yakni ketika seseorang
mengetahui bahwa sesuatu itu haram, namun hawa nafsunya mendorongya untuk
melakukannya. Orang yang terjaga adalah orang yang dijaga Allah Azza wa Jalla.
4. Ketika ada kesempatan untuk melakukan
kebaikan, hendaknya segera dilakukan.
5. Apabila seorang hamba perhatiannya tertuju
kepada kehidupan dunia, maka imannya menjadi tipis dan keyakinannya menjadi
lemah.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ الْحَارِثِ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
-، قَالَ: صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالْمَدِينَةِ العَصْرَ، فَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ مُسْرِعًا، فَتَخَطَّى رِقَابَ
النَّاسِ إِلَى بَعْضِ حُجَرِ نِسَائِهِ، فَفَزِعَ النَّاسُ مِنْ سُرْعَتِهِ،
فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ، فَرَأَى أَنَّهُمْ عَجِبُوا مِنْ سُرْعَتِهِ، فَقَالَ:
«ذَكَرْتُ شَيْئًا مِنْ تِبْرٍ عِنْدَنَا، فَكَرِهْتُ أَنْ يَحْبِسَنِي،
فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ»
وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ: «كُنْتُ خَلَّفْتُ فِي الْبَيْتِ
تِبْرًا مِنَ الصَّدَقَةِ فَكَرِهْتُ أَنْ أُبَيِّتَهُ»
(88) Dari Uqbah bin Harits
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku pernah shalat Ashar di belakang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di Madinah. Selesai salam, Beliau segera
bangkit dan bergegas melangkahi leher-leher manusia (memotong shaf) ke salah
satu rumah istrinya, lalu orang-orang takut karena sikap Beliau, kemudian
Beliau keluar lagi menemui mereka, dan Beliau mengetahui keheranan mereka
karena sikapnya tadi, lalu Beliau bersabda, “Aku ingat kepada sepotong emas di
tempatku, aku tidak suka emas itu mengganggu fikiranku menghadap Allah. Oleh
karena itu, aku memerintahkan untuk segera dibagikan.” (HR. Bukhari. Dalam
riwayat Bukhari lainnya disebutkan, “Aku tinggalkan di rumah sepotong emas sedekah,
aku tidak ingin barang itu menginap di rumah.”)
Fawaid:
1. Bolehnya seorang imam
langsung berdiri setelah shalat tanpa berdzikir terlebih dahulu apabila ada
keperluan.
2. Bolehnya melangkahi
leher setelah salam dari shalat, terutama ketika ada keperluan. Adapun sebelum
shalat, maka hal itu dilarang, karena mengganggu manusia.
3. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana manusia yang lain terkena sifat lupa.
4. Perintah segera
menunaikan amanah.
5. Mulianya akhlak Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana Beliau menerangkan alasan terhadap
sikapnya itu saat melihat para sahabat merasakan keanehan terhadap sikap
Beliau.
6. Anjuran untuk
menyelesaikan keperluan yang dapat menyibukkan hati seseorang dari menghadap
Allah Azza wa Jalla.
7. Bolehnya mengangkat
wakil dalam membagikan zakat meskipun mampu membagikannya sendiri.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَوْمَ أُحُدٍ أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فَأَيْنَ أَنَا؟ قَالَ: «فِي الجَنَّةِ
فَأَلْقَى تَمَرَاتٍ فِي يَدِهِ، ثُمَّ قَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ»
(89) Dari Jabir bin
Abdullah radhiyallahu anhuma ia berkata, “Ada seorang yang berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada perang Uhud, “Bagaimana menurut engkau jika
aku terbunuh, di manakah nantinya aku (ditempatkan)?” Beliau bersabda, “Di surga,”
maka orang itu membuang kurma-kurma yang ada di tangannya, lalu berperang
hingga terbunuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Tetapnya surga untuk
seorang yang mati syahid.
2. Bersegera kepada
kebaikan dan tidak menundanya.
3. Tingginya rindu para
sahabat untuk masuk ke dalam surga.
4. Zuhud para sahabat
terhadap dunia, dan keinginan mereka syahid di jalan Allah.
5. Anjuran bertanya kepada
Ahli Ilmu tentang hal yang tidak diketahuinya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -
قَالَ: جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟ قَالَ: «أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ
صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الفَقْرَ، وَتَأْمُلُ الغِنَى، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى
إِذَا بَلَغَتِ الحُلْقُومَ، قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا، وَلِفُلاَنٍ كَذَا وَقَدْ
كَانَ لِفُلاَنٍ»
(90) Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Ada
seorang yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,
“Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling besar pahalanya?” Beliau bersabda,
“Yaitu ketika engkau bersedekah dalam keadaan sehat, sedangkan engkau kikir dan
khawatir miskin, serta berharap ingin kaya. Janganlah engkau tunda, sehingga
ketika nyawamu di tenggorokan engkau berkata, “Untuk si fulan yang ini[i], dan untuk si fulan yang
itu,” sedangkan barang-barang itu akan menjadi milik si fulan itu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Sedekah yang dilakukan pada masa sehat lebih utama
daripada sedekah yang dilakukan pada masa sakit, karena rasa kikir biasanya
menguat pada saat seseorang sehat, dimana ia melihat dirinya masih lama hidup
di dunia dan butuh terhadap harta, berbeda ketika seseorang sedang sakit yang
dapat membawa kepada kematiannya, dan ia melihat bahwa hartanya akan menjadi
milik orang lain.
2. Dorongan untuk bersegera kepada kebaikan, dan bersedekah sebelum datang kematian, sehingga ia pun menyesal.
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَخَذَ سَيْفًا يَوْمَ أُحُدٍ فَقَالَ: «مَنْ يَأْخُذُ مِنِّي هَذَا؟» فَبَسَطُوا
أَيْدِيَهُمْ، كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ يَقُولُ: أَنَا، أَنَا، قَالَ: «فَمَنْ
يَأْخُذُهُ بِحَقِّهِ؟» قَالَ فَأَحْجَمَ الْقَوْمُ. فَقَالَ سِمَاكُ بْنُ
خَرَشَةَ أَبُو دُجَانَةَ: أَنَا آخُذُهُ بِحَقِّهِ. قَالَ: فَأَخَذَهُ فَفَلَقَ
بِهِ هَامَ الْمُشْرِكِينَ
(91) Dari Anas
radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengambil pedang dalam perang Uhud dan bersabda, “Siapa yang mau mengambil
pedang ini dariku?” Maka masing-masing sahabat mengangkat tangannya sambil
berkata, “Saya. Saya.” Beliau bersabda, “Siapa yang mau mengambilnya dengan
memenuhi haknya?” Para sahabat pun diam, lalu Simak bin Kharasyah Abu Dajanah
berkata, “Saya akan mengambilnya dengan memenuhi haknya,” maka ia mengambilnya
dan menggunakannya untuk memenggal kepala-kepala kaum musyrik.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keberanian Abu Dajanah radhiyallahu ‘anhu,
pengorbanannya, dan jihadnya fi sabilillah. Namun hal ini, tidaklah berarti
bahwa para sahabat yang lain tidak berani. Mereka tidak mengambilnya adalah
karena khawatir tidak dapat memenuhi haknya, dan sebelumnya mereka mengangkat
tangannya untuk berperang sesuai kemampuan mereka tanpa syarat.
2. Dorongan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat untuk berjihad
melawan musuh.
3. Bolehnya
menawarkan senjata kepada pasukan untuk membawanya dengan memenuhi haknya.
4. Hendaknya
seorang mujahid mengarahkan senjatanya kepada kaum musyrik dan memecah-belahkan
kesatuan mereka.
5. Hendaknya
seseorang bersegera kepada kebaikan dan tidak menundanya sambil meminta kepada
Allah Azza wa Jalla bantuan-Nya, dimana seseorang ketika meminta pertolongan
kepada Allah dan bersangka baik kepada-Nya, maka Allah akan membantunya.
6. Sebagian
orang terkadang merasa berat beribadah, akhirnya ia mundur, padahal sikap yang
harus dilakukannya adalah meminta pertolongan kepada Allah, bertawakkal
kepada-Nya, kemudian berusaha melakukannya.
عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِيٍّ، قَالَ: أَتَيْنَا أَنَسَ بْنَ
مَالِكٍ، فَشَكَوْنَا إِلَيْهِ مَا نَلْقَى مِنَ الحَجَّاجِ، فَقَالَ: «اصْبِرُوا،
فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ،
حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ» سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
(92) Dari Zubair
bin Addiy ia berkata, “Kami pernah mendatangi Anas bin Malik, dan mengeluhkan
kepadanya perlakuan Hajjaj –salah satu gubernur dari Bani Umayyah yang terkenal
zalim- kepada kami, lalu ia berkata, “Bersabarlah! Sessungguhnya tidak ada
zaman yang datang kepada kalian kecuali setelahnya lebih buruk lagi sampai
kalian menghadap Rabb kalian.” Aku mendengar kalimat ini dari Nabi kalian
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Bolehnya
mengadukan keburukan pemimpin kepada Ahli Ilmu.
2. Kebijaksanaan
Ahli Ilmu dan dalamnya pandangan mereka.
3. Anjuran
bersabar di zaman penuh cobaan, dan bersegera untuk beramal saleh.
4. Tersebarnya
kerusakan di akhir zaman.
5. Tidak
melakukan pemberontakan kepada pemerintah ketika mereka tidak melakukan
kekufuran yang jelas yang ada dalilnya.
6. Menolak
mafsadat (bahaya dan kerusakan) yang besar dengan melakukan tindakan yang
mengurangi mafsadatnya.
7. Kezaliman
penguasa sebagai balasan terhadap kezaliman rakyat. Disebutkan, bahwa salah
seorang khalifah Bani Umayyah, kemungkinan khalifah itu adalah Abdul Malik bin
Marwan pernah mengumpulkan para tokoh masyarakat saat ia mendengar orang-orang
banyak membicarakan tentang kepemimpinannya, Abdul Malik berkata, “Wahai
manusia! Apakah kalian ingin kami seperti Abu Bakar dan Umar?” Mereka menjawab,
“Ya.” Maka ia berkata, “Jadilah kalian seperti rakyat yang dipimpin Abu Bakar
dan Umar agar kami bagi kalian seperti Abu Bakar dan Umar.”
Salah seorang
Khawarij pernah datang menemui Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan
berkata, “Mengapa orang-orang memberontak terhadapmu, namun tidak memberontak
terhadap Abu Bakar dan Umar?” Ali menjawab, “Karena rakyat Abu Bakar dan Umar
adalah aku dan orang-orang sepertiku. Sedangkan rakyatku adalah engkau dan
orang-orang yang sepertimu.”
Hal ini
menunjukkan, bahwa apabila rakyat bersikap zalim, maka Allah akan berikan
kepada mereka pemimpin yang zalim.
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar