بسم
الله الرحمن الرحيم
Kumpulan Hadits Arba'in Nawawi dan Kandungannya (2)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kumpulan hadits Arba'in
karya Imam Nawawi rahimahullah, kami sebutkan dalam risalah ini
mengingat di dalamnya terdapat kaedah-kaedah penting dalam Islam. Kami pun
membuatkan tarjamah (tema) terhadapnya yang insya Allah dapat mewakili
kandungan hadits secara umum sekaligus kandungannya secara singkat. semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan pennyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Larangan Berbuat Bid'ah
(mengada-ada) Dalam Agama
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Dari Ummul
Mukminin; Ummu Abdillah Aisyah radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang mengada-ada
dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak.
(HR. Bukhari dan Muslim, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, "Barang
siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang tidak kami perintahkan, maka
dia tertolak.").
Kandungan
hadits:
1. Menolak
semua yang diada-adakan dalam agama, dan bahwa barang siapa yang mengadakan
dalam Islam sesuatu yang bukan darinya, maka ia tertolak meskipun niatnya baik.
2. Barang
siapa yang mengerjakan suatu amal, meskipun asalnya disyariatkan, tetapi
prakteknya tidak sesuai dengan yang Beliau perintahkan, maka tertolak juga
berdasarkan riwayat kedua dalam Shahih Muslim.
3. Bantahan
terhadap orang yang mengatakan bahwa bid’ah; terbagi kepada bid’ah hasanah dan
bid’ah dhalalah, bahkan semua bid’ah dalam agama adalah sesat.
4. Hadits di
atas adalah mizan (penimbang) amalan zhahir (luar), dimana untuk benar tidaknya
amalan zhahir harus melihat Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
sedangkan hadits "Innamal a'maalu bin niyyat" adalah mizan
(penimbang) amalan batin (dalam).
Sikap Terhadap Perkara Syubhat
(Belum Jelas kehalalannya)
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ
اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ
لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ،
كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ
وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ
وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ [رواه
البخاري ومسلم]
Dari Abu
Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya yang
halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat
perkara-perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Barang
siapa yang menjaga dirinya dari syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama
dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjatuh ke dalam perkara syubhat,
maka ia akan terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan sebagaimana penggembala
hewan yang menggembalakan hewannya di sekitar ladang terlarang, maka lambat
laun dia akan memasukinya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan dan
larangan Allah adalah apa saja yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa dalam
jasad terdapat segumpal daging, jika dia baik maka akan baik seluruh jasad dan
jika dia buruk, maka akan buruk seluruh jasad, ketahuilah bahwa dia adalah
hati." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kandungan hadits:
1. Dorongan
untuk mengerjakan yang halal.
2. Perintah
menjauhi yang haram dan syubhat.
3. Syubhat
memiliki hukum khusus yang ada dalil syar’inya dan dapat dicapai (diketahui)
oleh sebagaian manusia meskipun samar bagi kebanyakan manusia.
4. Barang
siapa yang tidak menjaga diri dari syubhat dalam usaha dan kehidupannnya, maka
ia telah menyiapkan dirinya untuk mendapat celaan.
5. Menutup
jalan menuju perkara yang haram.
6. Peringatan
tentang besarnya kedudukan hati dan dorongan untuk memperhatikan dan memperbaikinya, karena dengan baiknya
pemimpin badan (hati), maka badannya akan menjadi baik, sedangkan ketika hati
rusak, maka yang lain ikut menjadi rusak.
7. Rusaknya zahir (lahiriah seseorang)
menunjukkan rusaknya batinnya.
Agama Adalah Nasihat (Sikap Tulus)
عَنْ أَبِي
رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ :
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَعَامَّتِهِمْ . [رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu
Ruqayyah Tamim Ad Daari radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, "Agama adalah nasihat (sikap tulus),” kami bertanya,
"Kepada siapa?" Beliau bersabda, "Kepada Allah, kitab-Nya,
Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslimin serta rakyatnya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Kandungan
hadits:
1. Perintah
bersikap nasihat (tulus).
2. Agama berlaku
kepada perbuatan sebagaimana berlaku pula pada ucapan.
3. Haramnya
ghisy (menipu), karena jika nasihat merupakan agama, maka menipu yang menjadi
kebalikan dari nasihat berarti menyelisihi agama.
4. Contoh sikap nasihat adalah sebagai
berikut:
Sikap tulus kepada Allah di
antaranya adalah dengan beriman kepada-Nya, hanya beribadah kepada-Nya dan
tidak berbuat syirk, mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, cinta
karena-Nya dan benci pun karena-Nya, mencintai orang yang mencintai-Nya dan
membenci orang yang memusuhi-Nya (seperti orang-orang kafir), berjihad terhadap
orang yang kafir kepada-Nya, mengakui nikmat-Nya dan bersyukur kepada-Nya.
Sikap tulus kepada kitab-Nya di
antaranya adalah dengan mengimaninya bahwa ia adalah firman Allah bukan
makhluk, karena firman termasuk sifat-Nya dan sifat-Nya bukanlah makhluk,
diturunkan dari Allah dan tidak sama dengan perkataan manusia, juga
memuliakannya, membaca dengan sebenar-benarnya disamping memperbagus suara
ketika membacanya, khusyu’ ketika membacanya, membenarkan isinya, mengambil
pelajaran darinya, merenungi isinya, mengamalkan ayat-ayat yang muhkam
(jelasnya) dan mengimani yang mutasyabihatnya.
Sikap tulus kepada Rasul-Nya di
antaranya adalah mengimani bahwa ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya, serta mengamalkan
konsekwensi dari iman kepadanya dengan mengerjakan perintahnya, menjauhi
larangannya, membenarkan sabdanya, beribadah kepada Allah sesuai contohnya,
mencintai Beliau di atas kecintaan kepada diri, harta dan anak, mengedapankan
sabda Beliau di atas semua perkataan manusia, berusaha mengambil petunjuknya
dan membela agamanya.
Sikap tulus kepada imam-imam
(pemerintah) kaum muslimin di antaranya adalah dengan membantu mereka di atas
yang hak, menaati pemerintah dalam hal yang bukan maksiat, menghindari yang
dilarangnya, mengingatkan mereka dengan lemah lembut, tidak memberontak
terhadap mereka, menyuruh kaum muslimin bersatu untuk menaatinya, shalat di
belakang mereka, berjihad bersama mereka, menyerahkan zakat kepada mereka dan
mendoakan kebaikan untuk mereka.
Imam Al Khaththaby
rahimahullah berkata, “Termasuk nasihat kepada mereka (pemimpin kaum muslimin)
adalah shalat di belakang mereka, berjihad bersama mereka, menyerahkan zakat
kepada mereka, tidak memberontak kepada mereka ketika muncul kezaliman dan
tindakan yang tidak baik, tidak menipu dengan pujian dusta serta mendoakan
kebaikan untuk mereka.”
Sedangkan sikap tulus
kepada seluruh kaum muslimin di antaranya adalah membimbing mereka ke arah
kebaikan dunia dan akhirat yaitu dengan menyuruh mereka melaksanakan perintah
Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi larangan-Nya, bersikap sayang kepada mereka,
menghindarkan hal yang mengganggu mereka, mencintai kebaikan didapatkan mereka,
mengajari orang yang tidak tahu di antara mereka, beramr ma’ruf dan bernahi
munkar kepada mereka, dan memberikan manfaat kepada mereka. Demikian juga
memberi mereka nasihat ketika mereka meminta nasihat.
Terpeliharanya Darah dan Harta
Seorang Muslim
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ
وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ
بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ [رواه البخاري ومسلم ]
Dari
Ibnu Umar radhiallahuanhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka
bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka
melakukan hal itu, maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan
hak Islam dan hisab mereka diserahkan kepada Allah Azza wa Jalla." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kandungan hadits:
1. Syarat
dihukumi sebagai seorang muslim adalah mengucapkan dua kalimat syahadat.
2. Tidak
dihentikan peperangan dengan orang-orang musyrik kecuali jika diucapkan
keduanya (dua kalimat syahadat). Adapun Ahli Kitab, maka mereka diperangi
sampai memilih di antara dua pilihan terakhir; masuk Islam atau membayar jizyah
(pajak) karena nash-nash menunjukkan demikian.
3. Diperanginya
orang yang meninggalkan shalat dan zakat.
4. (Dengan)
Islam terjaga darah dan harta, demikian pula kehormatan.
5. Hukum-hukum
diberlakukan sesuai zhahirnya, dan Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang mengurus
terhadap hal yang rahasia.
6. Keutamaan
jihad dan memerangi orang-orang kafir. Dan bahwa jihad terbagi dua; jihad
thalab (menuntut masuk Islam) dan jihad difa' (membela diri).
7. Diberlakukan
hukuman kepada orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat
dan menunaikan zakat dengan hak-hak Islam berupa qishas, had, menanggung barang
yang rusak, dsb.
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi
wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Syarhul Arba'in An Nawawiyyah (Imam Nawawi), Syarhul
Arba'in An Nawawiyyah (Sulaiman Al Luhaimid), Al Maktabatusy Syamilah
versi 3.35, dll.
0 komentar:
Posting Komentar