Ajaran Shufi Dalam Tinjauan Syariat (2)


بسم الله الرحمن الرحيم
Ajaran Shufi Dalam Tinjauan Syariat (Bag. 2)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan pembahasan tentang ajaran tashawwuf dalam timbangan syariat, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Beberapa contoh ajaran Shufi
Dalam Akidah
5.     Sebagian kaum shufi ada yang memukul dirinya dengan senjata tajam sambil berkata, "Yaa jaddah," lalu datang setan kepadanya membantunya melakukan tindakan yang ia inginkan.
Hal Ini termasuk istighatsah (permohonan) kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan merupakan syirk. Namun anehnya, sebagian mereka menganggapnya sebagai karamah, padahal pelakunya terkadang seorang yang meninggalkan kewajiban agama,  seperti shalat, dsb.
6.     Sebagian kaum shufi mengaku dapat mengetahui yang ghaib melalui kasyaf (penyingkapan tabir). Padahal Al Qur'an dengan tegas menyatakan,
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah, "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah." (QS. An Naml: 65)
7.     Sebagian kaum shufi berkeyakinan, bahwa Allah menciptakan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari nur-Nya, dan dari nur Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah menciptakan segala sesuatu.
Padahal Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِن طِينٍ
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah." (QS. Shaad: 71)
Dan Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallama adalah manusia, lihat QS. Al Kahfi: 110.
Adapun hadits yang berbunyi, "Wahai Jabir! Yang pertama kali Allah ciptakan adalah nur Nabimu," adalah hadits maudhu (palsu).
8.     Sebagian kaum shufi berkeyakinan, bahwa Allah menciptakan dunia karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Padahal dalam Al Qur'an, Allah Subhaanahu wa Ta'ala menerangkan, bahwa Dia tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Nya (lihat QS. Adz Dzaariyat: 56).
9.     Sebagian kaum shufi memiliki keyakinan, bahwa Allah dapat dilihat di dunia (lihat kitab Ihyaa' Ulumiddin 4/365 pada bab Hikayatul Muhibbin wa Mukaasyaafatihim).
Padahal dalam Al Qur'an, Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
لاَّ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui." (QS. Al An'aam: 103)
Ayat ini menunjukkan, bahwa Allah tidak dapat dilihat di dunia, adapun di akhirat, maka Allah dapat dilihat (lihat QS. Al Qiyamah: 23).
10. Sebagian kaum shufi mengaku, bahwa mereka pernah melihat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan jaga (tidak tidur).
Padahal dalam Al Qur'an disebutkan,
وَمِنْ وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
"Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan." (QS. Al Mu'minun: 100)
Ayat ini menunjukkan, bahwa orang yang telah meninggal dunia tidak akan bertemu lagi dengan orang-orang yang masih hidup di dunia dalam keadaan jaga.
11. Sebagian kaum shufi memiliki keyakinan, bahwa para wali lebih tinggi tingkatannya daripada para nabi. Al Busthami berkata, "Kami telah menyelami lautan, sedangkan para nabi berhenti di tepinya."
Hal ini jelas bertentangan dengan Akidah Ahlussunnah wal Jamaah. Imam Ath Thahawi berkata,
وَلَا نُفَضِّلُ أَحَدًا مِنَ الْأَوْلِيَاءِ عَلَى أَحَدٍ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ السَّلَامُ وَنَقُولُ: نَبِيٌّ وَاحِدٌ أَفْضَلُ مِنْ جَمِيْعِ الْأَوْلِيَاءِ
"Kita tidak mengutamakan seorang pun dari para wali di atas seorang pun dari kalangan para nabi 'alaihimus shalatu wassalam, bahkan kita mengatakan, "Seorang nabi lebih utama dari seluruh para wali."
12. Sebagian kaum shufi mengaku mendapatkan ilmu ladunni, yakni mereka terima langsung ilmu dari Allah Subhaanahu wa Ta'ala tanpa perantara. Mereka mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku hatiku dari Tuhanku." Hal ini sebagaimana yang dikatakan Abu Yazid Al Busthami dalam Al Futuhat Al Makkiyyah juz 1 hal. 365.
Oleh karena itu, di antara rujukan mereka dalam beragama adalah kasyf, mimpi, dan bisikan hati.  Padahal rujukan hukum Islam adalah Al Qur'an, As Sunnah, Ijma', dan Qiyas shahih.
13. Sebagian kaum shufi memiliki keyakinan, bahwa mereka dapat melakukan mi'raj (naik) ke langit. Hal ini seperti yang diyakini Abu Yazid Al Busthami, Abdul Karim Al Jiiliy, dll.
Padahal manusia yang Allah isra-mi'rajkan ke langit adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (lihat QS. Al Israa': 1), adapun manusia setelah Beliau, maka  tidak ada yang dimi'rajkan ke langit.
14. Sebagian kaum shufi memiliki keyakinan, bahwa semua agama adalah sama. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Ibnu Arabi,
Dahulu aku mengingkari kawanku karena agamanya tidak di atas agamaku
Lalu hatiku berubah untuk menerima semua keadaan
Padang rumput untuk kijang, biara untuk rahib
Rumah untuk berhala, ka'bah untuk orang yang thawaf
Ada lauh kitab Taurat dan ada mushaf Al Qur'an
Padahal Al Qur'an dengan tegas menyebutkan,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)
15. Sebagian kaum shufi berkeyakinan, bahwa Khidhir yang pernah didatangi Nabi Musa 'alaihis salam masih hidup, padahal Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad); maka Jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?" (QS. Al Anbiyaa': 34)
Dalam ibadah
16. Kaum shufi memiliki beberapa tarekat (jalan/cara beribadah), ada tarekat Tijaniyyah, Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah, Syadziliyyah, Rifa'iyyah, dll. Masing-masing tarekat berbeda-beda tatacara ibadahnya, padahal kita kaum muslim diperintahkan mengikuti tarekat (jalan/cara ibadah) Rasululllah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa yang mengerjakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu ia berkata:
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّاثُمَّ قَالَ: " هَذَا سَبِيلُ اللهِ "، ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: " هَذِهِ سُبُلٌ - قَالَ يَزِيدُ: مُتَفَرِّقَةٌ - عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ "، ثُمَّ قَرَأَ: (وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ، فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ) [الأنعام:153]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membuat sebuah garis, lalu bersabda, "Ini jalan Allah." Selanjutnya Beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, "Ini adalah jalan-jalan." -Yazid (perawi hadits ini) berkata, "Yang bermacam-macam," -dimana pada setiap jalan terdapat setan yang mengajak kepadanya, selanjutnya Beliau membaca ayat, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (QS. Al An'aam: 153)
Jika kita tidak mengikuti jalan atau tata cara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentu akan menimbulkan banyak perbedaan dan perpecahan, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas dengan kata-kata "Haadzihi subul," (artinya: ini jalan-jalan). Oleh karenanya, engkau lihat tatacara ibadah dan dzikr mereka berbeda-beda dan bermacam-macam tergantung tarekatnya, fa innaa lillahi wa innaa ilaihi raajiun.
17. Sebagian kaum shufi menganggap bahwa shalat, puasa, zakat, dan haji hanyalah ibadah yang dilakukan oleh orang-orang awam, adapun mereka telah mencapai tingkatan khaasah (khusus) atau khaashshatul khaashshah, sehingga mereka memiliki ibadah yang khusus bagi mereka.
Oleh karena itu, di antara mereka ada yang berani meninggalkan shalat dan kewajiban agama lainnya karena menganggap bahwa ibadah itu bukan untuk tingkatan mereka.
18. Sebagian kaum shufi mengarahkan tingkatan ihsan kepada para syaikh mereka, sehingga murid-muridnya dituntut menggambarkan syaikh mereka saat mereka berdzikr, bahkan saat mereka shalat. Hal ini sebagaimana disampaikan Syaikh M. bin Jamil Zainu dalam bukunya Ash Shufiyyah hal. 11, bahwa ia punya kerabat yang menaruh foto syaikhnya di depannya saat shalat.
Bahkan penulis pernah melihat mushalla (masjid kecil) yang diurus oleh kaum shufi, dimana di dindingnya dipajang gambar tokoh-tokoh shufi.
Hal ini sama persis yang dilakukan Ahli Kitab yang mendapatkan laknat, dimana mereka suka menggambar tokoh-tokoh atau orang-orang saleh mereka di tempat mereka beribadah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Sesunggunya mereka itu apabila ada orang saleh di tengah-tengah mereka yang wafat, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar (orang saleh) itu. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk di hadapan Allah pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.45, Majmu' Fatawa (Syaikhul Islam Ibnu taimiyah), Ash Shufiyyah fii Mizanil Kitabi was Sunnah (Syaikh M. bin Jamil Zainu), Al 'Aqidatuth Thahawiyyah (Imam Ath Thahawi), Al Fikrush Shufi fii Dhau'il Kitab was Sunnah (Abdurrahman Abdul Khaliq), Al 'Aqidatush Shahihah (Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger