بسم الله الرحمن الرحيم
Cara Menegakkan Islam
Segala puji bagi Allah,
shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya,
kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba’du:
Berikut ini
pembahasan tentang cara menegakkan Islam, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa tujuan utama dalam Islam adalah agar
orang-orang beribadah hanya kepada Allah saja (tauhid), melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman:
وَيَكُونَ
الدِّينُ لِلّهِ
“Dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.”
(QS. Al Baqarah: 193)
Adapun daulah (negara) atau khilafah (kekhalifahan) adalah sarana untuk
menjaga agama agar tetap terpelihara dan terlaksana ajaran-ajarannya dengan
sempurna dan untuk mengatur dunia. Oleh karena itu, menegakkan khilafah atau
daulah Islam hukumnya fardhu kifayah karena sebab ini. Dalam kaedah fiqh
disebutkan,
مَالاَ
يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Suatu kewajiban yang tidak sempurna
kecuali dengannya, maka sarana penyempurna itu menjadi wajib.”
Banyak orang yang keliru dalam
menegakkan Islam, mereka mengira bahwa satu-satunya cara untuk menegakkan Islam
adalah dengan memegang kekuasaan. Karena pemahaman ini, banyak orang-orang yang
berusaha menggulingkan penguasa baik dengan cara membuat partai, memperbanyak
massa maupun dengan cara lainnya. Padahal yang diinginkan oleh Islam adalah
agar pemerintah menjalankan ajaran Islam sebagaimana rakyat pun diperintahkan
menjalankan ajaran Islam, bukan menggulingkan kekuasaan mereka. Bahkan
keinginan untuk mengganti kekuasaan mereka adalah salah satu penghalang mereka
(pemerintah) menerima dakwah.
Kita semua ingin Khilafah
Islamiyyah itu tegak, di mana di sana hukum-hukum Islam dapat ditegakkan secara
keseluruhan. Akan tetapi caranya menurut kami tidak demikian.
Caranya adalah dengan
mendakwahkan pemerintah dengan cara yang baik. Kalau mereka (pemerintah) mau
menjalankan ajaran Islam falillahil hamd dan jangan bertujuan
menggulingkan kekuasaannya. Kalau pun mereka belum mau, maka dakwahkan dengan
cara yang baik (seperti secara rahasia), tidak di hadapan massa atau bahkan
menjelek-jelekkan mereka di depan umum. Hal ini bukan dakwah, tetapi
menjelek-jelekkan mereka.
Lihatlah bagaimana Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menyuruh Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salaam untuk
berkata-kata yang lembut dalam berdakwah kepada Fir’aun. Firman-Nya:
اذْهَبَا
إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى-- فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ
يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah
melampaui batas---Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaahaa: 43-44)
Di samping itu, apakah bisa
pasti, jika kita yang memegang kekuasaan, kita dapat menegakkan hukum-hukum
Islam. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
فَهَلْ
عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا
أَرْحَامَكُمْ
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?" (QS.
Muhammad: 22)
Demikian juga, apakah rakyat
sudah siap menerima hukum Islam, sedangkan mereka belum ditarbiyah (dibina).
Oleh karena itu, Islam melarang
seseorang meminta jabatan, karena beratnya tugas yang harus diembannya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada sahabatnya:
يَا عَبْدَ
الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ : لاَ تَسْأَلِ الْإِمَارَةَ ، فَإنَّكَ إِنْ
أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا
عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta
kepemimpinan. Jika kamu diberikan kepemimpinan tanpa meminta, niscaya kamu akan
dibantu. Namun, jika kamu meminta kepemimpinan, niscaya urusannya akan
diserahkan kepadamu (tidak dibantu).” (Muttafaq 'alaih)
Sehingga, cara yang sesuai dengan Sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menegakkan Daulah Islamiyyah (Negara Islam) -insya Allah- adalah mendalami ajaran Islam dengan benar, mengamalkannya, mendakwahkannya (dengan
memulainya dari diri kita, lingkungan keluarga, masyarakat dst. dengan tasfiyah
dan tarbiyah[i]), dan bersabar dalam
berdakwah meskipun membutuhkan waktu yang lama serta dengan akhlak mulia.
Sebagian saudara-saudara kita juga ada yang mengira, bahwa syariat Islam
itu hanya terbatas pada hudud (hukuman khusus terhadap tindak pidana) saja
seperti potong tangan, rajam[ii], dera, dsb. Yang benar adalah bahwa “Syariat
Islam” tidak terbatas pada itu saja, bahkan berakidah Islam, beribadah sesuai
Sunnah, bermuamalah dengan cara Islam, dan berakhlak Islam adalah termasuk
menjalankan syariat Islam di samping memberlakukan hukum-hukum Islam tadi.
Termasuk hal yang ingin kami jelaskan juga di sini adalah anggapan bahwa
“Kewajiban
menjalankan ajaran Islam hanya berlaku bagi hukama’ (pemerintah) saja »,
Bahkan sebenarnya kewajiban menjalankan hukum Islam
itu berlaku baik bagi pemerintah (lihat QS. An Nisaa’: 58) maupun rakyatnya
(lihat QS. An Nisaa’: 59). Oleh karena itu, rakyat juga tidak boleh memutuskan
masalah yang mereka hadapi dengan tradisi yang berlaku atau hukum tidak
tertulis meninggalkan kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Termasuk ke dalamnya adalah memutuskan berdasarkan suara terbanyak
(tanpa melihat apakah keputusan itu sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah atau
tidak?), mengikuti tradisi-tradisi yang menyalahi kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wa sallam, dsb.
Maksud kami di sini bukanlah berarti bahwa rakyat
berhak melaksanakan hukuman had (seperti had bagi pelaku zina, pencurian,
qadzaf, peminum minuman keras dsb.), karena iqaamatul hudud (penegakan hudud)
adalah tugas imam (pemerintah) kaum muslimin atau orang yang ditunjuk oleh imam
untuk mewakilinya[iii].
Demikianlah sekilas tentang cara menegakkan Islam
yang perlu diketahui dan dipahami, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala senantiasa
melimpahkan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita, Allahumma aamin.
Wallahu
a'lam, wa shallallahu 'alaa Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan
bin Musa
[i] Tasfiyah artinya membersihkan
segala yang bukan dari Islam. Sedangkan tarbiyah adalah membina kaum muslimin
dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Dalil tentang tashfiyah dan tarbiyah adalah
surat Al Jumu’ah: 2,
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta
huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah).
Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
(terjemah Al Jumu’ah: 2)
[ii] Perlu diketahui, bahwa syariat
merajam pezina muhshan bukan hanya syariat dalam Islam, bahkan merupakan
syariat juga bagi Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Ada nash (teks) khusus rajam
dalam Taurat, yaitu sebagaimana disebutkan dalam kitab “Ulangan”, “Ketika
ditemukan ada seorang laki-laki yang tidur (berzina) dengan isteri orang lain,
maka keduanya dibunuh; yaitu laki-laki yang meniduri wanita dan wanitanya, agar
keburukan hilang dari Israel. Jika ada seorang gadis muda dipinang oleh orang
lain, lalu ada seseorang menemuinya di sebuah kota, kemudian menidurinya, maka
usirlah keduanya dari kota dan rajamlah keduanya dengan batu sampai mati.
Wanita gadis (dihukum seperti itu) karena ia tidak berteriak di kota, sedangkan
laki-laki (dihukumi seperti itu), karena ia telah menghinakan isteri kawannya,
sampai keburukan dihilangkan dari kota.”
Inilah nash dalam Taurat, sedangkan Injil tidak berlawanan
dengannya, hal ini pun sama wajib bagi orang-orang Nasrani mengikuti ketetapan
dalam perjanjian lama, yaitu Taurat dan menjadi hujjah terhadap orang-orang
Nasrani ketika tidak ada yang menyalahinya dalam perjanjian baru, yaitu Injil.”
Diambil dari kitab falsafah ‘uqubah (Dinukil dari Kitab
Fiqhus Sunnah).
[iii] Imam Thahawi meriwayatkan dari
Muslim bin Yasar bahwa ia berkata: Salah seorang sahabat berkata, “Zakat,
hudud, fai’, shalat Jum’at itu diserahkan pelaksanaannya kepada pemerintah.”,
Imam Thahawi berkata, “Kami tidak mengetahui adanya khilaf dari sahabat yang
lain."
0 komentar:
Posting Komentar