Membantah Syubhat Orang Murtad

بسم الله الرحمن الرحيم

Membantah Syubhat Orang Murtad

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Telah tersebar video[i] seorang yang telah murtad dari Islam yang berani menghina agama Islam, Rasul, dan Al Qur’an di alamat ini:
maka atas dasar kewajiban mencintai dan membela Nabi Muhammad ‘alaihis shalatu was salam serta memuliakannya sebagaimana yang difirmankan Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)nya, memuliakannya.” (QS. Al Fat-h: 9)
Kami -sambil memohon taufiq kepada Allah Azza wa Jalla- mengatakan:
Pertama, bahwa orang yang berceramah di video tersebut sangat jahil (bodoh) terhadap agama Islam dan Al Qur’an.
Bukti kebodohannya adalah pernyataannya, bahwa ayat yang berbunyi “ihdinash shirathal mustaqim,” (yang artinya: tunjukkanlah kami jalan yang lurus) menunjukkan bahwa yang mengucapkannya, termasuk Nabi yang mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui jalan yang lurus. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak di atas jalan yang lurus, maka bagaimana Beliau dapat memberi petunjuk kepada umatnya.
Jawab: Kalau orang yang bodoh ini belajar bahasa Arab, dimana Al Qur’anul Karim turun dengan menggunakan bahasa tersebut, tentu dia akan mengetahui bahwa permintaan petunjuk di ayat tersebut; bukan hanya meminta ditunjukkan mana jalan yang lurus dan mana jalan yang bengkok, tetapi di ayat tersebut seseorang juga meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar dibantu menempuh jalan yang lurus yang telah Allah tunjukkan dalam Al Qur’an dan Rasul shallallahu alaihi wa sallam tunjukkan dalam As Sunnah. Oleh karena itu, ayat tersebut tidak menggunakan harfu jaarإلى“ (artinya: kepada) di sela-sela antara kata ‘ihdinaa’ dengan ‘ash shirathal mustaqim’, tetapi langsung “ihdinash shirathal mustaqim” yang menunjukkan, bahwa yang diminta seorang hamba tidak hanya diberitahukan mana jalan yang lurus atau benar saja, tetapi ia meminta pula kepada Allah Azza wa Jalla dibantu dan dimudahkan menempuh jalan yang lurus itu. Betapa banyak orang yang telah mengetahui jalan yang lurus dan benar tetapi tidak menempuhnya, maka dari sini di ayat tersebut kita meminta kepada Allah dibantu dan dimudahkan menempuh jalan yang lurus dan benar itu. Hal ini dalam bahasa Arab disebut dengan hidayah taufiq.
Adapun Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, maka Allah telah menyatakan bahwa Beliau berada di atas jalan yang lurus, Dia berfirman,
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
„Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.“ (QS. Asy Syuuraa: 52)
Sedangkan hikmah pengulangan surat Al Fatihah di setiap shalat pada setiap rakaatnya, di antaranya adalah karena kandungannya yang memuat isi Al Qur’an secara garis besar, pengaruhnya yang besar bagi kehidupan seseorang, dan bimbingannya agar tidak tersesat, di samping keadaan manusia yang mudah berbalik jika tidak diarahkan.
Kedua, pernyataan tidak sesuainya ayat Al Qur’an dengan keadaan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dalam Al Qur’an disebutkan „Walaa taqrabuz zina,“ (artinya: jangan dekati zina), namun kenyataannya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sampai memiliki 23 istri.
Jawab: Sikap Nabi shallallahu alaihi wa sallam menikah lebih dari empat istri adalah kekhususan yang Allah berikan untuk Beliau shallallahu alaihi wa sallam saja tidak selainnya (lihat QS. Al Ahzaab: 50) karena tujuan yang banyak, dan Beliau menikahi mereka dengan akad nikah yang sah; bukan berzina. Sepertinya penceramah di video itu tidak bisa membedakan mana nikah dan mana zina. Ini salah satu bukti kebodohan penceramah itu untuk yang kesekian kalinya. Aduhai! Kenapa orang bodoh berani bicara.
Ayat „Walaa taqrabuz zina,“ (artinya: jangan dekati zina) menunjukkan haramnya zina itu sendiri dan segala sarana yang bisa mengarah kepada perzinaan.
Bukti lain kebodohan penceramah yang telah murtad ini adalah pernyataannya bahwa Nabi shallallahu ‚alaihi wa sallam menikah dengan 23 istri.
Padahal jumlah istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam itu ada tiga belas; 9 istri masih hidup ketika Beliau wafat, 2 istri wafat ketika Beliau masih hidup, dan 2 lagi Beliau belum campuri (lihat Ar Rahiqul Makhtum hal. 337).
9 istri yang masih hidup ketika Beliau wafat adalah Saudah binti Zam‘ah, Aisyah binti Abu Bakar, Hafshah binti Umar, Ummu Salamah binti Abi Umayyah, Zainab binti Jahsy, Juwairiyyah binti Harits, Ummu Habibah binti Abi Sufyan, Shafiyyah binti Huyay, dan Maimunah binti Harits radhiyallahu anhun.
2 istri yang wafat ketika Beliau shallallahu alaihi wa sallam masih hidup adalah Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Khuzaimah.
Sedangkan 2 istri yang belum Beliau campuri; yang satu dari Bani Kilab, sedangkan yang satu lagi dari Bani Kindah yang dikenal dengan Al Jauniyyah meskipun ada khilaf di sana, wallahu a’lam. 
Kalau kita perhatikan istri-istri Nabi shallallahu ‚alaihi wa sallam semuanya adalah janda selain Aisyah radhiyallahu ‚anha. Hal ini menunjukkan, bahwa Beliau menikahi mereka tidak atas dasar nafsu tidak seperti yang dituduhkan oleh musuh-musuh Islam.
Ketiga, pernyataannya bahwa dalam Al Qur’an dilarang membunuh, tetapi dalam perluasan wilayah Islam dilakukan pembunuhan jika tidak mau masuk Islam.
Jawab: Sesungguhnya Islam dalam mengajak manusia kepadanya mengedepankan penggunaan akal, mengajak manusia berpikir, dan tidak memaksa mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُم بِوَاحِدَةٍ أَن تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا
"Katakanlah, "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu berfikir….dst." (Terj. QS. Saba': 46)
قُلِ انظُرُواْ مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَن قَوْمٍ لاَّ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah, "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Dan tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan para yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".(Terj. QS. Yunus: 101)
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat." (Al Baqarah: 256)
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tugasnya hanyalah menyampaikan, Allah Ta’ala berfirman –memerintahkan Rasul-Nya-,
وَأَنْ أَتْلُوَ الْقُرْآنَ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَن ضَلَّ فَقُلْ إِنَّمَا أَنَا مِنَ الْمُنذِرِينَ
“Dan agar aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Barang siapa yang mendapat petunjuk, maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barang siapa yang sesat maka katakanlah, "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan." (Terj. QS. An Naml: 92)
Adapun Jihad dalam Islam disyariatkan hanya dalam dua keadaan ini:
1.  Saat membela diri, membela kehormatan, membela harta, dan tanah air ketika diserang atau dijajah. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas…dst." (Terj. QS. Al Baqarah: 190)
2.  Untuk membela dakwah ketika dihalangi. Misalnya orang yang masuk Islam disiksa, dihalanginya orang yang hendak masuk Islam, atau dilarangnya da'i berdakwah dsb. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَ تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ فَإِنِ انتَهَواْ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim." (Terj. Al Baqarah: 193)
Fitnah di sini adalah syirk, demikian pula pengusiran kaum muslimin dari kampung halamannya, perampasan harta mereka dan gangguan kebebasan bagi mereka dalam menjalankan agama, dsb.
Adapun jika non muslim tidak mengganggu keamanan dan ketenteraman, tidak menzalimi dan melakukan penganiayaan, tidak mengacaukan keamanan, dan tidak memaksa orang-orang meninggalkan agamanya dan mengamalkannya, serta tidak mengusir kaum muslimin dari negeri mereka, maka dipersilahkan berbuat baik dan bersikap adil kepada mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil." (Terj. QS. Al Mumtahanah: 8)
Keempat, pernyataannya bahwa ada ayat dalam Al Qur’an yang menyebutkan, bahwa orang yang membunuh orang kafir akan mendapatkan tujuh perempuan di surga. 
Jawab: Tidak ada ayat dalam Al Qur’an yang berbunyi seperti itu. Ini di antara bukti kebodohan dan kedustaannya. Namun anehnya, ia tetap saja tidak malu.
Kelima, anggapan anehnya terhadap malaikat, karena tidak mau masuk rumah yang di sana terdapat anjing.
Jawab: Malaikat berada di alam gaib yang tidak kelihatan oleh kita, maka mengapa kita menolak berita yang disampaikan oleh Nabi shallallau ‚alaihi wa sallam tentang sikap malaikat yang tidak mau masuk rumah yang terdapat anjingnya, padahal berita itu Beliau dapatkan dari Allah Azza wa Jalla Yang Maha Mengetahui yang gaib. Seharusnya kita jangan mengingkari hanya karena kita tidak menyaksikannya, karena betapa banyak peristiwa-peristiwa terjadi sedangkan kita tidak menyaksikannya padahal benar-benar terjadi. Di samping itu, sudah kita ketahui bersama, bahwa sifat anjing terlalu su’uz zan (bersangka buruk) terhadap orang yang lewat di hadapannya, padahal ia hanya sekedar lewat, dan tentu hal ini mengganggu orang lain lewat. Jika sudah demikian, maka pantas jika malaikat yang biasanya membawa rahmat tidak mau  masuk.
Keenam, anggapannya bahwa dalam Islam cara mensucikan diri dari dosa adalah dengan memasukkan kepala ke lubang yang di sana terdapat hajar aswad ketika naik haji.
Jawab: Dalam Islam, cara menyucikan diri dari dosa adalah dengan bertobat dan beritighfar, yakni menyesal terhadap perbuatan yang dilakukan, berhenti daripadanya, dan berniat keras untuk tidak mengulangi lagi dan meminta ampunan kepada Allah Azza wa Jalla. Adapun mencium hajar aswad, maka itu dilakukan karena praktek Nabi shallallahu ‚alaihi wa sallam yang menciumnya ketika haji, bukan karena untuk menyucikan diri dari dosa. Umar bin Khaththab radhiyallahu ‚anhu ketika mencium hajar aswad berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa kamu adalah batu, tidak bisa memberikan bahaya dan tidak pula bisa memberikan manfaat. Kalau seandainya aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menciummu tentu aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya ibadah itu adalah taslim (tunduk mengikuti), baik kita mengetahui hikmahnya maupun tidak, dan pasti ada hikmahnya, namun terkadang akal kita belum mencapainya.
Ketujuh, anggapannya tentang melontar jamrah, bahwa menurut orang muslim yang melontar yang berada di atas itu di surga, sedangkan yang berada di bawah itu neraka, sedangkan tiang yang ada di sana dianggap setan dan batu yang dilempar itu jatuh ke neraka.
Jawab: Ini semua adalah pernyataan dusta penceramah yang bodoh ini. Kita yang telah belajar Islam mengetahui, bahwa syariat melontar jamrah kita lakukan karena mengikuti praktek Nabi shallallahu ‚alaihi wa sallam dan kita tidak temukan dalam Al Qur’an dan As Sunnah yang menyatakan seperti yang disampaikan penceramah, bahwa orang muslim yang melontar yang berada di atas itu di surga, sedangkan yang berada di bawah itu neraka, sedangkan tiang yang ada di sana dianggap setan dan batu yang dilempar itu jatuh ke neraka. Oleh karena itu, apa yang disampaikannya adalah dusta yang dibuat-buat untuk menghina Islam dan kaum muslimin.
Khatimah (penutup)
Orang seperti di atas (murtad), apabila tegak pemerintahan Islam hukumannya adalah dibunuh. Rasulullah shallallahu ‚alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ»
„Barang siapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah dia.“ (HR. Bukhari)
Wa shallallahu ‚alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‚alamin.
Selesai ditulis pada pukul 24:26 di Bekasi pada malam Senin tanggal 5 Rajab 1435 H/5 Mei 2014 oleh Marwan bin Musa




[i] Video ini dapat dilihat di Hand phone, terutama yang sistem operasinya Android. Alamat situs di atas bisa langsung dibuka ketika ditekan (jika Hp Anda terkoneksi dengan internet).

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger