بسم الله الرحمن الرحيم
Husnul Khatimah
(Akhir Hayat Yang Baik)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Saudaraku, jika setelah mati kita
dibiarkan dan diistirahatkan, maka tidak diragukan lagi, kematian akan menjadi
angan-angan banyak orang. Tetapi, jika setelah mati kita akan ditanya dan dimintai pertangung jawaban
serta diberikan balasan oleh Allah Tuhan yang Maha Adil dan Bijaksana, jika amal kita baik maka
akan diberikan pahala yang besar, sedangkan jika buruk maka akan
diberikan hukuman yang setimpal, maka beruntunglah orang mengisi hidupnya di dunia dengan amal saleh dan sungguh sangat
rugilah orang yang mengisi hidupnya dengan kemaksiatan. Orang yang berakal
adalah orang yang melihat dirinya; apakah ia sudah berada di atas kebaikan atau berada di atas
keburukan sebelum ia dihisab langsung oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala, ia
takut kalau dosanya akan menjadikan dirinya binasa. Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata, “Orang mukmin itu
melihat dosa-dosanya seakan-akan ia duduk di bawah sebuah bukit, ia takut kalau
bukit itu akan runtuh menimpanya.”
Saudaraku, betapa banyak
orang yang biasa melakukan dosa, meskipun dosanya kecil akhirnya ia terjatuh ke dalam dosa-dosa besar dan
hidupnya ditutup di atas perbuatan itu –Wal ‘iyaadz billah-, ia tidak pernah
berpikir walaupun sejenak bahwa ia telah bermaksiat kepada Allah Tuhan yang
memiliki keagungan dan kebesaran. Orang bijak mengatakan, “Kamu jangan melihat kecilnya dosa yang
kamu kerjakan, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat.”
Saudaraku, sesungguhnya
Allah Tuhanku dan Tuhanmu telah mengingatkan kepada kita agar kita tetap
bersabar menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sampai ajal datang menjemput. Dia berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan
sembahlah Allah hingga ajal datang kepadamu.” (QS. Al Hijr : 99)
Dia juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS.
Ali Imran: 102)
Oleh karena itu, perintah untuk tetap
bertakwa tetap terus berlanjut sampai kita mati agar Husnul Khaatimah (akhir
hayat yang baik) bisa kita raih, karena kita tidak tahu kapan kita akan mati dan dalam keadaan
bagaimanakah kita akan mati nanti.
Ya Allah, kami meminta kepada-Mu agar Engkau tutup kehidupan kami ini di atas ketakwaan kepada-Mu, dan tidak
Engkau
tutup di atas kemaksiatan dan kedurhakaan kepada-Mu.
Saudaraku, Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa ada sebagian
orang yang awal-awalnya serius beribadah dan menjauhi maksiat, namun lama-kelamaan ia coba-coba mendekati kemaksiatan, yang kemudian ia
terbiasa berbuat maksiat, akhirnya hidupnya pun ditutup dengan Suu’ul khaatimah (akhir hayat yang buruk),
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كِتَابُهُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ
“Sesungguhnya
di antara kamu ada orang yang mengerjakan amalan (Ahli Surga), hingga jarak antara
dirinya
dengan surga hanya sehasta, namun Qadar telah mendahuluinya akhirnya ia mengerjakan amalan ahli
neraka (dan memasukinya).” (HR. Bukhari)
Inilah bukti akan
pentingnya menjaga ketakwaan dan tidak meremehkan suatu dosa.
Bukti lainnya adalah
sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari bahwa ada seorang yang
berperang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan gigihnya,
sampai di antara sahabat ada yang berkata “Tidak ada orang yang paling
berani bertempur pada hari ini seperti halnya si fulan,” namun Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, “Dia termasuk penghuni neraka,” para sahabat pun kaget, ternyata
setelah diteliti oleh sahabat yang lain, ternyata ketika ia terluka parah dalam perang tersebut, ia tidak sabar menahannya
akhirnya ia tusukkan pedangnya ke tubuhnya kemudian ia pun meninggal.
Benarlah Allah dan Rasul-Nya,
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنْ اللَّهِ قِيلاً
“Dan
siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah.” (QS.
An Nisaa’ :
122)
Sifat
Penduduk Surga
Saudaraku, Allah
Subhaanahu wa Ta’alaa telah menyifati hamba-hamba-Nya yang mukmin bahwa mereka memiliki rasa takut yang tinggi
kepada-Nya disamping tetap menjaga amal yang saleh. Dia berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ
رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ -وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ -
وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُونَ
-وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ -أُوْلَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ.
-وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ -أُوْلَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ.
“Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut kepada Tuhan mereka--
Orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Tuhan mereka—Orang-orang yang tidak
menyekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu- Dan orang-orang yang memberikan apa
yang telah mereka berikan, sedangkan hati mereka takut,
sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka- mereka itu
orang-orang yang bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah
orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minuun : 57-61)
Demikianlah keadaan para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Sebagai
contoh adalah Ali bin Abi Thaalib. Ia seorang yang takut terhadap dua hal, yaitu: Panjang angan-angan
dan mengikuti hawa nafsu. Ia pernah berkata, “Adapun panjang angan-angan, maka
ia dapat membuat lupa terhadap akhirat, sedangkan mengikuti hawa nafsu maka akan membuatnya menghalangi jalan yang
benar.”
Ia juga berkata, “Ingatlah, dunia akan
pergi, akhirat akan datang menghadap. Hari ini adalah beramal dan belum dihisab, namun nanti dihisab dan
tidak lagi bisa beramal.”
Para salafus shaalih dahulu sangat
takut sekali jika akhir hayatnya adalah suu’ul khaatimah. Sahl At Tasturiy berkata, “Takutnya para
shiddiqin (orang-orang yang benar-benar imannya) terhadap suu’ul khaatimah
adalah pada setiap lintasan hatinya dan pada setiap gerakan, merekalah orang-orang yang Allah sifati
dengan ”Wa quluubuhum wajilah“ (artinya: Sedang hati mereka takut).
Sungguh sikap seperti
ini (rasa takut) akan membuahkan amal, di samping perlu adanya rasa rajaa’ (berharap) secara berimbang. Meskipun
begitu, dalam
keadaan menjelang meninggal dunia, maka rasa rajaa’ harus lebih didahulukan dan ia harus memiliki persangkaan yang baik (husnuzh zhan) kepada Allah Azza wa Jalla.
Namun sayang, kebanyakan
orang hanya bersandar dengan ampunan dan rahmat Allah tanpa melihat bahwa siksa-Nya juga keras, akhirnya mereka
menggampangkan berbuat dosa sehingga terlumuri olehnya, padahal Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ - وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الأَلِيمُ
“Kabarkanlah
kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang,-- dan bahwa
sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang
sangat pedih.” (QS. Al Hijr : 49-50)
Saudaraku, ada beberapa
sebab yang bisa membuat seseorang terjatuh ke dalam suu’ul khaatimah di
antaranya adalah:
1. Menunda-nunda
tobat
Sebagian kaum salaf
berkata, “Aku ingatkan kamu agar jangan menunda-nunda, karena ia termasuk
tentara besar Iblis, sedangkan perumpamaan orang mukmin yang selalu siaga,
bertobat kepada Allah dari dosa di setiap waktunya karena takut akan
suu’ul khaatimah serta cinta kepada Allah, dengan orang yang meremehkan (dosa) dan selalu menunda-nunda tobat adalah seperti
sebuah rombongan yang bersafar sedang masuk ke sebuah kampung, orang yang siaga
segera membeli barang-barang yang dibutuhkan untuk melanjutkan perjalanannya
dan duduk untuk bersia-siap melanjutkan perjalanan, sedangkan orang yang selalu
menunda-nunda hanya mengatakan “Saya akan bersiap-siap besok saja,” namun ternyata ketua rombongan memutuskan untuk
berangkat pada saat itu, sehingga orang yang menunda-nunda itu berangkat tanpa persiapan.
Inilah perumpamaan manusia di dunia, orang mukmin yang siaga kapan pun maut datang ia tidak
menyesal. Berbeda dengan orang yang bermaksiat yang menunda-nunda tobat, ketika maut datang ia
hanya bisa mengatakan, “Ya Rabbi, kembalikan saya
ke dunia, agar saya bisa mengerjakan amal saleh yang telah saya
tinggalkan”
2. Panjang
angan-angan
Ini adalah sebab
sengsaranya kebanyakan orang. Dengan senjata ini, setan membayangkan kepada manusia bahwa hidupnya di dunia adalah
lama, sehingga orang yang terkena penyakit ini membangun angan-angan yang
tinggi, harapannya tertuju kepadanya sampai mengakibatkannya lupa kepada
akhirat dan tidak sempat lagi beramal saleh. Obat penyakit ini dengan memperbanyak mengingat kematian,
melakukan ziarah kubur, menjenguk orang sakit, dan sering-sering
berkumpul dengan orang saleh.
3. Cinta
kepada maksiat serta terbiasa melakukannya.
Jika seseorang sudah
terbiasa melakukan maksiat, maka setanlah yang menguasai hidupnya, hatinya dan tingkah lakunya akan
dikuasai oleh setan. Orang yang seperti ini di akhir hayatnya biasanya jika diajarkan mengucapkan “Laailaahaillallah”
sangat berat mengucapkannya, bahkan yang diucapkannya berupa kata-kata yang tidak layak dlontarkan.
4. Bunuh
diri
Orang mukmin jika mendapatkan musibah,
maka ia
bersabar menghadapinya dan mengharap pahala terhadap musibahnya itu. Berbeda dengan orang yang
jauh dari mengingat Allah, ia beranggapan bahwa satu-satunya jalan untuk lolos
dari musibah, kesengsaraan hidup, dan berbagai masalah yang dihadapinya adalah dengan “Bunuh diri”. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ بِهِ جُرْحٌ فَجَزِعَ فَأَخَذَ سِكِّينًا فَحَزَّ بِهَا يَدَهُ فَمَا رَقَأَ الدَّمُ حَتَّى مَاتَ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى بَادَرَنِي عَبْدِي بِنَفْسِهِ حَرَّمْتُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Dahulu, di zaman sebelum kamu
ada seorang yang terluka, ia pun tidak sabar, segeralah ia mengambil sebuah pisau lalu menggoreskan ke tangannya (urat nadinya), darah pun mengalir akhirnya ia
mati, maka Allah Ta’ala berfirman, “Hambaku tidak sabar terhadap dirinya, aku haramkan surga baginya.” (HR. Bukhari)
Ini adalah di
antara sebab-sebab suu’ul khaatimah, lalu kebalikannya adalah husnul khaatimah
(akhir hidup yang baik),
tanda-tandanya adalah:
1.
Mengucapkan “Laailaahaillallah”.
2.
Mati dalam keadaan
syahid membela agama Allah.
3.
Mati dalam keadaan
berperang di jalan Allah.
4.
Mati dalam keadaan
berihram hajji.
5.
Mati dalam keadaan beramal
saleh.
6.
Mati dalam keadaan
membela kehormatan,
darah, harta,
dan keluarganya.
7.
Mati terkena penyakit
thaa’un (penyakit pes), penyakit perut, dan penyakit dzaatul janb
(radang di bagian dalam pinggangnya yang mengakibatkan demam dan batuk-batuk).
8.
Matinya seorang wanita karena
melahirkan
9.
Mati karena tenggelam, tertimpa
reruntuhan,
atau terbakar.
10.
Mati pada malam atau siang hari Jum’at.
11.
Mati dalam keadaan tampak keringat di
dahinya.
Dan jalan agar
tercapai Husnul khaatimah adalah menjaga ketakwaan di mana saja kita berada,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Kita
meminta kepada Allah istiqamah di atas ketakwaan dan husnul khatimah,
sesungguhnya hanya Dia yang mampu memenuhi harapan.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi
wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Husnul khaatimah
(Abdullah bin Muhammad Al Muthlaq), dll.
0 komentar:
Posting Komentar