بسم
الله الرحمن الرحيم
Adakah Bid'ah Hasanah?
(Bag. 1)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut
ini pembahasan tentang bid'ah, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ta'rif (definisi) bid'ah
Bid'ah
secara bahasa artinya sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumnya.
Adapun secara syara', bid'ah artinya sesuatu yang diada-adakan dalam agama
tanpa dasar dalil.
Imam
Asy Syathibi berkata, "Dengan demikian, bid'ah adalah istilah untuk
tatacara yang diada-adakan dalam agama yang menyerupai syariat, dimana maksud
dari mengerjakannya adalah agar lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada
Allah Subhaanahu wa Ta'ala."
Larangan berbuat bid'ah
dalam agama
Islam melarang
berbuat bid'ah dalam agama, karena yang demikian dapat merusak ajaran Islam,
menambah sesuatu yang bukan daripadanya, sekaligus dapat memecah belah
pemeluknya. Kita dapat menyaksikan, jika tatacara ibadah diserahkan kepada
setiap orang sesuai seleranya, tentu akan terjadi perselisihan dan perbedaan
yang mencolok. Oleh karena itu, agama Islam melarang berbuat bid'ah dalam agama.
Berikut ini beberapa dalil dari Al Qur'an, As Sunnah, serta atsar (riwayat)
dari kaum salaf tentang larangan berbuat bid'ah.
Dalam
Al Qur'an
Allah Subhaanahu
wa Ta'ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
"Pada hari ini telah Aku
sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu." (Terj. QS. Al Ma'idah: 3)
Imam
Malik rahimahullah berkata, “Barang siapa yang mengada-ada dalam Islam suatu
bid’ah yang ia pandang baik, maka sesungguhnya ia telah menyangka bahwa Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhianati risalah, karena Allah
Ta’ala berfirman, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu.”
(Terj. QS. Al Maa’idah: 3) Oleh karena itu, yang pada hari itu tidak menjadi
agama, maka pada hari ini juga tidak menjadi agama.”
Dalam
As Sunnah
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَمَّا بَعْدُ, فَإِنَّ خَيْرَ اَلْحَدِيثِ
كِتَابُ اَللَّهِ, وَخَيْرَ اَلْهَدْيِ هَدْي ُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ اَلْأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Amma ba’du.
Sesunguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dan
setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim)
مَنْ أَحْدَثَ فِي
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ
"Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami
ini yang bukan termasuk darinya, maka ia tertolak. [i]
(HR. Bukhari dan Muslim, sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, "Barang
siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang tidak kami perintahkan, maka
dia tertolak.")
أُوْصِيْكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ
عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ
يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي
وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kamu untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala, tunduk
dan patuh kepada pemimpin kamu meskipun yang memimpin adalah seorang budak.
Karena barang siapa yang hidup di antara kamu (setelah ini), maka ia akan
menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kamu berpegang teguh dengan
sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk[ii],
gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham, dan jauhilah perkara yang
diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat.“ (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dia
berkata, "Hasan shahih.")
Imam
Ibnu Rajab rahimahullah dalam berkata: "Sabda Beliau, "Setiap
bid’ah adalah sesat,” termasuk jawami'ul kalim (kata-kata singkat yang
padat), dimana tidak ada sesuatu pun yang keluar daripadanya (yang
dikecualikan). Ia adalah dasar yang agung di antara dasar-dasar agama. Sabda
Beliau ini sama seperti sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barang
siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami yang tidak termasuk bagian daripadanya,
maka ia tertolak." Oleh karena itu, barang siapa yang mengadakan
sesuatu dan menyandarkannya kepada agama, padahal tidak ada dasar dari agama
yang dapat dirujuk kepadanya, maka sesuatu itu adalah sesat, dan agama Islam
berlepas daripadanya. Dan sama saja dalam hal ini, baik terkait dengan masalah
akidah, amalan, ucapan yang tampak maupun yang tersembunyi."
Beliau
juga berkata, "Adapun yang ada dalam ucapan generasi salaf yang menganggap
baik sebagian bid'ah, maka maksudnya adalah bid'ah secara bahasa, bukan secara
syara'. Di antaranya adalah ucapan Umar radhiyallahu 'anhu ketika ia
mengumpulkan manusia untuk melakukan Qiyam Ramadhan (shalat tarawih) dengan
satu imam di masjid, lalu ia keluar dan melihat mereka melakukan shalat dengan
cara demikian, kemudian ia berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini."
Hal
ini bukan bid'ah secara syara', karena praktek seperti ini pernah dilakukan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahkan Beliau menganjurkannya, namun
kemudian melakukannya sendiri (tidak berjamaah) karena khawatir shalat ini akan
diwajibkan kepada mereka.
Atsar
dari kaum salaf
Dari
Abdullah bin Ukaim, bahwa Umar radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya
sebaik-baik perkataan adalah firman Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, seburuk-buruk perkara adalah yang
diada-adakan. Ingatlah! Sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid'ah,
setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan di neraka."
Abdullah
bin Mas'ud berkata, "Ikutilah dan jangan mengada-ada. Kalian telah
dicukupi, dan setiap bid'ah adalah sesat."
Abdullah
bin Umar berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
"Setiap
bid'ah adalah sesat meskipun manusia menganggapnya baik."
Ibnu
Abbas berkata, "Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan beristiqamah.
Ikutilah dan jangan mengada-ada."
Hudzaifah
berkata, "Setiap ibadah yang tidak dilakukan para sahabat, maka janganlah
kamu lakukan."
Umar
bin Abdul 'Aziz berkata, "Aku wasiatkan kalian bertakwa kepada Allah,
bersikap lurus dalam perkara, mengikuti Rasulullah, dan meninggalkan apa yang
diada-adakan oleh orang-orang setelahnya."
Dari
keterangan Al Qur'an, As Sunnah, dan atsar kaum salaf menunjukkan bahwa berbuat
bid'ah dalam agama hukumnya haram, dan bahwa tidak ada bid'ah yang hasanah.
Pembagian
bid'ah dari segi contohnya
Bid'ah
dari segi contohnya terbagi menjadi beberapa bagian:
1. Bid’ah I’tiqadiyyah,
yaitu bid’ah yang terkait dengan ‘Aqidah, seperti bid’ahnya menyerupakan sifat
Allah, bid’ahnya meniadakan sifat Allah, dan bid’ahnya mengingkari taqdir.
2. Bid’ah ‘Amaliyyah,
yaitu beribadah kepada Allah namun dengan cara yang tidak Dia syariatkan,
seperti mengadakan ibadah yang tidak disyariatkan, menambah atau mengurangi
ibadah yang disyariatkan, mengerjakan ibadah dengan cara yang diada-adakan,
atau mengkhususkan waktu tertentu untuk beribadah yang tidak ditentukan oleh
syariat.
Contohnya:
a) Dalam shalat,
seperti membaca “ushalliy…dst.” sebelum shalat, berta’awwudz atau
mengucapkan basmalah sebelum shalat, menambahkan “sayyidinaa” ketika
bershalawat dalam shalat, mengucapkan “rabbigh firli” sebelum mengucapkan
aamin, dsb.
b) Dalam dzikr,
seperti membaca surat Al Fatihah sehabis shalat, membaca dzikr “Yaa lathif,
Yaa lathif…dst.”, membaca “Alllah, Allah,” saja dalam berdzikr,
menggoyang-goyang kepala dalam berdzikr.
c) Dalam azan,
seperti memukul beduk, mengucapkan “Innallaha wa malaa’ikatahu yushalluuna
‘alan nabi…dst.”
d) Dalam puasa,
seperti puasa mutih, puasa Rajab, puasa nisfu Sya’ban, dsb.
3. Bid’ah Tark,
yaitu meninggalkan yang mubah atau meninggalkan perbuatan yang diminta untuk
dikerjakan karena menyangka sebagai ibadah. Contoh: tidak makan daging dan
tidak mau menikah karena ingin beribadah.
Pembagian
bid'ah dari segi tingkatannya
Bid’ah
dari sisi tingkatannya ada dua, yaitu:
1. Bid’ah Mukaffirah,
yaitu bid’ah yang dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Contohnya,
bid’ah kaum Syi’ah Rafidhah, bid’ahnya orang-orang yang menyerupakan sifat
Allah dengan sifat makhluk, dsb.
2. Bid’ah
Mufassiqah,
yaitu bid’ah yang menyebabkan pelakunya berdosa namun tidak keluar dari Islam.
Contoh: Bid’ahnya dzikr secara jama’i dan bid’ahnya mengkhususkan malam Nishfu
Sya’ban untuk beribadah.
Sebab
munculnya bid'ah dan awal terjadinya bid'ah
Munculnya bid’ah dalam agama banyak
dipengaruhi oleh kebodohan terhadap agama, mengikuti hawa nafsu, fanatik kepada
pendapat tertentu, menyerupai orang-orang kafir, bersandar kepada hadits-hadits
maudhu’ (palsu) yang tidak ada asalnya, khurafat yang sama sekali tidak
didasari syara’ maupun akal.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Ketahuilah! Bahwa pada umumnya bid'ah yang
terkait dengan ilmu dan ibadah muncul di akhir-akhir masa khulafaurrasyidin
sebagaimana yang diberitakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barang
siapa yang hidup di antara kalian, maka ia akan melihat banyak perselisihan.
Maka peganglah sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus dan mendapat
petunjuk." Bid'ah yang pertama kali muncul adalah bid'ah Qadariyyah,
bid'ah Murji'ah, bid'ah Syi'ah, dan Khawarij. Saat terjadi perpecahan setelah
terbunuhnya Utsman, muncul bid'ah Haruriyyah, selanjutnya di akhir-akhir masa
sahabat muncul bid'ah Qadariyyah, yaitu di akhir masa Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Jabir
dan sahabat semisal mereka radhiyallahu 'anhum. Bid'ah Murji'ah muncul tidak
jauh dari itu. Adapun kaum Jahmiyyah, maka mereka muncul di akhir-akhir masa
tabi'in setelah wafatnya Umar bin Abdul 'Aziz. Telah diriwayatkan, bahwa Beliau
telah memperingatkan mereka. Dan munculnya Jahm (tokoh Jahmiyyah) adalah di
Khurasan pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik. Bid'ah-bid'ah ini
muncul di abad kedua, sedangkan para sahabat masih ada dan mereka telah
mengingkarinya. Selanjutnya muncul bid'ah Mu'tazilah, dan terjadi berbagai
fitnah di tengah-tengah kaum muslim, tampak pula perbedaan pandangan dan
kecenderungan kepada bid'ah dan hawa nafsu. Demikian pula muncul bid'ah
Tashawwuf serta bid'ahnya membuat bangunan di atas kubur setelah abad-abad yang
utama."
Demikianlah,
semakin ke belakang waktunya, maka semakin banyak bid'ah dan beraneka ragam.
Bersambung…
Wallahu
a'lam wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa alihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Amru bil Ittiba'
wan Nahyu 'anil Ibtida' (Imam As Suyuthiy), Al I'tisham (Imam
Syathibiy), Al Luma' fir Radd 'alaa Muhassinil bida' (Abdul Qayyum As
Suhaibani), At Tauhid Al Muyassar (Abdullah Al Huwail), Aqidatut
Tauhid (Dr. Shalih Al Fauzan), Al Hidayah fii Masa'il Fiqhiyyah
Muta'aridhah (A. Zakariya), Minhajul Firqatin Naajiyah (M. bin Jamil
Zainu), dll.
[i] Hadits ini
merupakan penjelasan terhadap sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Setiap bid'ah adalah sesat," yakni bid'ah dalam urusan agama.
[ii] Al Qaari' dalam Al
Mirqaat berkata, "Dikatakan, bahwa mereka itu adalah khalifah yang
empat; Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallahu 'anhum, karena Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Kekhalifahan setelahku
selama tiga puluh tahun," (HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Ya'la dan Ibnu
Hibban, dishahihkan oleh Al Albani), dan hal itu berakhir dengan kehalifahan Ali
karramallahu wajhah."
0 komentar:
Posting Komentar