Fiqih Zakat (5)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها في سبيل الله فبشرهم بعذاب أليم‬‎
Fiqih Zakat (5)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang fiqih zakat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Harta Benda Yang Wajib Dizakati
Islam mewajibkan zakat pada emas, perak, tanaman, buah-buahan, barang perdagangan, hewan ternak, barang tambang, dan rikaz (harta terpendam/harta karun).
Zakat pada emas dan perak
Kewajiban zakat pada emas dan perak berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,--Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (Qs. At Taubah: 34-35)
Zakat wajib pada emas dan perak, baik berupa uang, batangan atau potongan (telah dicetak), atau biji emas (belum dicetak) apabila mencapai nishab dan berlalu haul setelah bersih dari utang dan kebutuhan  pokok.
Nishab emas dan kadar wajib zakatnya
Emas tidak kena zakat sampai mencapai 20 dinar, apabila telah mencapai jumlah tersebut dan berlalu haul padanya, maka zakatnya adalah 1/40 (2,5 %) atau setengah dinar. Lebih dari 20 dinar juga wajib dikeluarkan zakatnya 1/40.
Dari Ali radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ - يَعْنِي - فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ، فَمَا زَادَ، فَبِحِسَابِ ذَلِكَ  وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
“Tidak ada kewajiban bagimu terhadap emas sampai engkau memiliki 20 dinar. Jika engkau memiliki 20 dinar dan berlalu haul (setahun), maka zakatnya separuh dinar, selebihnya dihitung seperti itu, dan tidak ada zakat pada harta sampai berlalu haul.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Baihaqi,  dishahihkan oleh Bukhari, dan dihasankan oleh Al Hafizh)
Dari Zuraiq maula Bani Fazarah, bahwa Umar bin Abdul Aziz pernah menuliskan surat kepadanya saat ia diangkat menjadi pemimpin, “Ambillah zakat dari para pedagang kaum muslim yang lewat di hadapanmu –dalam harta yang mereka kelola (untuk dijual)-. Kamu ambil satu dinar dari setiap 40 dinar. Jika kurang dari empat puluh dinar, maka kamu ambil dengan pehitungan seperti itu sampai dua puluh dinar (setiap 20 dinar zakatnya ½ dinar). Jika kurang sepertiga dari 20 dinar, maka tinggalkanlah dan jangan kamu ambil zakatnya. Untuk orang yang telah kamu ambil zakatnya tuliskanlah surat keterangan bahwa ia telah bebas dari zakat hartanya sampai satu tahun berikutnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah)
Imam Malik dalam Al Muwaththa berkata, “Sunnah yang tidak diperselisihkan lagi bagi kami adalah bahwa zakat wajib pada 20 dinar sebagaimana wajib pula pada 200 dirham.”
20 dinar setara dengan 28 dirham Mesir.
1 dinar = 4,25 gram emas, 20 dinar = 85 gram emas.
Nishab perak dan kadar wajib zakatnya
Adapun perak, maka tidak ada zakatnya sampai mencapai 200 dirham. Ketika telah mencapai 200 dirham, maka zakatnya 1/40 (2,5 %). Selebihnya mengikuti hitungannya; baik bertambah sedikit maupun banyak.
Dari Ali radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«قَدْ عَفَوْتُ عَنِ الْخَيْلِ وَالرَّقِيقِ، فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ، مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمًا، وَلَيْسَ فِي تِسْعِينَ وَمِائَةٍ شَيْءٌ، فَإِذَا بَلَغَتْ مِائَتَيْنِ، فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ»
“Aku memaafkan (membebaskan) zakat pada kuda dan budak, maka berikanlah zakat perak. Dari setiap 40 dirham zakatnya satu dirham, dan tidak ada zakat pada dirham berjumlah 190, tetapi ketika telah mencapai 200 dirham, maka zakatnya 5 dirham.” (Hr. Para pemilik kitab Sunan, dishahihkan oleh Al Albani. Tirmidzi berkata, “Saya bertanya kepada Bukhari tentang hadits ini, ia menjawab, “Shahih.” Tirmidzi juga berkata, “Yang diamalkan di kalangan Ahli Ilmu adalah bahwa jika harta kurang dari 5 uqiyah tidak kena zakat. 1 uqiyah adalah 40 dirham. 5 uqiyah adalah 200 dirham.”)
200 dirham sama dengan 27 riyal  atau 555 qirys (mata uang) Mesir.
1 dirham = 2,975 gram perak, 200 dirham = 595 gram perak.
Menggabungkan emas dan perak
Barang siapa yang memiliki emas yang kurang dari nishab, demikian pula memiliki perak yang kurang dari nishab, maka masing-masingnya tidak digabungkan dengan yang lain agar mencapai nishab, karena keduanya berbeda jenisnya. Sama dalam hal ini antara sapi dan kambing. Oleh karena itu, apabila ia memiliki 199 dirham dan 19 dinar, maka tidak kena zakat.
Catatan:
Akan tetapi menurut Imam Malik dan Abu Hanifah, bahwa mata uang yang berbeda jenis ini (emas dan perak) bisa digabungkan untuk menyempurnakan nishab. Kawan-kawan Imam Malik meriwayatkan dari Bukair bin Asyaj, bahwa sunnah telah berlaku, yakni Nabi shallallahu alaihi wa sallam menggabungkan antara emas dan perak dan mengeluarkan zakatnya.
Menurut Syaikh Abu Bakar Al Jazairiy, bahwa cukup mengeluarkan zakat dari salah satu mata uang itu untuk mata uang yang lain. Oleh karena itu, barang siapa yang berkewajiban mengeluarkan 1 dinar, maka boleh yang dikeluarkan 10 dirham perak, demikian pula sebaliknya (Lihat Minhajul Muslim hal. 243)
Zakat Piutang
Piutang ada dua keadaan:
1. Piutang yang menjadi tanggungan orang yang mau mengakuinya dan mau membayarnya. Dalam hal ini para ulama memiliki beberapa pendapat:
Pendapat pertama, bagi pemilik piutang wajib mengeluarkan zakatnya, hanyasaja ia tidak wajib mengeluarkan zakatnya sampai ia menerima piutang itu, lalu ia bayarkan untuk masa yang telah berlalu. Ini adalah madzhab Ali, Ats Tsauri, Abu Tsaur, ulama madzhab Hanafi dan Hanbali.
Pendapat kedua, ia wajib mengeluarkan zakatnya segera meskipun belum menerima piutangnya, karena ia mampu mengambilnya dan mampu bertindak terhadap hartanya sehingga ia wajib mengeluarkan zakatnya seperti  halnya barang titipan. Ini madzhab Utsman, Ibnu Umar, Jabir, Thawus, An Nakha’i, Al Hasan, Az Zuhri, Qatadah, dan Syafi’i.
Pendapat ketiga, tidak ada zakat pada piutang. Hal itu karena harta tersebut tidak dapat berkembang sehingga tidak ada zakatnya seperti barang-barang untuk dimiliki (pribadi). Ini adalah madzhab Ikrimah, dan diriwayatkan pula demikian dari Aisyah dan Ibnu Umar.
Pendapat keempat, ia wajib mengeluarkan zakatnya ketika telah menerimanya namun cukup untuk satu tahun saja. Ini adalah madzhab Sa’id bin Musayyib dan Atha bin Abi Rabah.    
2. Piutang menjadi tanggungan orang yang kesulitan, orang yang mengingkari, atau orang yang suka menunda-nunda.
Terhadap piutang keadaan kedua ini ada ulama yang berpendapat, bahwa piutang ini tidak kena zakat. Ini adalah pendapat Qatadah, Ishaq, Abu Tsaur, dan ulama madzhab Hanafi, karena keadaan pemiliknya tidak mampu memanfaatkannya.
Ada pula yang berpendapat, bahwa ia keluarkan zakatnya ketika menerima piutang itu terhadap masa yang telah berlalu. Ini adalah pendapat Ats Tsauri dan Abu Ubaid, karena harta itu masih miliknya dan ia boleh bertindak padanya sehingga wajib dizakati terhadap masa yang telah berlalu seperti piutang yang ditanggung orang yang mampu. Ada pula dua pendapat dari Imam Syafi’i terkait hal ini.
Adapun dari Umar bin Abdul Aziz, Al Hasan, Al Laits, Al Auza’i, dan Malik, bahwa pemilik piutang itu harus mengeluarkan zakatnya ketika telah menerimanya untuk setahun saja.
Zakat uang kertas, cek, dan sejenisnya
Cek adalah dokumen utang yang dijamin. Cek wajib dikeluarkan zakatnya apabila mencapai nishab 27 riyal Mesir, karena seseorang dapat mencairkannya menjadi uang dengan cepat.
Zakat perhiasan
Para ulama sepakat bahwa tidak ada zakat pada intan, mutiara, yaqut, permata, marjan, dan batu-batu berharga lainnya kecuali jika batu-batu itu dijadikan barang perniagaan, maka menjadi terkena zakat.
Namun para ulama berbeda pendapat terkait perhiasan wanita yang berupa emas dan perak.
Imam Abu Hanifah dan Ibnu Hazm berpendapat wajibnya zakat pada perhiasan wanita itu ketika telah mencapai nishab berdasarkan riwayat Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya ia berkata, “Ada dua wanita yang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dimana pada kedua tangannya ada gelang emas, maka Rasulullah  shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada keduanya, “Apakah kamu berdua telah mengeluarkan zakatnya?” Keduanya menjawab, “Belum.” Beliau bersabda,
أَتُحِبَّانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ بِسُوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ؟
“Sukakah kamu berdua jika Allah memakaikan kepada kamu berdua dua gelang dari api?”
Keduanya menjawab, “Tidak.”
Beliau bersabda, “Tunaikanlah zakatnya?”
(Hr. Tirmidzi ia berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Mutsanna bin Shabbah dari Amr bin Syu’aib seperti ini, sementara Mutsanna bin Shabbah dan Ibnu Lahi’ah didhaifkan dalam hal hadits, dan tidak ada yang sahih terkait masalah ini dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” Menurut Syaikh Al Albani, bahwa hadits ini hasan namun tidak dengan lafaz ini.”)
Dari Asma binti Yazid ia berkata, “Aku dan bibiku (dari pihak ibu) pernah masuk menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam sedangkan kami memakai gelang emas, lalu Beliau bersabda kepada kami, “Apakah kalian telah mengeluakan zakatnya?” Kami menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Apakah kalian tidak takut jika Allah memakaikan kepada kalian gelang dari neraka? Tunaikanlah zakatnya.” (Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan.” Namun menurut Syaikh Al Albani bahwa sanadnya dhaif karena ada Syahr bin Hausyab dan Ali bin Ashim. Hal yang sama juga dinyatakan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masuk menemuiku dan dilihatnya di tanganku ada cincin-cincin dari perak, maka Beliau bersabda kepadaku, “Apa ini wahai Aisyah?” Ia menjawab, “Aku memakainya untuk berhias kepadamu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Apakah kamu telah menunaikan zakatnya?” Aku menjawab, “Belum.” Atau ia mengucapkan, “Masya Allah,” Beliau bersabda, “Itu cukup membuatmu masuk neraka.” (Hr. Abu Dawud, Daruquthni, dan Baihaqi)
Akan tetapi imam yang tiga (Malik, Syafi’i, dan Ahmad) berpendapat bahwa perhiasan wanita tidak ada zakatnya betapa pun nilainya. Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah pernah ditanya tentang perhiasan, yakni apakah ada zakatnya?” Jabir menjawab, “Tidak ada.” Lalu ada yang bertanya, “Meskipun nilainya sampai seribu dinar?” Jabir menjawab, “Meskipun lebih dari itu.”
Ia (Imam Baihaqi) juga meriwayatkan, bahwa Asma binti Abi Bakar pernah memakaikan perhiasan kepada putri-putrinya, namun ia tidak keluarkan zakatnya padahal nilainya kurang lebih 50.000 (dinar).”
Dalam Al Muwaththa dari Abdurrahman bin Qasim, dari ayahnya, bahwa Aisyah radhiyallahu anha mengurus anak-anak perempuan saudaranya. Anak-anak tersebut yatim di bawah asuhannya. Anak-anak itu memiliki perhiasan, namun ia tidak mengeluarkan zakatnya.
Al Khaththabi rahimahullah berkata, “Zhahir ayat Al Qur’an (Qs. At Taubah: 34) mendukung pendapat yang mewajibkan zakat pada perhiasan, demikian pula dikuatkan oleh atsar, sedangkan mereka yang tidak mewajibkannya berdalih dengan nalar dan sebagian atsar. Yang lebih hati-hati adalah mengeluarkannya.”
Perselisihan ini terkait dengan perhiasan yang mubah. Apabila seorang wanita memakai perhiasan yang tidak berhak dipakai misalnya memakai perhiasan laki-laki seperti perhiasan pada pedang, maka hukumnya haram dan ia terkena kewajiban zakat. Begitu pula hukum membuat wadah dari emas dan perak.
Catatan:
Nishab pada perhiasan sama dengan nishab emas (85 gram emas) atau perak (595 gram perak), kemudian dikeluarkan zakatnya 1/40 setelah lewat setahun penuh (haul). Di antara ulama ada yang mengatakan bahwa  dikeluarkan zakat ini sekali saja.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iriy menambahkan tentang perhiasan yang kena zakatnya, “Apabila di samping sebagai perhiasan ia simpan untuk sewaktu-waktu bisa dibutuhkan, maka wajib zakatnya karena mendekati makna iddikhaar (menyimpan)”, namun dalam ta’liq (catatan kaki) beliau sendiri, beliau berkata, “Lebih hati-hati perhiasan wanita itu harus dizakatkan bagaimanapun keadaannya (yakni baik sebagai perhiasan saja maupun untuk disimpan dan digunakan sewaktu butuh).”
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah (Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), Minhajul Muslim (Syaikh Abu Bakar Al Jazairiy), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger