بسم
الله الرحمن الرحيم
Cinderamata Untuk Mereka Yang Tidak
Punya
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang
yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut cinderamata
untuk saudara kami yang kekurangan harta, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya
dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Orang-Orang Miskin adalah Mayoritas Ahli
Surga
Dari Imran bin Hushain dari Nabi shallallahu alaihi wa
sallam Beliau bersabda,
اطَّلَعْتُ فِي الجَنَّةِ فَرَأَيْتُ
أَكْثَرَ أَهْلِهَا الفُقَرَاءَ، وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا
النِّسَاءَ
“Aku melihat surga[i],
dan kulihat bahwa mayoritas penghuninya adalah orang-orang fakir (miskin), dan kulihat
neraka, ternyata mayoritas penghuninya adalah kaum wanita[ii].”
(Hr. Bukhari dan Muslim)
Mengapa orang-orang fakir-miskin sebagai penghuni surga
terbanyak?
Jawab: Di antara sebabnya adalah karena harta mereka yang
sedikit sehingga hisabnya lebih ringan, mereka sebagai orang yang tidak punya
sehingga tidak bisa berbuat banyak, dan jauh dari kesombongan. Di samping itu, adanya
harta yang banyak biasanya membuat manusia jauh dan lupa dari Allah Azza wa
Jalla.
Oleh karena itulah orang-orang miskin lebih dulu masuk
surga. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«يَدْخُلُ فُقَرَاءُ المُسْلِمِينَ الجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ
بِنِصْفِ يَوْمٍ وَهُوَ خَمْسُمِائَةِ عَامٍ»
“Kaum fakir dari kalangan kaum muslimin lebih dulu
setengah hari masuk ke dalam surga sebelum kalangan yang kaya. Setengah hari
itu lamanya lima ratus tahun.” (Hr. Tirmidzi dari Abu Hurairah, dinyatakan ‘hasan
shahih’ oleh Tirmidzi dan Al Albani)
Kaum fakir lebih dulu masuk surga karena mereka
kehilangan memperoleh berbagai kenikmatan dunia di samping hisab mereka yang
lebih ringan daripada orang-orang kaya.
Tentunya orang miskin yang menjadi Ahli Surga adalah
mereka yang beriman (muslim) dan beramal saleh; bukan orang yang tidak beriman
dan beramal saleh.
Oleh karena itu, jagalah keimanan. Jangan sampai dijual
keimanan itu hanya untuk memperoleh kehidupan dunia yang rendah dan sementara
ini. Demikian pula, tetaplah beramal saleh dan mengerjakan kewajiban agama agar
engkau memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ketahuilah, bahwa di
kalangan orang-orang miskin ada juga yang menjadi penghuni neraka, yaitu ketika
melakukan perbuatan maksiat, seperti ketika meninggalkan kewajiban agama dan bersikap
sombong. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَا
يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ: شَيْخٌ زَانٍ، وَمَلِكٌ كَذَّابٌ، وَعَائِلٌ
مُسْتَكْبِرٌ
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah,
tidak dibersihkan-Nya, tidak diperhatikan-Nya, dan bagi mereka azab yang pedih;
orang tua berzina, raja berdusta, dan orang miskin yang sombong.” (Hr. Muslim)
Dunia hanya sementara
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ
الْخُلْدَ
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang
manusiapun sebelum kamu.” (Qs. Al Anbiya: 34)
Ya, tidak ada orang yang hidup kekal di dunia ini
meskipun diberi usia yang panjang. Mereka yang berada di kubur, dahulu
keadaannya seperti kita, bersenang-senang menikmati kesenangan dunia, namun ajal
pun tiba dan sekarang mereka hanya tinggal namanya. Di antara mereka ada yang
berbahagia dan di antara mereka ada yang menyesal sejadi-jadinya.
Mereka yang berbahagia adalah mereka yang membawa bekal
yang cukup ketika di dunia.
Sedangkan mereka yang menyesal sejadi-jadinya adalah
mereka yang membawa bekal yang kurang, dan mereka sudah tidak memiliki
kesempatan lagi untuk menyiapkan bekal.
Oleh karena itu, mumpung Allah Azza wa Jalla masih
memberikan kesempatan kepada kita hidup di dunia, maka perbanyaklah bekal untuk
menghadapi alam kubur dan alam akhirat; dan tidak ada bekal yang lebih baik
melebihi takwa. Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ
التَّقْوَى
“Berbekallah. Sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa.” (Qs. Al Baqarah: 197)
Takwa adalah melaksanakan perintah Allah Azza wa Jalla
dan menjauhi larangan-Nya.
Sukses Hakiki
Saudaraku, dengan takwa engkau akan memperoleh surga, dan
inilah kesuksesan hakiki. Allah Azza wa Jalla berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا
تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ
الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.” (Qs. Ali Imran: 185)
Orang yang meraih surga itulah orang yang sukses.
Hal
itu, karena ketika seseorang masuk surga, maka apa yang diinginkannya ada.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ
الْأَنفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Dan di dalam surga itu
terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu
kekal di dalamnya." (Terj. QS. Az Zukhruf: 71)
Kenimatan-kenikmatan yang ada di
dalamnya kekal dan sempurna. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
" يُنَادِي
مُنَادٍ: إِنَّ لَكُمْ أَنْ تَصِحُّوا فَلَا تَسْقَمُوا أَبَدًا، وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ
تَحْيَوْا فَلَا تَمُوتُوا أَبَدًا، وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَشِبُّوا فَلَا تَهْرَمُوا
أَبَدًا، وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَنْعَمُوا فَلَا تَبْأَسُوا أَبَدًا
“Nanti ada yang menyeru (kepada penghuni surga), “Sesungguhnya kalian akan
sehat selama-lamanya dan tidak akan sakit. Kalian akan hidup selama-lamanya dan
tidak akan mati. Kalian akan muda selama-lamanya dan tidak akan tua. Kalian akan
bahagia dan tidak akan sengsara selama-lamanya.” (Hr. Muslim)
Sedangkan kenikmatan-kenikmatan
yang ada di dunia ini tidak sempurna; setelah hidup dilanjutkan oleh kematian, ketika
sehat diiringi sakit, ketika senang disudahi kesedihan, setelah muda
dilanjutkan oleh masa tua. Hal ini menunjukkan keterbatasan
kenikmatan dunia dan tidak
patutnya dijadikan sebagai tempat tujuan.
Jalan
orang-orang yang sukses
Masuk
surga adalah kesuksesan paling besar, akan tetapi untuk memasukinya seseorang
harus menempuh jalannya. Jalan tersebut telah Allah Subhaanahu wa Ta'ala
terangkan dalam firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
(1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ
هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ
ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8)
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9)
أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)
"Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman,--(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
shalatnya,--Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tidak berguna,--Dan orang-orang yang menunaikan zakat,--Dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya,--Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang
mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak terceIa.—Barang
siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.--Dan orang-orang
yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.--Dan orang-orang
yang memelihara shalatnya.--Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,--(yakni)
yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Terj. QS. Al Mu'minun: 1-11)
Apa yang
disebutkan dalam ayat di atas adalah jalan orang-orang yang sukses. Oleh karena itu,
hendaknya seorang hamba menimbang dirinya dengan beberapa ayat di atas, dimana
dengannya mereka dapat mengetahui sejauh mana keimanan mereka, bertambah atau
kurang, banyak atau sedikit.
Orang kaya bisa membayar zakat dan bersedekah, sedangkan
kami kaum fakir-miskin tidak bisa
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Dzar bahwa beberapa orang dari sahabat
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada beliau, "Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya dapat memperoleh pahala yang lebih banyak. Mereka shalat seperti kami shalat, puasa
seperti kami puasa dan bersedekah dengan kelebihan harta mereka." Maka Beliau
bersabda,
أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ
لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ
صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ
بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ
صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ
لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ
عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ
أَجْرًا
"Bukankah Allah
telah menjadikan berbagai macam cara kepada kalian untuk bersedekah? Setiap
kalimat tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap
kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah, amar
ma'ruf nahi munkar adalah sedekah, bahkan pada kemaluan seorang dari kalian pun
terdapat sedekah." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, jika salah
seorang di antara kami menyalurkan syahwatnya, apakah akan mendapatkan
pahala?" Beliau menjawab, "Bagaimana sekiranya kalian meletakkannya
pada sesuatu yang haram, bukankah kalian berdosa? Begitu pun sebaliknya, jika
kalian meletakkannya pada tempat yang halal, maka kalian akan mendapatkan
pahala[iii]."
Imam Tirmidzi meriwayatkan pula dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ
صَدَقَةٌ وَأَمْرُكَ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيُكَ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ
وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَةٌ وَبَصَرُكَ
لِلرَّجُلِ الرَّدِيءِ الْبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ
وَالشَّوْكَةَ وَالْعَظْمَ عَنْ الطَّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِفْرَاغُكَ مِنْ
دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
"Senyummu kepada
saudaramu merupakan sedekah, engkau menyuruh yang ma'ruf dan melarang dari
kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat
juga sedekah, engkau menuntun orang yang buta juga sedekah, menyingkirkan batu,
duri dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari
embermu ke ember saudaramu juga sedekah." (Hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani, lihat Ash Shahiihah (572))
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ
تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ
الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا
مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ
تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ
صَدَقَةٌ
“Setiap anggota tubuh
manusia harus bersedekah di setiap hari di mana matahari terbit. Kamu
menyelesaikan secara adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah,
kamu menolong seseorang yang berkendaraan dengan menaikkannya ke atas
kendaraannya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik[iv]
adalah sedekah, setiap langkah menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan
gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari-Muslim)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Al Asy'ariy dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
«عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ» ،
فَقَالُوا: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ: «يَعْمَلُ بِيَدِهِ، فَيَنْفَعُ
نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ» قَالُوا: فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ: «يُعِينُ ذَا الحَاجَةِ
المَلْهُوفَ» قَالُوا: فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ: «فَلْيَعْمَلْ بِالْمَعْرُوفِ، وَلْيُمْسِكْ
عَنِ الشَّرِّ، فَإِنَّهَا لَهُ صَدَقَةٌ»
"Seorang muslim
mesti bersedekah." Maka para sahabat bertanya, "Wahai Nabi Allah,
kalau ia tidak memperoleh (sesuatu yang ia sedekahkan)?" Beliau bersabda,
"Ia bekerja dengan tangannya sendiri lalu ia berikan manfaat buat dirinya
dan bersedekah." Para sahabat bertanya lagi, "Bagaimana kalau ia tidak memperoleh
juga (sesuatu yang ia sedekahkan)?" Beliau menjawab, "Ia bantu orang
yang butuh dan terzalimi." Para sahabat bertanya lagi, "Bagaimana kalau ia tidak memperoleh
juga (sesuatu yang ia sedekahkan)?" Beliau bersabda, "Hendaknya ia
mengerjakan yang ma'ruf dan menahan diri dari perbuatan buruk, sesungguhnya hal
itu adalah sedekah baginya." (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim dan
Nasa'i)
Hadits-hadits tersebut
menunjukkan betapa luasnya makna sedekah, tidak sebatas apa yang
dikeluarkan oleh seseorang berupa harta. Hadits-hadits di atas juga sebagai penyejuk
mata orang-orang yang tidak mampu, dimana sedekah itu tidak mesti dengan harta,
tetapi bisa dengan mengerjakan perintah Allah yang lain. Lebih dari itu,
bersedekah dengan selain harta bisa lebih mulia, seperti amr ma’ruf-nahi
munkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, membacakan dan mengajarkan Al Qur’an, menyingkirkan hal yang menggangu
orang lain dari jalan, mendoakan kaum muslimin dan memintakan ampunan untuk
mereka.
Mana yang lebih utama; orang kaya bersyukur
atau orang miskin yang sabar?
Ibnul Qayyim dalam Bada’iul Fawaid (3/162)
berkata, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang hal ini, maka ia
menjawab, “Yaitu paling bertakwa di antara keduanya. Jika kedua-duanya sama
takwanya, maka sama pula derajatnya.”
Doa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
«اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا
وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ المَسَاكِينِ يَوْمَ القِيَامَةِ»
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin. Wafatkanlah
aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama rombongan orang-orang
miskin pada hari Kiamat.”
Aisyah bertanya, “Mengapa demikian wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab,
«إِنَّهُمْ يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ
بِأَرْبَعِينَ خَرِيفًا، يَا عَائِشَةُ لَا تَرُدِّي المِسْكِينَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ،
يَا عَائِشَةُ أَحِبِّي المَسَاكِينَ وَقَرِّبِيهِمْ فَإِنَّ اللَّهَ يُقَرِّبُكِ يَوْمَ
القِيَامَةِ»
“Sesungguhnya mereka akan masuk surga empat puluh tahun
lebih dulu daripada orang-orang kaya[v]. Wahai Aisyah, janganlah menolak
memberikan sesuatu kepada orang miskin meskipun hanya separuh kurma. Wahai Aisyah,
cintailah orang-orang miskin dan dekatilah mereka, niscaya Allah akan
mendekatkanmu kepada-Nya pada hari Kiamat.” (Hr. Tirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Hadits ini menerangkan betapa zuhudnya Beliau terhadap
dunia dan berpaling dari perhiasan dunia dan kesenangannya. Demikian pula
menunjukkan tawadhunya Beliau alahish shalatu was salam. Hadits ini juga
menunjukkan tingginya derajat orang-orang miskin dan dekatnya mereka dengan
Allah Azza wa Jalla. Di samping menunjukkan pula bahwa kaum muhajirin yang
miskin lebih dulu masuk surga dibanding yang kaya di antara mereka.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina
Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[i] Saat
israa-mi’raj atau ketika mimpi, dan mimpi para nabi adalah hak (benar).
[ii] Karena
mereka kufur (tidak berterima kasih) terhadap kebaikan suami.
[iii] Hadits ini
menunjukkan bahwa membatasi diri dengan yang halal dapat menjadi ibadah. Demikian
juga mengingatkan
kepada kita untuk
menghadirkan niat yang baik ketika mengerjakan perbuatan mubah agar menjadi
ibadah. Misalnya ketika hendak berjima’ dengan istri, ia niatkan di hatinya
untuk memenuhi hak istri, menggaulinya secara ma’ruf sesuai yang diperintahkan
Allah Ta’ala, meniatkan untuk mendapatkan anak yang saleh, meniatkan untuk
menjaga kehormatan dirinya dan istrinya dan niat baik lainnya. Hadits riwayat
Muslim di atas juga menunjukkan bolehnya qiyas, adapun riwayat dari ulama salaf
tentang dibencinya qiyas adalah jika qiyas tersebut berbenturan dengan nash.
[iv] Ucapan yang
baik atau disebut kalimah thayyibah adalah setiap kalimah yang mendekatkan diri
kita kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, seperti tasbih, tahlil, takbir,
tahmid, amr ma’ruf dan nahi munkar, membaca Al Qur’an, menyampaikan ilmu, dsb.
[v] Bagaimana
menggabungkan antara hadits yang menyebutkan 40 tahun dengan 500 tahun yakni
perbedaan jarak antara orang miskin dengan orang kaya dalam hal masuk surga?
Jawab: Jumlah tersebut bukanlah pembatasan, sebelumnya Beliau menyebutkan 40
tahun, selanjutnya Beliau menyebutkan 500 tahun adalah sebagai tambahan karena keutamaan
kaum fakir-miskin. Intinya minimal perbedaannya adalah 40 tahun, dan maksimal
500 tahun. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Thabrani dari Maslamah bin Makhlad,
bahwa rombongan pertama kaum muhajirin 40 tahun lebih dulu masuk surga daripada
orang-orang yang kayanya, lalu rombongan kedua 100 tahun lebih dulu masuk surga
daripada rombongan yang kayanya, wallahu a’lam.
Sebagian ulama berdalih dengan hadits ini,
bahwa orang miskin yang bersabar lebih utama daripada orang kaya yang
bersyukur.
0 komentar:
Posting Komentar