Mengenal Ilmu Ushul Fiqih (4)


بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫أصول الفقه‬‎
Mengenal Ilmu Ushul Fiqih (4)

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan singkat tentang Ushul Fiqih merujuk kepada risalah karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy rahimahullah yang berjudul Risalah Lathifah fi Ushulil Fiqh, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pendapat Sahabat dan Kehujjahannya
Pendapat sahabat –yakni orang yang berkumpul bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan mukmin dan meninggal pun di atas iman-:
  1. Jika masyhur dan tidak diingkari, bahkan diakui oleh sahabat yang lain, maka menjadi ijma’.
  2. Jika tidak diketahui tentang kemasyhurannya, sedangkan sahabat yang lain tidak menyelisihinya, maka menurut pendapat yang shahih bahwa hal ini adalah hujjah.
  3. Namun jika ada sahabat lain yang menyelisihinya, maka tidak bisa menjadi hujjah.
Perintah dan larangan, Lafaz-Lafaz Umum, Ijtihad dan Taqlid
Perintah terhadap sesuatu adalah larangan kebalikannya.
Larangan terhadap sesuatu adalah perintah kebalikannya. Demikian pula menunjukkan batalnya, kecuali ada dalil yang menunjukkan sahnya.
Perintah yang datang setelah larangan mengembalikan kepada keadaan asal sebelumnya (menjadi mubah hukumnya).
Perintah dan larangan mengharuskan kesegeraan.
Perintah tidaklah menghendaki terjadi pengulangan kecuali jika digantungkan dengan sebab, sehingga bisa menjadi wajib atau sunah ketika ada sebabnya.
Masalah-masalah yang diberikan pilihan adalah sebagai berikut:
-          Jika untuk memudahkan orang mukallaf, maka ini adalah pilihan harapan.
-          Jika karena maslahat yang diserahkan kepadanya, maka ini adalah pilihan yang wajib ditentukan mana yang lebih besar maslahatnya.
Lafaz-lafaz umum seperti Kullu dan Jamii’ (artinya “semua”), mufrad yang diidhafatkan[i], nakirah dalam siyaq (susunan) larangan[ii] atau penafian[iii], atau istifham (kalimat tanya) [iv] atau pun syarat[v], serta yang dima’rifatkan dengan “Al” yang menunjukkan jenis[vi] atau istighraq (menyeluruh)[vii], maka semua ini menunjukkan umum.
Yang menjadi patokan adalah umumnya lafaz, bukan khususnya sebab.
Bisa saja yang dimaksudkan dari kata-kata khusus adalah umum atau sebaliknya dengan melihat qarinah (tanda) yang menunjukkan demikian.
Jika syara’ mengarahkan pembicaraan kepada salah seorang dari umat ini atau isinya menjawab suatu masalah, maka mencakup semua orang dan masing-masing perkara, kecuali jika ada dalil yang mengkhususkannya.
Perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hukum asalnya adalah dijadikan teladan oleh umatnya dalam masalah hukum, kecuali ada dalil bahwa itu hanya khusus untuk Beliau.
Jika syara’ menafikan suatu ibadah atau muamalah, maka hal itu karena batalnya. Atau jika menafikan sebagian yang harus ada di sana, maka itu maksudnya bukan menafikan sebagian anjurannya.
Akad menjadi sah atau batal dengan semua perkataan atau perbuatan yang menunjukkan demikian.
Masalah-masalah itu terbagi dua:
-        Masalah yang disepakati, maka hal ini membutuhkan gambaran atau penegakkan dalil terhadapnya, lalu dihukumilah setelah diketahui gambaran dan dicarikan dalil.
-        Masalah yang masih ada khilaf, maka dalam hal ini membutuhkan jawaban terhadap dalil yang dipertentangkan.
      Ini khusus bagi mujtahid dan orang yang suka mencari dalil, adapun bagi muqallid (orang yang taklid/ikut-ikutan), tugasnya hanya bertanya kepada ahli ilmu.
Siapa saja yang mampu berdalil, maka ia harus berijtihad dan mencari dalil, namun yang tidak bisa harus mengikuti dan bertanya. Sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan kedua hal itu dalam firman Allah Ta’ala,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan  jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. An Nahl: 43)
Wallahu a’lam.
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Muhammad Rasulullah, kepada para sahabatnya dan keluarganya.
Selesai risalah ini, semoga Allah merahmati penyusunnya dan menempatkannya di surga-Nya yang luas dan memberikan manfaat kepada pembaca dan pengkajinya[viii].
Penerjemah: Marwan bin Musa
Maraji’: Risalah Lathifah Fi Ushulil Fiqh (Abdurrahman As Sa’diy), dll.


[i] Contoh firman Allah Ta’ala,
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Dan ingatlah nikmat-nikmat Allah kepadamu.” (Qs. Al Baqarah: 231)
[ii] Contoh firman Allah Ta’ala,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Qs. Al Jin: 18)
[iii] Contoh firman Allah Ta’ala,
وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ
 “Dan tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah.” (Qs. Ali Imran: 62)
[iv] Contoh firman Allah Ta’ala,
 هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”  (Maryam: 65)
[v] Contoh firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (debu), maka dia akan melihatnya.” (Qs. Az Zalzalah: 7)
[vi] Contoh firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu.” (Qs. Al Baqarah: 21)
[vii] Contoh firman Allah Ta’ala,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (Qs. Al Fatihah: 2)
[viii] Selesai penerjemahan risalah ini, semoga Allah merahmati penyusunnya, penerjemahnya dan kedua orang tuanya serta memasukkanya ke dalam surga-Nya yang luas. Dan dijadikan-Nya risalah ini bermanfaat bagi kaum muslimin, Aamin -pent.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger