Obat Hati

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫شفاء القلوب‬‎
Obat Hati
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan tentang obat hati, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Urgensi Memperhatikan Hati
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memuji mereka yang sibuk memperhatikan dirinya dan membersihkan hatinya dari noda-noda yang mengotorinya, Dia berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu," (QS. Asy Syams: 9)
Dan keadaan hati adalah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
أَلَا وَإِنَّ فِي اَلْجَسَدِ مُضْغَةً, إِذَا صَلَحَتْ, صَلَحَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, أَلَا وَهِيَ اَلْقَلْبُ
"Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, apabila baik, maka akan baik pula seluruh jasad dan apabila rusak maka akan rusak pula seluruh jasad. Ingatlah! Itu adalah hati.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hati bagi anggota badan yang lain ibarat raja bagi rakyatnya. Jika rajanya baik, maka rakyat pun akan baik, dan jika rajanya buruk, maka rakyat pun ikut buruk. Oleh karena itu, meluruskan hati dan memperbaikinya adalah hal yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang dalam dari seseorang yang menginginkan kesalihan.
Pembagian hati
Hati terbagi menjadi tiga;
Pertama, hati yang sehat atau selamat. Hati inilah yang akan selamat pada hari Kiamat. Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ - إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna,--Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (Qs. Asy Syu’ara: 88-89)
Hati yang sehat adalah hati yang selamat dari semua hawa nafsu yang menyelisihi perintah Allah Ta’ala, serta dari syubhat yang menentang wahyu. Oleh karena itu, pemiliknya selamat dari beribadah kepada selain Allah Ta’ala dan selamat dari berhakim kepada selain Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Intinya, hati yang sehat atau bersih adalah hati yang bersih dari perkara syirik, bahkan hatinya dipenuhi pengabdian kepada Allah Ta’ala, baik dalam hal cinta, keinginan, tawakkal,  kembali, ketundukan, takut, dan berharap. Di samping amalnya juga ikhlas karena Allah. Jika ia cinta, maka ia akan cinta karena Allah, benci pun karena-Nya, memberi karena Allah dan menahan pemberian pun karena Allah, dan perhatiannya tertuju kepada Allah (Lihat Ighatsatul Lahfan karya Ibnul Qayyim).
Kedua, hati yang mati. Hati ini kebalikan hati yang pertama. Hati ini tidak mengenal Rabbnya, dan tidak mau beribadah kepada-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan mengerjakan yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati ini berjalan mengikuti hawa nafsu dan syahwatnya meskipun di dalamnya terdapat hal yang mendatangkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla. Ia mengarahkan ibadah hati kepada selain Allah Ta’ala; ia arahkan cinta, benci, takut, harap, ridha, murka, pengagungan dan penghinaan diri kepada selain Allah Ta’ala. Jika ia benci, maka ia benci karena hawa nafsunya, jika ia mencintai, maka ia mencintai karena hawa nafsunya, jika memberi, maka ia memberi karena hawa nafsunya, demikian pula ketika menahan hartanya, maka ia menahannya karena hawa nafsunya. Hawa nafsu menjadi imamnya, syahwat yang menuntunnya, kejahilan yang menyetirnya, dan kelalaian sebagai kendaraannya. Kita berlindung kepada Allah dari hati seperti ini.
Ketiga, hati yang sakit. Hati ini masih hidup namun disertai sakit yang menimpanya. Dalam hati ini terdapat kecintaan kepada Allah Ta’ala, beriman kepada-Nya, ikhlas karena-Nya, dan bertawakkal kepada-Nya, namun di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada hawa nafsu dan tamak untuk memuaskan nafsunya, demikian pula terdapat kedengkian, kesombongan, ujub, keinginan ditinggikan, serta kemunafikan dan riya, dan terdapat kebakhilan dan ketamakan yang merupakan penyebab binasa dan rusak hatinya. Kita juga berlindung kepada Allah Ta’ala dari hati seperti ini.
Tanda sakit dan sehatnya hati
Sebagian ulama menyebutkan beberapa tanda sakitnya hati, yaitu ketika hati pelakunya tidak merasa sakit karena berbuat maksiat, tidak sakit karena tidak mengetahui yang hak (kebenaran), berpaling dari gizi yang bermanfaat bagi hati dan obat yang bermanfaat. Gizi yang bermanfaat bagi hati adalah iman, sedangkan obat yang paling bermanfaat bagi hati adalah Al Qur'an. Tanda sakitnya hati juga adalah ketika hati itu lebih mengutamakan dunia daripada akhirat.
Adapun tanda sehatnya hati adalah ketika hati itu berpindah dari dunia ke akhirat, menetap di sana seakan-akan termasuk penghuninya. Ia datang ke dunia ini seperti orang asing yang hanya mengambil dari dunia ini sekedar untuk melanjutkan perjalanan menuju kampungnya yang hakiki (akhirat).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
"Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara.“ (HR. Bukhari)
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
"Apa urusanku terhadap dunia. Aku di dunia ini tidak lain seperti orang yang menaiki kendaraan; yang berteduh di bawah sebuah pohon, beristirahat, kemudian pergi meninggalkannya." (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika ibadah yang biasa dia lakukan tertinggal, maka hatinya merasa sakit seakan-akan dirinya kehilangan hartanya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika perhatiannya satu, yaitu beribadah kepada Allah Ta'ala.
Tanda sehatnya hati juga adalah apabila dia masuk ke dalam shalat, maka hilanglah kepenatan dan kegelisahan yang diakibatkan oleh dunia dan ia mendapatkan ketenangan dan kenikmatan di dalam shalatnya; pandangan matanya sejuk, dan hatinya senang.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika ia tidak bosan mengingat Rabbnya, tidak bosan dari mengabdi kepada-Nya, dan tidak merasa nikmat dengan selain itu kecuali dengan hal yang membantu atau mengingatkan dirinya kepadanya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika perhatiannya terhadap keabsahan amal lebih besar daripada amal itu sendiri. Oleh karena itu, ia berusaha ikhlas, bersikap tulus, mutaba'ah (mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), bersikap ihsan, melihat nikmat Allah kepadanya, dan melihat kekurangan dirinya dalam memenuhi hak Allah Ta'ala.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, " Perhatikanlah  diri Anda;  jika setiap kali membaca Al Qur’an, iman Anda bertambah, maka sesungguhnya ini adalah pertanda taufik dari Allah. Tetapi jika setelah membaca Al Qur’an ternyata Anda tidak merasakan pengaruhnya, maka Anda harus mengobati diri Anda. Saya tidak mengatakan pergilah ke rumah sakit untuk mendapatkan obat kapsul, sirup atau sejenisnya, tetapi maksud saya ialah, Anda harus segera membenahi hati Anda. Karena, jika hati ini tidak bermanfaat lagi baginya Al Qur`an, tidak dapat menerima nasehatnya, maka itu adalah hati yang keras dan sakit. -Kita mohon kesembuhan kepada Allah. Saudaraku, Anda adalah dokter diri Anda sendiri, oleh karenanya jangan pergi kepada orang lain! Bacalah Al Qur`an! Jika Anda dapatkan diri terpengaruh dengan bacaan itu baik pada keimanan,  keyakinan,  dan ketaatan Anda, maka selamat! Anda adalah seorang mukmin; Jika tidak maka Anda harus segera mengobati diri Anda sebelum datang kematian yang tidak ada lagi hidup sesudahnya,  yaitu matinya hati. Sedangkan matinya jasad, setelah itu hidup kembali, dibangkitkan untuk menerima balasan dan pehitungan. (Syarh Riyadhus Shalihin 1/545)
Obat Penyakit hati
Obat semua penyakit hati telah diterangkan dalam Al Qur’anul Karim. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Yunus: 57)
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Qs. Al Israa: 82)
Penyakit hati terbagi dua:
1. Penyakit yang tidak dirasakan pelakunya, seperti penyakit kebodohan, syubhat, keraguan.
2. Penyakit yang dirasakan pelakunya ketika itu, seperti kesedihan, kegundahan, kecemasan, dan kemarahan. Penyakit ini terkadang hilang dengan pengobatan alami, yaitu dengan menyingkirkan sebab-sebabnya dan sebagainya (Lihat Ighatsatul Lahfan 1/44).
Obat penyakit hati ada empat:
Pertama, mendatangi Al Qur’anul Karim, karena ia merupakan penawar bagi penyakit hati seperti keraguan, kemunafikan, kekufuran, kemusyrikan, syubhat, dan syahwat. Dengan Al Qur’an, maka hati yang mati dan yang sakit menjadi hidup dan sehat. Allah Ta’ala berfirman,
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُون
“Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya), kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al An’aam: 122)
Kedua, hati membutuhkan tiga hal; (1) yang menjaga kekuatannya, itulah iman dan amal saleh serta berbagai ketaatan, (2) menjaga hati dari hal yang membahayakannya, yaitu dengan menjauhi berbagai kemaksiatan dan penyimpangan, (3) menghilangkan zat membahayakan, yaitu dengan tobat dan istighfar.
Ketiga, mengobati penyakit ‘dikuasai hawa nafsu’. Cara mengobatinya ada dua: (1) memuhasabah (introspeksi) diri, dan (2) menyelisihi hawa nafsu.
Muhasabah ini ada dua: (a) sebelum beramal. Yaitu dengan memperhatikan, apakah amal yang akan dilakukannya karena Allah atau karena selain-Nya? Apakah amal yang dilakukannya ada contoh dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau tidak? Jika amal itu mubah, apakah ia meniatkan ibadah di dalamnya sehingga menghasilkan pahala atau tidak meniatkan ibadah?
(b) setelah beramal. Yaitu memuhasabah dirinya terhadap ketaatan yang diremehkannya yang di sana terdapat hak Allah Ta’ala, dimana dirinya tidak mengerjakannya dengan cara yang diperintahkan. Di antara hak-hak Allah Ta’ala adalah ikhlas, tulus, mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam, menghadirkan perasaan ihsan, mengingat nikmat Allah kepadanya, dan melihat kekurangan yang dilakukannya dalam melakukan itu semua. Demikian pula dengan memuhasabah dirinya terhadap amal yang dikerjakannya yang lebih baik ditinggalkan, serta memuhasabah dirinya terhadap perkara yang mubah atau biasa; mengapa ia melakukannya, dan apakah dilakukan karena Allah dan mencari negeri akhirat sehingga ia memperoleh keberuntungan, atau maksudnya mencari dunia sehingga dirinya mendapatan kerugian.
Intinya hendaknya ia memuhasabah terhadap hal yang wajib, dan jika kurang maka ia sempurnakan, lalu ia memperhatikan larangan, jika ia mengerjakan hal itu, maka ia susul dengan tobat dan istighfar, kemudian ia memuhasabah terhadap amal yang dikerjakannya, lalu terhadap kelalaiannya.”
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, "Sepatutnya seorang yang berilmu ketika berbicara memiliki niat dan maksud yang baik. Jika ucapannya membuat dirinya takjub maka dia diam, dan jika diam membuat dirinya takjub, maka dia bicara.  Janganlah dia berhenti dari memuhasabah (introspeksi) dirinya karena diri memiliki kecintaan untuk ditampilkan dan disanjung." (As Siyar 4/494)
4. Mengobati hati dari dikuasai oleh setan.
Setan adalah musuh manusia, cara menghadapinya adalah dengan meminta perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla (isti’adzah).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah memadukan antara memohon perlindungan dari keburukan nafsu dan keburukan setan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu saat ia bertanya tentang ucapan yang perlu dibacanya di pagi dan sore hari, Beliau bersabda, “Ucapkanlah,
اللَّهُمَّ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيكَهُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِي، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِي سُوءًا أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
“Ya Allah Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Tuhan segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, setan dan balatentaranya, dan aku (berlindung kepada-Mu) dari berbuat kejelekan terhadap diriku atau menyeretnya kepada seorang muslim.”(Hr. Tirmidzi dan Abu Dawud, Shahih At Tirmidzi 3/142)
Demikian pula dengan beristi’adzah (mengucapkan a’udzu billahi minasy syaithaanir rajim), berdzikir, bertawakkal, dan berbuat ikhlas. Ini semua dapat menghalangi setan untuk menguasai dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah.” (Qs. Al A’raaf: 200)
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.”(Qs. An Nahl: 99)
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40)
Iblis berkata, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,--Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis (khlas) di antara mereka." (Qs. Al Hijr: 39-40)
Nasihat Ulama
Yahya bin Muadz dan Ibrahim Al Khawwash rahimahumullah berkata, "Obat hati itu ada lima perkara,  yaitu: (1) Membaca Al Quran sambil merenunginya, (2) Berpuasa, (3) Qiyamullail, (4) Berdoa sambil merendahkan diri di waktu sahur, (5) Bergaul dengan orang-orang saleh.” (Rasail Ibnu Rajab Al Hanbali hal. 263)
Di antara penyebab kerasnya hati adalah:
1. Banyak bicara yang bukan dzikrullah
2. Membatalkan perjanjian dengan Allah
3. Banyak tertawa
4. Banyak makan, apalagi jika berasal dari syubhat atau yang haram
5. Banyaknya dosa yang dilakukan
Obat kerasnya hati:
1. Banyak berdzikir sambil dihayati oleh hati
2. Berbuat baik kepada anak yatim dan orang miskin
3. Banyak mengingat kematian
4. Ziarah kubur sambil memperhatikan keadaan para penghuninya dan tempat kembali mereka
5. Memperhatikan negeri-negeri yang binasa dan mengambil pelajaran dari tempat-tempat kediaman orang-orang yang telah tiada
6. Makan makanan yang halal
(Majmu Rasail karya Ibnu Rajab rahimahullah)
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim, Maktabah Syamilah versi 3.45, Al Ilaj bir Ruqaa minal Kitab was Sunnah (Dr. Sa’id bin Ali Al Qahthani), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger