Ringkasan Cara Menghitung Warisan (2)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولى رجل ذكر‬‎
Ringkasan Cara Menghitung Warisan (2)

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan pembahasan tentang cara menghitung warisan, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

V. Ta’shilul Mas’alah

Ta’shilul Mas’alah adalah mencari asal masalah yang merupakan angka paling kecil dari kelipatan persekutuan (KPK), dimana bagian masing-masing ahli waris dapat dibagikan daripadanya tanpa adanya pecahan (tepat jumlah bagiannya). Bisa juga diartikan dengan angka paling kecil pada maqam (penyebut) atau pada kelipatan persekutuan (KPK).

Ushulul faraa’idh (dasar-dasar penghitungan faraa’idh) ada tujuh, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12 dan 24.

½ tentu dari 2, 1/3 dari 3, ¼ dari 4, 1/6 dari 6, dan 1/8 dari 8.

Ketika berkumpul ¼ dan 1/6 maka dianggap dari 12, karena kelipatan persekutuan terkecil (KPK atau disebut al mudha’af al musytarak al basith) antara 4 dan 6 adalah 12. Ketika berkumpul 1/8, 1/6 dan 1/3 KPK-nya adalah 24.

VI. Bagaimana mencari asal masalah?

Keadaan ahli waris ada beberapa macam:

1.    ‘Ashabah saja yang hanya terdiri dari laki-laki saja,

2.    ‘Ashabah yang terdiri dari laki-laki dan wanita,

3.    Ada yang terdiri dari ‘ashabah dan as-habul furdh.

4.    Ada pula yang terdiri dari as-habul furudh saja.

Jika seperti no. 1, maka dicari asal masalah sesuai jumlah mereka. Misalnya ada tiga anak laki-laki, maka asal masalahnya adalah 3, dimana masing-masing memperoleh satu bagian.

Jika seperti no. 2, maka bagian laki-laki dihitung dua dari bagian perempuan. Misalnya seorang anak laki-laki dan dua anak perempuan, maka masalahnya adalah 4, karena seorang anak laki-laki dihitung 2 ditambah dengan dua anak perempuan  menjadi 4.

Jika seperti no. 3, maka didahulukan as-habul furudh. Jika ada sisa diberikan kepada ‘ashabah, dan untuk mencari asal masalahnya adalah melihat maqam (angka penyebut yang terletak pada bagian bawah pecahan) yang diperoleh as-habul furudh. Misalnya suami, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, maka asal masalahnya adalah 4, karena ¼ untuk suami, dua bagian untuk anak laki-laki dan satu bagian untuk anak perempuan.

Jika as-habul furudh lebih dari satu, baik ada ‘ashabah atau tidak, maka asal masalahnya adalah  dengan melihat kelipatan persekutuan terkecil (KPK) pada maqam (angka penyebut) ashabul furudh. Contoh: seorang wafat meninggalkan suami, ibu, seorang putri, dan saudara kandung, maka suami mendapatkan ¼, ibu mendapatkan 1/6, seorang putri mendapatkan  ½, sedangkan sisanya untuk saudara kandung, maka KPK dari angka 4, 6, dan 2 adalah 12. Angka 12 inilah asal masalahnya.

VII. Nisab Arba’ (Teori Yang Empat)

Para ulama faraidh sebelum menggunakan KPK dan kelipatan persekutuan terbesar menyelesaikan masalah menggunakan empat teori. Empat teori itu adalah mumatsalah, mudakhalah, muwafaqah, dan mubayanah.

Mumatsalah adalah ketika angkanya pada maqam (penyebutnya) sama seperti antara 1/2 dengan 1/2, maka diambil salah satu dari maqam tersebut sebagai asal masalah, yaitu 2. dsb.

Mudakhalah adalah maqam (penyebutnya) berbeda, tetapi maqam yang terkecil masuk ke maqam terbesar.

Misalnya 1/3 dengan 1/6, maka angka 3 masuk ke dalam angka 6, sehingga yang dipakai adalah angka 6. lalu kita katakan asal masalahnya adalah 6.

Contoh: Ahli warisnya ibu, dua saudara seibu, dan anak laki-laki. Ibu mendapatkan 1/6 yaitu 1, dua saudara seibu mendapatkan 1/3 yaitu 2, dan sisanya buat ‘ashabah.

Muwafaqah artinya dua angka (penyebut) yang berbeda, dan angka terbesar tidak dapat dibagi kepada angka yang terkecil, akan tetapi sama-sama dapat dibagi oleh angka yang sama.  Angka 4 dan 6 bisa habis, jika kita lipatkan 2 beberapa kali (diperkecil). Demikian pula angka 6 dan 9 juga bisa habis jika kita lipatkan 3 beberapa kali.

Contoh: ahli warisnya adalah suami, ibu, tiga anak laki-laki dan satu anak perempuan. Untuk suami ¼, ibu 1/6, sedangkan selebihnya sebagai ‘ashabah. Antara dua maqam (penyebut), yaitu 4 dan 6 wafq(angka sepakat)nya adalah separuhnya, yaitu dibagi 2,  sehingga 4: 2 = 2, dan 6:2 = 3, kemudian dikali secara silang; angka 2 ini dikalikan dengan 6 = 12 atau angka 3 dikali angka yang lain yaitu 4, hasilnya juga sama yaitu 12, dengan cara ini selesailah masalah.

Angka 12 ini menjadi asal masalah.

Asal Masalah

12

Suami

¼

3

Ibu

1/6

2

Anak lk.

Ashabah

2

Anak lk.

2

Anak lk.

2

Anak pr.

1

Adapun mubayanah adalah ketika dua angkanya (penyebutnya) tidak sama, tidak masuk ke yang lain (tadakhul), dan tidak ada kecocokan pada angka (tawafuq) seperti angka 3 dan 4, maka cukup dengan dikali langsung dan hasilnya dijadikan sebagai asal masalah. Misalnya suami, ibu dan saudara kandung. Untuk suami ½, ibu 1/3, dan saudara kandung sisanya. Antara 2 dan 3 tidak sama, maka 2 dikali 3, menjadi 6, lalu dijadikanlah sebagai asal masalah.

Gambarannya adalah sbb.:

Asal Masalah

6

Suami

3

Ibu

2

Saudara kandung

1

VIII. ‘Aul

‘Aul adalah naiknya angka pada asal masalah ketika ditotalkan seluruh bagian yang akan didapatkan oleh ahli waris. Disebutkan bahwa awal pertama kali 'aul dalam Islam adalah ketika dihadapkan kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, ia menetapkan 'aul pada seorang suami dengan dua saudari, ia berkata kepada sahabat yang bersamanya, "Jika kamu mulai dengan suami atau dua saudari tentu bagi yang lain tidak ada haknya, maka berikanlah jalan keluar kepadaku", lalu Abbas bin Abdul Muththalib berisyaratkan kepadanya untuk di'aulkan, ada yang mengatakan bahwa yang berisyarat itu adalah 'Ali dan ada yang mengatakan bahwa yang berisyarat itu adalah Zaid bin Tsaabit radhiyallahu 'anhu.

Ushul Fara’idh yang tujuh tidak semuanya berlaku ‘aul, yang berlaku hanya pada tiga angka, yaitu 6, 12, dan 24.

Ushul pada angka 6 bisa terjadi ‘aul sampai empat kali, yaitu naik menjadi angka 7, 8, 9, dan 10.

Contoh menjadi 7

Seorang wafat meninggalkan suami dan 2 saudara perempuan sebapak. Maka:

-        Suami mendapatkan ½

-        2 saudara perempuan sebapak mendapatkan 2/3

Ini adalah masalah 6, karena KPK antara 2 dengan 3 adalah 6, tetapi terpaksa diaulkan menjadi 7.

Sehingga:

Ahli Waris

AM = 6

AUL = 7

Suami

½

3

2 saudara perempuan

2/3

4

 

Nantinya dalam pembagian untuk suami 3/7 dan 2 saudara perempuan mendapatkan 4/7.

Misalnya harta peninggalannya Rp. 840.000 dengan ahli waris di atas:

3/7 x 840.000 = 360.000

4/7 x 840.000 = 480.000

Lihat! 360.000 + 480.000 = 840.000

Habis bukan harta tersebut?!

 

Contoh menjadi 8

Seorang wafat meninggalkan suami, 2 saudara perempuan seibu-sebapak dan seorang saudara perempuan seibu. Maka:

-       Suami mendapatkan ½

-       2 saudara perempuan seibu sebapak mendapatkan 2/3

-       Seorang saudara perempuan seibu mendapatkan 1/6

Ini adalah masalah 6, karena KPK antara 2, 3 dan 6 adalah 6, namun terpaksa diaulkan menjadi 8.

Ahli Waris

AM = 6

AUL = 8

Suami

½

3

2 saudara perempuan sekandung

2/3

4

1 saudara perempuan seibu

1/6

1

Sehingga dalam pembagian suami mendapatkan 3/8, 2 saudara perempuan mendapatkan 4/8 dan seorang saudara perempuan seibu mendapatkan 1/8.

 

Contoh  menjadi 9

Seorang wafat meninggalkan suami, 2 saudari kandung, dan 2 saudari seibu. Maka:

-        Suami mendapatkan 1/2

-        2 saudari kandung mendapatkan 2/3

-        2 saudari seibu mendapatkan 1/3

Ini adalah masalah 6, karena KPK antara 2, 3 dan 3 adalah 6, namun terpaksa diaulkan menjadi 9.

Ahli Waris

AM = 6

AUL = 9

Suami

½

3

2 saudari sekandung

2/3

4

2 saudari seibu

1/3

2

 

Contoh menjadi 10

Seorang wafat meninggalkan suami, 2 saudari kandung, 2 saudari seibu dan ibu. Maka:

-        Suami mendapatkan 1/2

-        2 saudari kandung mendapatkan 2/3

-        2 saudari seibu mendapatkan 1/3

-        Ibu mendapatkan 1/6

Ini adalah masalah 6, karena KPK antara 2, 3, 3 dan 6 adalah 6, namun terpaksa diaulkan menjadi 10.

Ahli Waris

AM = 6

AUL = 10

Suami

½

3

2 saudari sekandung

2/3

4

2 saudari seibu

1/3

2

Ibu

1/6

1

 

Kalau sekiranya saudari kandung itu 3 orang, maka 4 bagian tidak dapat dibagi untuk 3 orang. Oleh karena itu, 3 dikalikan dengan asal masalah yaitu 6, jumlahnya 18, lalu diaulkan menjadi 30.

Ahli Waris

AM = 6 x 3 = 18

AUL = 30

Suami

½

9

3 saudari sekandung

2/3

12

2 saudari seibu

1/3

6

Ibu

1/6

3

 

‘Aul dari 12 bisa menjadi 13, 15 dan 17.

Contoh ‘Aul 12 ke 13 adalah jika ahli warisnya istri, ibu dan dua orang saudari seayah. Asal masalahnya adalah 12 karena ada ¼ dan 1/6 di sana. Untuk istri ¼ yaitu 3, untuk ibu 1/6 yaitu 2, dan untuk dua saudari seayah 2/3 yaitu 8. Dalam masalah ini masalah 12 naik menjadi masalah 13.

Contoh ‘aul dari 12 ke 15. Seorang wafat meninggalkan istri, dua saudari seayah, dan dua saudari seibu. Untuk istri memperoleh ¼, yaitu 3, dua saudari seayah 2/3 yaitu 8, dan dua saudari seibu 1/3 yaitu 4. Asal masalahnya adalah 12 dan naik menjadi 15.

Sedangkan contoh ‘aul 12 menjadi 17 adalah ketika seorang wafat meninggalkan istri, dua saudari kandung, dan dua saudari seibu, dan seorang nenek. Istri mendapatkan ¼, dua saudari kandung mendapatkan 2/3, dan dua saudari seibu mendapatkan 1/3, sedangkan nenek mendapatkan 1/6. Asal masalahnya adalah 12 dan naik menjadi 17.

‘Aul 24 ke 27 adalah jika ahli warisnya istri, kakek, ibu dan dua putri. Asal masalahnya adalah 24 karena ada 1/8 dan 1/6. Istri mendapatkan 1/8 yaitu 3, kakek mendapatkan 1/6 yaitu 4, dan ibu mendapatkan 1/6 yaitu 4, sedangkan 2/3-nya yaitu 16 adalah untuk putri, sehingga dalam hal ini ‘aul naik ke 27.

Bersambung...

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, https://www.alukah.net/sharia/0/111966/#ixzz5ka2AuyDF (Al Hisab fil Faraidh), Belajar Mudah Ilmu waris (Ust. Ansori Taslim), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger