Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan
tentang cara
menghitung warisan, semoga Allah
menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
V. Ta’shilul
Mas’alah
Ta’shilul
Mas’alah adalah mencari asal masalah yang merupakan angka paling kecil dari kelipatan
persekutuan (KPK), dimana bagian masing-masing ahli waris dapat dibagikan daripadanya
tanpa adanya pecahan (tepat jumlah bagiannya). Bisa juga diartikan dengan angka
paling kecil pada maqam (penyebut) atau pada kelipatan persekutuan (KPK).
Ushulul faraa’idh (dasar-dasar penghitungan
faraa’idh) ada tujuh, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12 dan 24.
½ tentu dari 2, 1/3 dari 3, ¼ dari 4, 1/6 dari 6, dan 1/8 dari 8.
Ketika berkumpul ¼ dan
1/6 maka dianggap dari 12, karena kelipatan persekutuan terkecil (KPK atau disebut
al mudha’af al musytarak al basith) antara 4 dan 6 adalah 12. Ketika
berkumpul 1/8, 1/6 dan 1/3 KPK-nya adalah 24.
VI.
Bagaimana mencari asal masalah?
Keadaan ahli waris ada beberapa macam:
1.
‘Ashabah saja yang hanya terdiri dari
laki-laki saja,
2. ‘Ashabah
yang terdiri dari laki-laki dan wanita,
3. Ada yang terdiri dari ‘ashabah dan as-habul
furdh.
4. Ada pula yang terdiri dari as-habul furudh saja.
Jika seperti no. 1, maka
dicari asal masalah sesuai jumlah mereka. Misalnya ada tiga anak laki-laki,
maka asal masalahnya adalah 3, dimana masing-masing memperoleh satu bagian.
Jika seperti no. 2, maka
bagian laki-laki dihitung dua dari bagian perempuan. Misalnya seorang anak
laki-laki dan dua anak perempuan, maka masalahnya adalah 4, karena seorang anak
laki-laki dihitung 2 ditambah dengan dua anak perempuan menjadi 4.
Jika seperti no. 3, maka
didahulukan as-habul furudh. Jika ada sisa diberikan kepada ‘ashabah, dan untuk
mencari asal masalahnya adalah melihat maqam (angka penyebut yang terletak pada
bagian bawah pecahan) yang diperoleh as-habul furudh. Misalnya suami, seorang
anak laki-laki dan seorang anak perempuan, maka asal masalahnya adalah 4, karena ¼ untuk suami,
dua bagian untuk anak laki-laki dan satu bagian untuk anak perempuan.
Jika
as-habul furudh lebih dari satu, baik ada ‘ashabah atau tidak, maka asal
masalahnya adalah dengan melihat
kelipatan persekutuan terkecil (KPK) pada maqam (angka penyebut) ashabul
furudh. Contoh: seorang wafat meninggalkan suami, ibu, seorang putri, dan
saudara kandung, maka suami mendapatkan ¼, ibu mendapatkan 1/6, seorang putri
mendapatkan ½, sedangkan sisanya untuk
saudara kandung, maka KPK dari angka 4, 6, dan 2 adalah 12. Angka 12 inilah
asal masalahnya.
VII.
Nisab Arba’ (Teori Yang Empat)
Para
ulama faraidh sebelum menggunakan KPK dan kelipatan persekutuan terbesar
menyelesaikan masalah menggunakan empat teori. Empat teori itu adalah mumatsalah,
mudakhalah, muwafaqah, dan mubayanah.
Mumatsalah adalah ketika angkanya pada maqam
(penyebutnya) sama seperti antara 1/2 dengan 1/2, maka diambil salah satu dari maqam tersebut
sebagai asal masalah, yaitu 2. dsb.
Mudakhalah adalah maqam (penyebutnya)
berbeda, tetapi maqam yang terkecil masuk ke maqam terbesar.
Misalnya 1/3 dengan 1/6,
maka angka 3 masuk ke dalam angka 6, sehingga yang dipakai adalah angka 6. lalu
kita katakan asal masalahnya adalah 6.
Contoh: Ahli warisnya
ibu, dua saudara seibu, dan anak laki-laki. Ibu mendapatkan 1/6 yaitu 1, dua
saudara seibu mendapatkan 1/3 yaitu 2, dan sisanya buat ‘ashabah.
Muwafaqah artinya dua angka (penyebut) yang berbeda,
dan angka terbesar tidak dapat dibagi kepada angka yang terkecil, akan tetapi
sama-sama dapat dibagi oleh angka yang sama.
Angka 4 dan 6 bisa habis, jika kita lipatkan 2 beberapa kali (diperkecil). Demikian pula angka 6 dan
9 juga bisa habis jika kita lipatkan 3 beberapa kali.
Contoh:
ahli warisnya adalah suami, ibu, tiga anak laki-laki dan satu anak perempuan.
Untuk suami ¼, ibu 1/6, sedangkan selebihnya sebagai ‘ashabah. Antara dua maqam
(penyebut), yaitu 4 dan 6 wafq(angka sepakat)nya adalah separuhnya, yaitu dibagi 2, sehingga 4: 2 = 2, dan 6:2 = 3, kemudian
dikali secara silang; angka 2 ini dikalikan dengan 6 = 12 atau angka 3 dikali
angka yang lain yaitu 4, hasilnya juga sama yaitu 12, dengan cara ini
selesailah masalah.
Angka
12 ini menjadi asal masalah.
Asal Masalah |
12 |
|
Suami |
¼ |
3 |
Ibu |
1/6 |
2 |
Anak lk. |
Ashabah |
2 |
Anak lk. |
2 |
|
Anak lk. |
2 |
|
Anak pr. |
1 |
Adapun
mubayanah adalah ketika
dua angkanya (penyebutnya) tidak sama, tidak masuk ke yang lain (tadakhul), dan
tidak ada kecocokan pada angka (tawafuq) seperti angka 3 dan 4, maka cukup
dengan dikali langsung dan hasilnya dijadikan sebagai asal masalah. Misalnya
suami, ibu dan saudara kandung. Untuk suami ½, ibu 1/3, dan saudara kandung
sisanya. Antara 2 dan 3 tidak sama, maka 2 dikali 3, menjadi 6, lalu
dijadikanlah sebagai asal masalah.
Gambarannya adalah sbb.:
Asal Masalah |
6 |
Suami |
3 |
Ibu |
2 |
Saudara kandung |
1 |
VIII.
‘Aul
‘Aul
adalah naiknya angka pada asal masalah ketika ditotalkan seluruh bagian yang
akan didapatkan oleh ahli waris. Disebutkan bahwa awal pertama kali 'aul dalam
Islam adalah ketika dihadapkan kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, ia
menetapkan 'aul pada seorang suami dengan dua saudari, ia berkata kepada
sahabat yang bersamanya, "Jika kamu mulai dengan suami atau dua saudari
tentu bagi yang lain tidak ada haknya, maka berikanlah jalan keluar kepadaku",
lalu Abbas bin Abdul Muththalib berisyaratkan kepadanya untuk di'aulkan, ada
yang mengatakan bahwa yang berisyarat itu adalah 'Ali dan ada yang mengatakan
bahwa yang berisyarat itu adalah Zaid bin Tsaabit radhiyallahu 'anhu.
Ushul
Fara’idh yang tujuh tidak semuanya berlaku ‘aul, yang berlaku hanya pada tiga
angka, yaitu 6, 12, dan 24.
Ushul
pada angka 6 bisa terjadi ‘aul sampai empat kali, yaitu naik menjadi angka 7,
8, 9, dan 10.
Contoh menjadi 7
Seorang
wafat meninggalkan suami dan 2 saudara perempuan sebapak. Maka:
-
Suami mendapatkan ½
-
2 saudara perempuan sebapak mendapatkan 2/3
Ini
adalah masalah 6, karena KPK antara 2 dengan 3 adalah 6, tetapi terpaksa
diaulkan menjadi 7.
Sehingga:
Ahli Waris |
AM = 6 |
AUL = 7 |
Suami |
½ |
3 |
2 saudara perempuan |
2/3 |
4 |
Nantinya
dalam pembagian untuk suami 3/7 dan 2 saudara perempuan mendapatkan 4/7.
Misalnya harta peninggalannya Rp. 840.000 dengan ahli waris di
atas:
3/7 x 840.000 = 360.000
4/7 x 840.000 = 480.000
Lihat!
360.000 + 480.000 = 840.000
Habis
bukan harta tersebut?!
Contoh menjadi 8
Seorang
wafat meninggalkan suami, 2 saudara perempuan seibu-sebapak dan seorang saudara
perempuan seibu. Maka:
- Suami mendapatkan ½
- 2 saudara perempuan seibu
sebapak mendapatkan 2/3
- Seorang saudara perempuan
seibu mendapatkan 1/6
Ini
adalah masalah 6, karena KPK antara 2, 3 dan 6 adalah 6, namun terpaksa
diaulkan menjadi 8.
Ahli Waris |
AM = 6 |
AUL = 8 |
Suami |
½ |
3 |
2 saudara perempuan
sekandung |
2/3 |
4 |
1 saudara perempuan seibu |
1/6 |
1 |
Sehingga
dalam pembagian suami mendapatkan 3/8, 2 saudara perempuan mendapatkan 4/8 dan
seorang saudara perempuan seibu mendapatkan 1/8.
Contoh menjadi 9
Seorang
wafat meninggalkan suami, 2 saudari kandung, dan 2 saudari seibu. Maka:
-
Suami mendapatkan 1/2
-
2 saudari kandung
mendapatkan 2/3
-
2 saudari seibu mendapatkan 1/3
Ini
adalah masalah 6, karena KPK antara 2, 3 dan 3 adalah 6, namun terpaksa diaulkan
menjadi 9.
Ahli Waris |
AM = 6 |
AUL = 9 |
Suami |
½ |
3 |
2 saudari
sekandung |
2/3 |
4 |
2 saudari seibu |
1/3 |
2 |
Contoh menjadi 10
Seorang
wafat meninggalkan suami, 2 saudari kandung, 2 saudari seibu dan ibu. Maka:
-
Suami mendapatkan 1/2
-
2 saudari kandung
mendapatkan 2/3
-
2 saudari seibu mendapatkan 1/3
-
Ibu mendapatkan 1/6
Ini
adalah masalah 6, karena KPK antara 2, 3, 3 dan 6 adalah 6, namun terpaksa diaulkan
menjadi 10.
Ahli Waris |
AM = 6 |
AUL = 10 |
Suami |
½ |
3 |
2 saudari
sekandung |
2/3 |
4 |
2 saudari seibu |
1/3 |
2 |
Ibu |
1/6 |
1 |
Kalau sekiranya saudari kandung itu 3 orang, maka 4 bagian tidak dapat dibagi
untuk 3 orang. Oleh karena itu, 3
dikalikan dengan asal masalah yaitu 6, jumlahnya 18, lalu diaulkan menjadi 30.
Ahli Waris |
AM = 6 x 3 = 18 |
AUL = 30 |
Suami |
½ |
9 |
3 saudari
sekandung |
2/3 |
12 |
2 saudari seibu |
1/3 |
6 |
Ibu |
1/6 |
3 |
‘Aul dari 12 bisa
menjadi 13, 15 dan 17.
Contoh
‘Aul 12 ke 13 adalah
jika ahli warisnya istri, ibu dan dua orang saudari seayah. Asal masalahnya
adalah 12 karena ada ¼ dan 1/6 di sana. Untuk istri ¼ yaitu 3, untuk ibu 1/6
yaitu 2, dan untuk dua saudari seayah 2/3 yaitu 8. Dalam masalah ini masalah 12 naik menjadi
masalah 13.
Contoh
‘aul dari 12 ke 15. Seorang wafat meninggalkan istri, dua saudari seayah, dan
dua saudari seibu. Untuk istri memperoleh ¼, yaitu 3, dua saudari seayah 2/3
yaitu 8, dan dua saudari seibu 1/3 yaitu 4. Asal masalahnya adalah 12 dan naik
menjadi 15.
Sedangkan
contoh ‘aul 12 menjadi 17 adalah ketika seorang wafat meninggalkan istri, dua
saudari kandung, dan dua saudari seibu, dan seorang nenek. Istri mendapatkan ¼,
dua saudari kandung mendapatkan 2/3, dan dua saudari seibu mendapatkan 1/3,
sedangkan nenek mendapatkan 1/6. Asal masalahnya adalah 12 dan naik menjadi 17.
‘Aul 24 ke 27 adalah
jika ahli warisnya istri, kakek, ibu dan dua putri. Asal masalahnya adalah 24
karena ada 1/8 dan 1/6. Istri mendapatkan 1/8 yaitu 3, kakek mendapatkan 1/6 yaitu 4, dan
ibu mendapatkan 1/6 yaitu 4, sedangkan 2/3-nya yaitu 16 adalah untuk putri,
sehingga dalam hal ini ‘aul naik ke 27.
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, https://www.alukah.net/sharia/0/111966/#ixzz5ka2AuyDF (Al Hisab fil Faraidh), Belajar Mudah Ilmu waris (Ust. Ansori Taslim), dll.
0 komentar:
Posting Komentar