بسم
الله الرحمن الرحيم
Khutbah
Idul Adh-ha 1440 H
Berhari Raya Kurban Bersama Nabi shallallahu alaihi wa
sallam
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :
Allahu akbar, Allahu
akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Allahu akbar, Allahu
akbar, Allahu akbar kabira.
Allahu akbar, Allahu
akbar, Allahu akbar walillahil hamd. Allahu akbar wa ajallu. Allahu akbar ‘ala
maa hadaanaa.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Puji syukur kita panjatkan ke
hadirat Allah yang telah melimpahkan kepada kita berbagai macam nikmat yang
tidak terhitung jumlahnya oleh kita. Di antara nikmat-nikmat itu, yang paling
besarnya adalah nikmat diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan membawa agama Islam, sehingga manusia yang sebelumnya berada dalam
kegelapan dan kebodohan, maka dengan mengikuti Beliau mereka berada dalam
cahaya dan pengetahuan. Mereka menjadi kenal siapa Rabb mereka, mengenal jalan mana
yang diridhai Rabb mereka, dan mengetahui untuk apa mereka diciptakan di dunia.
Abu Bakar Syu’bah bin Ayyasy rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada penduduk bumi sedangkan mereka berada dalam kerusakan, maka Allah
memperbaiki kondisi mereka dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, barang siapa yang mengajak untuk mengikuti selain petunjuk
yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia
termasuk orang-orang yang mengadakan kerusakan.”
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Khatib berwasiat kepada
diri khatib dan kepada hadirin sekalian untuk tetap bertakwa kepada Allah Azza
wa Jalla, karena ia adalah solusi menghadapi problematika di dunia, kunci meraih
rezeki dan memperoleh berbagai kemudahan, serta sebagai jalan untuk menggapai
surga di akhirat kelak. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا-وَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.--Dan memberinya
rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thalaq: 2-3)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan
dalam urusannya.”
(Qs. At Thalaq: 4)
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu
kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali Imran: 133)
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا
وَهَذَا عِيدُنَا
“Sesungguhnya
masing-masing kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” (Hr. Bukhari
dan Muslim)
Hari raya umat Islam ini
(Idul Fitri dan Idul Adh-ha) memiliki kelebihan dibanding hari raya-hari raya
yang ada yang diperingati manusia. Hari raya yang diperingati sebagian manusia
isinya mengandung kemusyrikan dan kekufuran, dosa dan kemaksiatan. Sedangkan
hari raya umat Islam ini mengandung takbir (mengagungkan Allah) dan tauhid
(mengesakan-Nya dalam beribadah), serta sikap syukur kepada Allah agar hubungan kita dengan-Nya menjadi baik. Demikian
pula dalam hari raya Idul Adh-ha mengandung sikap ihsan (berbuat baik) kepada
hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagi kepada mereka, seperti
menghadiahkan daging kurban kepada mereka agar hubungan kita dengan orang lain
menjadi baik. Oleh
karena itulah, hari raya kita termasuk ibadah dan termasuk syiar Islam yang
mengandung banyak hikmah, sarat makna, dan rahasia yang agung.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Hari Ied atau hari raya
adalah hari yang biasa diisi dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Di hari raya,
umat Islam menampakkan rasa gembira dan bahagia, serta berusaha menghibur
dirinya dari kelelahan dalam menjalani hidup di dunia. Oleh karena itu,
nikmatilah semua yang baik yang Allah halalkan untuk kita, syukurilah nikmat
itu dengan melaksanakan perintah-Nya, dan
jauhilah hal-hal yang diharamkan niscaya Dia akan menjaga nikmat itu atas kita
dan akan memberinya tambahan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا
رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu
dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172)
Silahkan menikmati
kesenangan yang Allah halalkan untuk kita, namun tidak melampaui batas dengan
mengerjakan larangan-Nya; silahkan besenang-senang menikmati kesenangan dunia
ini, namun jangan sampai melupakan akhirat. Inilah keseimbangan dalam hari raya kita.
Termasuk sikap syukur
pada hari raya adalah melaksanakan shalat Ied dan berkurban. Allah Subhaanahu
wa Ta’ala berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat
karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”
(Qs. Al Kautsar: 2)
Kurban merupakan bentuk
syukur kita kepada Allah, mentauhidkan-Nya dengan menyebut nama-Nya saja ketika
menyembelih, sekaligus untuk menghidupkan sunnah dua kekasih Allah; Nabi
Ibrahim alaihis salam dan Nabi Muhamad shallallahu alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala juga memerintahkan kita melakukan shalat Ied agar kita mengawali hidup
kita dengan kebaikan dan untuk membedakan antara hari raya kita kaum muslimin
dengan hari raya non muslim.
Dalam berkurban juga
terdapat berbuat ihsan kepada diri, keluarga, kerabat,
tetangga, teman, tamu, dan kaum fakir-miskin.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Dalam Idul Adh-ha kita
mengenang kisah Nabi Ibrahim alaihis salam saat bermimpi menyembelih anak
kesayangannya, Nabi Ismail alaihis salam, dimana mimpi para nabi adalah benar,
maka ketika Nabi Ibrahim alaihis salam hendak melaksanakan mimpinya itu dan
telah membaringkan anaknya di atas pelipisnya, ketika itu semakin nyatalah
kesabaran keduanya, patuh dan tunduknya mereka berdua kepada perintah Allah,
dan cinta yang dalam Nabi Ibrahim alaihis salam kepada Allah Rabbnya, Allah pun
melarangnya menyembelih anaknya dan menebusnya dengan seekor kambing yang
besar. Berkat kesabaran dan kepatuhannya kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah
jadikan Nabi Ibrahim alaihis salam sebagai imam yang patut dijadikan teladan
dan menjadikannya sebagai kekasih-Nya.
Peristiwa itu kemudian
menjadi dasar disyariatkan kurban yang dilakukan pada hari raya Idul Adh-ha di
berbagai pelosok dunia.
Dari peristiwa itu, kita
juga dapat mengambil pelajaran bahwa,
مَنْ تَرَكَ
شَيْئًا ِللهِ عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Barang siapa yang
meningalkan sesuatu karena Allah, maka Dia akan mengganti dengan yang lebih
baik daripadanya.” (Dari hadits riwayat Ahmad, dan dinyatakan shahih
isnadnya oleh Syaikh Al Albani)
Dalam
kisah Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimas salam kita juga dapat mengambil
pelajaran, bahwa seorang anak hendaknya berbakti kepada kedua orang tuanya,
menaati keduanya dalam hal yang bukan maksiat, dan bahwa seorang bapak
hendaknya membimbing anaknya kepada kebaikan, mendidiknya dengan pendidikan Islami,
dan membiasakan berakhlak terpuji. Termasuk membimbing kepada kebaikan adalah membawanya
ke majlis ilmu, menempatkan di tempat pendidikan Islam, dan mengajaknya
bersilaturrahim.
Dalam
kisah keduanya kita juga dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya berkorban
di jalan Allah seperti dengan mengerahkan tenaga, waktu, dan fikiran untuk menegakkan
agama Allah Azza wa Jalla, dimana sikap ini sangat langka ditemukan di zaman
sekarang.
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Idul
Adh-ha adalah hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ
عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Tabaaraka wa
Ta’aala adalah hari nahar (Idul Adh-ha), lalu hari qar (setelah hari nahar).”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim, dishahihkan
oleh Hakim dan Al Albani, Shahihul Jami’ no. 1064).
Di hari
ini (10 Dzulhijjah) para tamu Allah (jamaah haji) melakukan empat hal; melempar
jumrah Kubra (aqabah), menyembelih hewan hadyu, mencukur rambut, dan thawaf
ifadhah. Sedangkan kita yang di sini membersihkan lahir maupun batin, berhias
dengan pakaian yang indah, bertakbir, shalat Ied, dan berkurban.
Sebagaimana
para tamu Allah saat ihram menahan diri dari mencukur rambut dan memotong kuku
sampai mereka menyembelih hewan hadyunya, maka Allah juga menjadikan orang yang
berkurban sama seperti mereka, yakni menahan diri dari memotong rambut dan kuku
dari sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai ia berkurban.
Hari raya Idul Adh-ha
lebih utama daripada Idul Fitri karena di hari Idul Adh-ha terdapat shalat Ied
dan berkurban, dalam Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, sedangkan
berkurban lebih utama daripada bersedekah. Di
samping itu, pada hari nahar berkumpul dua keutamaan; waktu dan tempat yang
utama.
Hari ini dan tiga hari
setelahnya adalah hari raya kita kaum muslimin; di samping Idul Fitri dan hari
Jum’at. Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَوْمُ الْفِطْرِ وَ يَوْمُ النَّحْرِ وَ أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ عِيْدُنَا
أَهْلُ الْإِسْلاَمِ وَ هِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَ شُرْبٍ
“Idul Fitri, hari nahar
(Idul Adh-ha), dan hari-hari tasyriq adalah hari raya kita kaum muslim. Ia
adalah hari makan dan minum. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan
Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 8193)
إِنَّ هَذِهِ الْأَيَّامَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَ شُرْبٍ وَ ذِكْرِ اللهِ
“Sesungguhnya hari-hari
ini (hari nahar dan hari tasyriq) adalah hari makan, minum, dan berdzikr kepada
Allah.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Oleh karena hari
tasyriq juga sebagai hari raya, maka diharamkan melakukan puasa pada
hari-hari tersebut kecuali bagi orang yang tidak memperoleh hadyu tamattu, maka
ia boleh melakukan puasa pada hari tersebut.
Kita pun disyariatkan
banyak berdzikr berdasarkan hadits di atas. Oleh karenanya, kita disyariatkan melakukan takbir pada hari
raya Idul Adh-ha dimulai dari subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga akhir
hari tasyriq. Ini adalah takbir muqayyad, takbir yang kita baca seusai shalat
setelah beristighfar tiga kali dan mengucapkan Allahumma antas salam wa
minkas salam tabaarakta yaa dzal Jalalil wal Ikram, di samping kita baca juga
secara mutlak.
Imam
Bukhari meriwayatkan dari Umar radhiyallahu anhu, bahwa ia bertakbir di
kemahnya di Mina lalu penghuni masjid mendengar takbirnya sehingga mereka
bertakbir, demikian pula penduduk di pasar ikut bertakbir sehingga pasar bergemuruh
suara takbir.
Ibnu Umar
ketika berada di Mina bertakbir pada hari-hari tasyriq dan seusai shalat, demikian
pula ketika berada di tempat tidurnya, di kemahnya, di majlisnya, dan di jalan-jalan
yang dilaluinya.
Maimunah
Ummul Mukminin radhiyallahu anha juga bertakbir pada hari Nahar.
Demikian
pula dahulu kaum wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin
Abdul Aziz pada malam-malam hari tasyriq bersama kaum lelaki di masjid.
Al Hafizh
berkata, “Atsar-atsar ini menunjukkan adanya takbir pada hari-hari itu seusai
shalat dan dalam keadaan lainnya.”
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ
أَكْبَرُ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ
الْحَمْدُ.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Idul Ad-ha juga
mengingatkan kita kepada sejarah bapak para nabi, yaitu Nabi Ibrahim alaihis
salam; bagaimana Beliau berdakwah mengajak kaumnya hanya menyembah Allah dan
meninggalkan patung-patung serta apa saja yang disembah selain Allah, bagaimana
Beliau menghancurkan patung-patung yang disembah kaumnya, dan bagaimana Beliau
selalu tunduk dan patuh terhadap perintah Allah, sehingga Dia menjadikan
Ibrahim sebagai imam; panutan bagi umat manusia. Demikian pula Idul Adh-ha
mengingatkan kita terhadap salah satu sunnah Nabi Ibrahim alaihis salam, yaitu
berkurban.
Berkurban disyariatkan
untuk merealisasikan tauhid, mengagungkan dan membesarkan Allah Azza wa Jalla, serta
agar nama-Nya saja yang disebut ketika menyembelih hewan; tidak selain-Nya. Dia
berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ -لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا
أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah, sesungguhnya
shalatku, kurbanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.—Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan yang demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah)". (QS. Al An’aam:
162-163)
Ibadah kurban juga
disyariatkan untuk membuktikan ketakwaan kita kepada Allah Azza wa Jalla,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ
يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)
Yakni
takwa dan niat yang ikhlas itulah yang naik menghadap Allah Azza wa Jalla.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Pensyariatan kurban
sangat ditekankan bagi orang yang mampu, bahkan sebagian ulama berpendapat
wajib bagi mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ وَجَدَ سعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa yang
memiliki kesanggupan (untuk berkurban), namun tidak mau melakukannya, maka
jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan).” (HR. Ibnu Majah dan lain-lain dengan sanad
hasan).
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Ibadah yang satu ini
(kurban) memiliki aturan-aturan sebagaimana yang telah diterangkan dalam Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu:
-
Hewan yang bisa dikurbankan adalah unta, sapi, dan
kambing.
-
Waktu berkurban adalah setelah shalat Ied dan berakhir sampai
akhir hari tasyriq.
-
Seekor kambing cukup untuk satu keluarga.
-
Seekor unta dan sapi dari
tujuh orang.
-
Hewan kurban hanya sah jika selamat dari cacat yang menjadi
penghalang untuk keabsahannya. Cacat tersebut adalah buta sebelah matanya
dengan jelas, pincang dengan jelas, sakit dengan jelas, dan kurus sekali tidak
bersumsum (Hal ini berdasarkan hadits Al Barra’). Termasuk pula cacat-cacat
yang semisal itu atau lebih parah lagi.
-
Usia hewan yang dikurbankan harus sesuai. Jika unta, maka yang
usianya 5 tahun, sapi yang usianya 2 tahun, kambing yang usianya setahun,
sedangkan biri-biri atau domba boleh
mendekati setahun atau minimal
6 bulan.
-
Hendaknya penyembelih bersikap lembut kepada hewan
kurbannya, oleh karenanya ia tidak menajamkan pisaunya di hadapan hewan kurban,
tidak menyembelih di hadapan hewan kurban yang lain, tidak menarik hewan kurban
dengan menyeretnya, tidak mengulitinya sampai hewan itu benar-benar telah mati.
-
Si penyembelih wajib mengucapkan basmalah (Bismillah), dan
dianjurkan menambahkan dengan takbir “Allahu akbar”.
-
Dianjurkan dalam distribusi hewan kurban adalah orang yang
berkurban ikut memakan daging hewan kurbannya, lalu menyedekahkan kepada kaum fakir-miskin, dan menghadiahkan kepada orang lain seperti kepada teman, tetangga, dan
kerabatnya.
-
Dianjurkan menyembelih hewan sendiri jika ia mampu menyembelih,
atau menghadiri proses penyembelihan hewan kurbannya.
-
Tidak boleh membayar tukang jagal dari hewan kurbannya, namun
tidak mengapa memberinya dalam bentuk hadiah (bukan sebagai upah).
Demikianlah hukum-hukum
singkat seputar kurban.
Kita berdoa kepada Allah
agar Dia membimbing kita semua ke jalan yang diridhai-Nya, memasukkan kita ke
surga, dan menghindarkan kita dari neraka.
هَذَا
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ
الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ : إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ ، وخَصَّ
مِنْهُمُ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ
، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ
، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ
وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ
أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ
يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ
وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
Telegram: @Pena_Islam
0 komentar:
Posting Komentar