Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan
tentang cara
menghitung warisan, semoga Allah
menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
I. Dalil Pembagian Warisan
Allah Ta’ala berfirman,
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ
حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا
مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ
وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ
السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (11) وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ
إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ
يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ (12)
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang
anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh
harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.--Dan bagimu
(suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat
yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayarkan hutangnya. Para istri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan setelah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, setelah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau setelah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Qs. An Nisaa: 11-12)
Dalam hadits disebutkan, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا
بَقِىَ فَهُوَ لأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ ».
"Berikanlah bagian Ashabul Furudh, sisanya untuk laki-laki yang terdekat (ashabah)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam
hadits Abu Umamah Al Bahiliy radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْطَى
كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ ، فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Sesungguhnya
Allah telah memberikan hak kepada yang memiliki hak, maka tidak ada wasiat
untuk ahli waris.” (Hr. Abu
Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 1720).
Kedua hadits di atas dan surah An Nisaa’ ayat
11 dan 12 sebelumnya serta ayat terakhir dari surat An Nisa' sudah cukup
menerangkan sebagian besar hukum-hukum Faraa'idh (ilmu pembagian waris) dan
hukum-hukum wasiat.
Dalam hadits di atas diterangkan, bahwa As-habul Furudh (yang memperoleh
bagian tertentu) didahulukan di atas ‘ashabah (yang memperoleh sisanya).
Setelah ashabul furudh mendapatkan bagian, maka sisanya untuk ashabah. Ashabah
adalah laki-laki yang terdekat kepada si mati, dan di antara yang terdekat ini
yang didahulukan adalah yang terdekat jihat(arah)nya[i], lalu manzilah(kedudukan)nya[ii] kemudian kuatnya[iii].
As-habul Furudh adalah
orang yang mendapatkan bagian yang ditentukan. Berikut ashabul furudh dari kalangan
laki-laki dan perempuan:
II. As-habul Furudh dari
kalangan laki-laki
1. Ayah
-
1/6, Jika bersama furu’/keturunan yang laki-laki (anak laki-laki atau
cucu laki-laki dari anak laki-laki).
-
1/6
dan ashabah (sisa). Jika bersama furu’ yang perempuan
(tanpa ada laki-lakinya).
-
Ashabah. Jika tidak ada furu’/keturunan laki-laki atau perempuan
(anak/cucu dari anak laki-laki).
2. Suami
-
¼ Jika bersama furu’.
-
½ jika tidak bersama furu’.
3. Kakek (ayahnya ayah dst. ke atas).
Ia seperti ayah, hanya
saja ia sebagai ‘ashabah jika tidak ada ayah dan tidak ada furu’. Dan ia
terhalang (mahjub) ketika masih ada ayah.
4. Saudara seibu
- 1/6, jika seorang diri dan
tidak ada ahli waris ushul maupun furu’.
- 1/3, Jika dua orang atau lebih
mendapatkan secara rata, (yang laki-laki tidak lebih dari wanitanya).
- Mahjub (tertutup), jika ada ahli waris dari kalangan ushul maupun furu’.
III. As-habul Furudh dari
kalangan perempuan
1. Istri
- ¼, jika tidak ada furu’.
- 1/8, jika ada furu’ (Jika
jumlah isteri lebih dari satu, maka mereka mengambil secara rata dari 1/4 atau
1/8 itu).
2. Ibu
- 1/3, Jika tidak ada furu’ dan
sejumlah (lebih dari satu) orang saudara.
- 1/6, apabila: (a) Jika ada
furu’, atau (b) Ada sejumlah (lebih dari satu) saudara, baik pria maupun
wanita.
- 1/3 dari sisa,
Jika bersama ayah dan suami atau isteri[iv].
3. Nenek (ibunya ibu atau ibunya ayah).
- 1/6, jika tidak ada ibu. Jika
jumlahnya banyak maka 1/6 itu dibagi rata.
- Mahjub (tertutup), Jika ada ibu atau nenek yang lebih dekat kepada si mati (seperti
ibunya ayah).
4. Anak perempuan
- ½, Jika seorang diri dan
tidak ada anak laki-laki.
- 2/3, Jika dua orang atau lebih
dan tidak ada anak laki-laki.
- ‘Ashabah,
Jika bersama anak laki-laki, yakni bagian seorang laki-laki dua bagian wanita.
5. Cucu perempuan dari anak laki-laki
- ½, Jika seorang diri dan tidak
ada anak laki-laki atau anak perempuan.
- 2/3 (dibagi rata), Jika dua
orang atau lebih dan tidak ada anak/cucu laki-laki.
- 1/6, Jika bersama seorang anak
perempuan (tidak meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki)
menyempurnakan 2/3.
Contoh:
Seorang wafat meninggalkan:
1 anak perempuan, 1 cucu perempuan, dan 1 saudara perempuan. Pembagiannya: 1
anak perempuan ½, cucu perempuan 1/6, dan sisanya untuk saudari.
- Ashabah (sisa),
Jika bersama dengan cucu laki-laki; untuk laki-laki dua bagian perempuan.
- Mahjub (tertutup), jika: (a) Jika ada anak laki-laki, (b) Jika ada dua putri atau
lebih, kecuali jika bersama mereka ada cucu laki-laki dari anak laki-laki yang
sederajat atau di bawah mereka sehingga mereka menjadi 'ashabah.
6. Saudari kandung
- 1/2, Jika seorang diri dan tidak ada anak/cucu, ayah/kakek dan tidak ada saudara sekandung.
- 2/3, Jika 2 orang
atau lebih dan tidak ada anak/cucu,
ayah/kakek dan tidak ada saudara sekandung.
- ‘Ashabah bi ghairih, Jika bersama saudara laki-laki
sekandung dan tidak ada orang-orang di atas (ushul maupun furu’ yang
laki-laki), bagian seorang laki-laki adalah dua bagian perempuan.
- ‘Ashabah ma’a ghairih, Jika bersama anak perempuan atau
cucu perempuan dari anak laki-laki, ia mengambil sisanya setelah anak perempuan
atau cucu perempuan mengambil bagian sebagai as-habul furudh.
- Mahjub (terhalang), Ketika ada ahli waris furu’ yang
laki-laki seperti anak/cucu dan ketika ada ahli waris ushul seperti ayah.
7. Saudari seayah
-
½, Jika sendiri dan tidak ada anak atau cucu, saudara seayah,
saudari sekandung dan ayah/kakek.
-
2/3, Jika ada 2 orang atau lebih dan tidak ada anak atau cucu,
saudara dan ayah/kakek.
-
1/6, Jika bersama-sama dengan seorang saudari kandung, tanpa saudara
laki-laki.
-
Ashabah
bighairih, Jika ada saudara laki-laki seayah, seorang
laki-laki mendapatkan dua bagian perempuan.
-
‘Ashabah
ma’al ghair, Jika bersama dengan anak
perempuan atau cucu perempuan, ia mengambil sisanya setelah anak perempuan atau
cucu perempuan mengambil bagian sebagai as-habul furudh.
8. Saudari seibu
- 1/6, Jika sendiri, dan tidak
ada furu’ maupun ushul (anak/cucu/ayah/kakek).
- 1/3, Jika dua orang atau
lebih, dan tidak ada furu’ maupun ushul.
- Mahjub (terhalang), Jika ada furu’ maupun ushul.
IV. Contoh Singkat Perhitungan
Fara’idh
Harta peninggalan si mayit Rp. 300.000, ahli waris: Saudari seibu, saudari
sekandung, dua saudari seayah dan seorang ibu, maka:
Ahli waris |
Fardh |
AM = 6 |
Dari 300.000 |
Saudari seibu |
1/6 |
1/6 x 300.000 |
50.000 |
Saudari sekandung |
½ |
3/6 x 300.000 |
150.000 |
2 saudari seayah |
1/6 |
1/6 x 300.000 |
50.000 |
Seorang ibu |
1/6 |
1/6 x 300.000 |
50.000 |
Catatan:
- Untuk mengetahui fardh (bagiannya dalam
warisan), maka lihat bagian As-habul Furudh di atas.
- AM adalah singkatan dari Asal
Masalah, yakni angka yang disimpulkan dari fardh (bagian)-fardh
yang ada. Seperti dari 1/6, ½, 1/6 dan 1/6 AM-nya adalah 6. AM dalam ilmu
Matematika seperti KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil).
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[i] Jika semua jihat ada; Bunuwwah (furu’/anak
dst. ke bawah), Ubuwwah (ushul/ayah dst. ke atas), Ukhuwwah (Hawaasyi/saudara
dan anak-anaknya), ‘Umuumah (paman dan anak-anaknya) dan dzul wala’ (Laki-laki atau perempuan yang memerdekakan), maka
yang didahulukan adalah jihat bunuwwah.
[ii] Misalnya sama jihatnya, yaitu di bunuwwah seperti anak
laki-laki dan cucu laki-laki, maka anak laki-laki lebih didahulukan daripada
cucu laki-laki. Demikian juga antara bapak dan kakek, maka bapak lebih
didahulukan daripada kakek.
[iii] Misalnya anak laki-laki sekandung dengan anak laki-laki
seayah, maka didahulukan anak laki-laki sekandung. Demikian juga saudara
laki-laki sekandung dengan saudara laki-laki seayah, maka didahulukan saudara
laki-laki sekandung.
[iv] Yaitu dalam 2 masalah Umariyatain (Nisbat kepada
Umar bin Al Khaththab radhiyallahu 'anhu, karena beliau
yang memutuskan demikian di masa khilafahnya)/Gharraawain (2 masalah yang sangat terang) setelah
dibagikan bagian salah seorang suami atau isteri. yaitu:
1.
Si mayit meninggalkan suami, ibu dan ayah, asal masalah(kpk)nya adalah 6,
untuk suami ½ (dari 6) yaitu 3, untuk ibu 1/3 dari sisa yaitu 1, dan
untuk ayah sisanya yaitu 2.
2.
Si mayit meninggalkan Istri, ibu dan ayah, asal masalahnya adalah 4, untuk istri 1/4 yaitu
1, untuk ibu 1/3 dari sisanya yaitu 1, dan untuk ayah sisanya yaitu 2.
Misalnya harta peninggalan si
mati berjumlah Rp. 600.000, ahli warisnya suami, ibu dan ayah, maka:
Ahli waris |
Fardh |
AM = 6 (KPK dari 2 dan 3) |
Bagiannya dari 600.000 |
Suami |
½ |
3/6 x 600.000 |
300.000 |
Ibu |
1/3 dari sisa |
2/6 x 300.000 |
100.000 |
Ayah |
Sisanya |
- |
200.000 |
Namun menurut Ibnu Abbas dan beberapa
tabi’in bahwa memutuskan masalahnya itu sbb:
1.
Suami mendapatkan ½, ibu mendapatkan
1/3 dari jumlah harta, bukan dari sisa, sedangkan ayah mendapatkan selebihnya sebagai
‘ashabah. Jadi dari KPK 6; suami mendapatkan 3 (1/2 dari 6 =3), ibu mendapatkan
2 (1/3 dari 6 = 2) dan ayah sisanya yaitu 1.
2.
Istri mendapat ¼, ibu mendapatkan 1/3
dari jumlah harta, bukan dari sisa, sedangkan ayah mendapatkan selebihnya
sebagai ‘ashabah. Jadi dari kpk 12; istri mendapatkan 3 (yakni ¼ dari 12), ibu
mendapatkan 4, dan ayah mendapatkan sisanya yaitu 5.
Dengan pembagian seperti ini, maka si ayah
terkadang mendapatkan lebih dari ibu dan terkadang kurang, namun dengan
pembagian Umariyatain, maka ayah selamanya mendapatkan lebih dari ibu, namun
dijawab oleh orang yang memegang pendapat Ibnu Abbas bahwa yang namanya
‘ashabah itu tidak tentu; terkadang mendapatkan lebih dan terkadang kurang.
Akan tetapi kaedah umum antara ahli waris laki-laki dan wanita yang satu
tingkat (sama-sama orang tua), maka selayaknya bagian laki-laki dua kali bagian
wanita, sehingga masalah Umariyatain di atas itulah yang lebih tepat, wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar