بسم
الله الرحمن الرحيم
Etika Pergaulan Suami-Istri
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan
tentang etika pergaulan suami-istri, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah
ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Etika Suami Bergaul
Dengan Istri
1. Mempergauli istri
dengan baik
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan pergaulilah mereka
(para istri) dengan baik.”
(Qs. An Nisaa: 19)
Bergaul dengan istri
secara baik juga merupakan tolok ukur kualitas akhlak seorang suami secara
umum. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا، وَخَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِنِسَائِهِمْ
“Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang
paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya.” (Hr.
Tirmidzi, dinyatakan hasan shahih oleh Tirmidzi dan Al Albani)
2. Memberikan nafkah,
pakaian, dan tempat tinggal kepada istri sesuai kemampuan
Allah Azza wa Jalla
berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ
عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ
“Hendaklah orang yang
mampu memberi nafkah menurut kemampuannya dan orang yang disempitkan rezekinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.” (Qs. Ath Thalaq: 7)
Dari Hakim bin Mu’awiyah
Al Qusyairiy, dari ayahnya ia berkata, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah,
apa hak istri yang harus dipenuhi suami?” Beliau bersabda,
«أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ،
وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، أَوِ اكْتَسَبْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا
تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ»
“Engkau memberinya makan
sebagaimana engkau makan, engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau
berpakaian, dan jangan memukul mukanya, jangan menjelekkannya, dan jangan
meninggalkannya kecuali di rumah.” (Hr. Abu Dawud, dan dinyatakan hasan shahih
oleh Al Albani)
3. Lembut kepada istri
dan mengajaknya bercanda
عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّهَا
كَانَتْ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ قَالَتْ: فَسَابَقْتُهُ
فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَيَّ، فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي
فَقَالَ: «هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ»
Dari Aisyah radhiyallahu
anha bahwa ia pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah
safar, lalu aku berlomba lari dengan Beliau dan aku memenangkan perlombaan itu,
namun ketika aku semakin gemuk, aku berlomba lari dengan Beliau, Beliau
mengalahkanku, lalu Beliau bersabda, “Kemenangan ini sebagai ganti kekalahan
perlombaan waktu itu.” (Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam juga bersabda,
كُلُّ شَيْءٍ يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ فَهُوَ بَاطِلٌ
إلَّا تَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ وَرَمْيَهُ بِقَوْسِهِ وَمُلَاعَبَتَهُ امْرَأَتَهُ
“Semua permainan
seseorang adalah batil kecuali melatih kudanya, melepas panah dari busuhnya,
dan bercanda dengan istrinya.” (Hr. Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 4534)
4. Berhias untuk istri
Ibnu Abbas radhiyallahu
anhuma berkata, “Aku suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka dia
berhias untukku, karena Allah Ta’ala berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Qs. Al Baqarah: 228)
(Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah)
5. Mengajarkan ilmu
agama kepadanya atau memberikan fasilitas yang memadai untuk belajar agama,
serta mendorongnya untuk taat beribadah.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu.”
(Qs. At Tahrim: 6)
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah
kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha: 132)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ
مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ، نَضَحَ فِي وَجْهِهَا
الْمَاءَ، رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ، وَأَيْقَظَتْ
زَوْجَهَا، فَإِنْ أَبَى، نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ»
“Semoga Allah merahmati
seorang suami yang bangun malam lalu shalat malam dan membangunkan istrinya.
Jika istrinya enggan, maka ia percikkan air ke mukanya. Semoga Allah merahmati
seorang istri yang bangun malam lalu shalat malam dan membangunkan suaminya. Jika
suaminya enggan, maka ia percikkan air ke mukanya.” (Hr. Abu Dawud, dinyatakan
hasan shahih oleh Al Albani)
6. Memaklumi
kekurangannya selama tidak melampaui batas syariat
Allah Subhaanahu wa
Ta’ala berfirman,
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا
شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian apabila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An Nisaa: 19)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً،
إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ»
“Janganlah seorang
mukmin membenci wanita mukminah. Jika ia tidak suka akhlaknya yang satu, mungkin
suka kepada akhlaknya yang lain.” (Hr. Muslim)
Sebagian kaum salaf
berkata, “Ketahuilah, bahwa bukanlah termasuk akhlak mulia kepada wanita hanya
menahan gangguan diri terhadapnya, bahkan yang merupakan akhlak mulia adalah
ketika menanggung gangguan darinya, santun (tidak lekas marah) terhadap sikap
tidak terkendali dan marahnya karena mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam.”
7. Bersikap tegas
kepadanya ketika istri nusyuz (durhaka dan berani terhadap suami/melanggar
aturan syariat) dalam rangka mendidiknya, bukan menyakitinya
Tahapannya adalah
sebagai berikut:
a. Jika durhaka, berilah
nasihat dengan baik.
b. Jika dinasihati belum
membaik, maka dengan membelakanginya ketika tidur dalam satu ranjang. Jika
belum patuh juga, maka dengan pisah ranjang dalam satu rumah,
c. Jika belum jera juga,
maka pukullah dia pada selain muka dengan pukulan yang mendidik dan tidak
menyakiti fisiknya.
Allah Subhaanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا
عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
“Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya[i],
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[ii].” (Qs. An Nisaa’: 34)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, “Dan jangan memukul mukanya, jangan menjelekkannya, dan jangan
meninggalkannya kecuali di rumah.” (Hr. Abu Dawud, dan dinyatakan hasan shahih
oleh Al Albani)
8. Tidak melarang istri
untuk hadir shalat berjamaah, tentunya dengan syarat mengenakan hijab dan tidak
memakai wewangian
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam,
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ،
وَلَكِنْ لِيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلَاتٌ
“Janganlah kalian
mencegah hamba-hamba Allah yang wanita dari mendatangi masjid-masjid Allah,
namun hendaknya mereka keluar tanpa mengenakan wewangian.” (Hr. Abu Dawud,
dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
9. Memberikan hak istri
untuk diajak bercanda dan bercengkerama
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam pernah menegur Abdullah bin Amr bin Ash, “Wahai Abdulah, aku
mendapatkan berita bahwa engkau berpuasa di siang hari dan melakukan
qiyamullail di malam hari (dalam waktu yang lama)?” Abdullah bin Amr menjawab,
“Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,
«فَلاَ تَفْعَلْ، صُمْ وَأَفْطِرْ،
وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا،
وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا»
“Jangan lakukan hal itu.
Berpuasalah dan berbukalah, bangun malam dan tidurlah, karena jasadmu memiliki
hak yang wajib engkau penuhi, matamu memiliki hak dan istrimu juga memiliki hak
yang harus engkau penuhi.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
10. Bersikap adil
apabila memiliki istri lebih dari satu
Yakni ia adil dalam
perkara lahiriah seperti dalam hal makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal,
dan bermalam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ
فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ»
“Barang siapa yang
memiliki dua istri, lalu ia lebih cenderung kepada salah satunya, maka ia akan
datang pada hari Kiamat dalam keadaan badannya miring sebelah.” (Hr. Abu Dawud,
dishahihkan oleh Al Albani)
Etika Istri Bergaul
Dengan Suami
1. Menaati perintah
suami selama perintahnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah
ditanya, “Siapakah wanita terbaik?” Beliau menjawab,
«الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا
نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا
يَكْرَهُ»
“Yang menyenangkan
suaminya ketika suami memandangnya, menaatinya ketika suami memerintahkan, dan
tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya dengan melakukan hal yang tidak
disukai suaminya.” (Hr. Nasa’i, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al
Albani)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam juga bersabda,
«لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ،
إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعْرُوفِ»
“Tidak ada ketaatan dalam
maksiat, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf (baik atau
wajar).” (Hr. Bukhari)
«إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ
خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيْلَ
لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ»
“Apabila seorang wanita
shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan
menaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masuklah ke surga dari pintu
surga mana saja yang engkau inginkan.” (Hr. Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Al
Albani dalam Shahihul Jami no. 303)
2. Tidak keluar rumah
kecuali dengan izin suaminya
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Qs. Al Ahzab: 33)
3. Tidak memberi izin
orang lain masuk ke rumah suami, kecuali dengan izinnya
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ
أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ، وَلاَ تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ
إِلَّا بِإِذْنِهِ، وَمَا أَنْفَقَتْ مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ
يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ»
“Tidak halal bagi
seorang wanita berpuasa sedangkan suami ada kecuali dengan izinnya, ia juga
tidak boleh mengizinkan orang lain masuk ke rumahnya kecuali dengan izinnya,
dan sesuatu yang diinfakkannya tanpa izinnya –selama tidak merugikan harta
suaminya- , maka ia (suami atau istri) memperoleh separuh pahala.” (Hr.
Bukhari)
وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ
أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ، فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ،
وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ،
“Kewajiban mereka kepada
kalian adalah mereka tidak mengizinkan orang-orang yang kalian tidak sukai
untuk masuk ke rumah kalian (dan duduk di tempat khusus kalian). Jika mereka
melakukan hal itu, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras dan membekas
(tidak menimbulkan cacat). Mereka juga punya hak yang kalian harus penuhi,
yaitu memberi mereka rezeki dan pakaian secara wajar.” (Hr. Muslim)
4. Menjaga harta
suaminya, sehingga ia tidak menginfakkan harta suaminya kecuali dengan izinnya.
Rasululullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
لَا تُنْفِقُ امْرَأَةٌ شَيْئًا مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا
إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا
“Dan seorang wanita
tidak boleh menginfakkan sesuatu dari rumah (harta suaminya) kecuali dengan
izinnya.”
Lalu ada yang bertanya,
“Wahai Rasulullah, tidak jugakah makanan?” Beliau bersabda, “Itu adalah harta
kita yang paling utama.”
(Hr. Abu Dawud dan
Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani)
Kecuali jika hanya
sedikit menurut uruf (kebiasaan yang berlaku), maka boleh bagi istri bersedekah
tanpa harus meminta izin kepadanya. Hal ini berdasarkan hadits Asma binti Abu
Bakar, bahwa ia pernah berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya Zubair seorang yang keras, terkadang orang miskin datang
kepadaku, maka bolehkah aku bersedekah kepadanya dari rumah(harta)nya tanpa
izinnya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«ارْضَخِي ، وَلَا تُوعِي
فَيُوعِيَ اللهُ عَلَيْكِ»
“Berikanlah sekedarnya,
jangan engkau tahan sehingga Allah menahan karunia-Nya kepadamu.” (HR. Ahmad,
Bukhari, dan Muslim)
5. Tidak berpuasa sunah
ketika ada suaminya kecuali dengan izinnya
Dalilnya telah
disebutkan.
5. Pandai berterima
kasih terhadap kebaikan suami dan tidak mengingkarinya
Allah Ta’ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا
فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka
wanita yang salihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada karena Allah telah
memelihara (mereka).” (Qs. An Nisaa’: 34)
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ
لِزَوْجِهَا، وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“(Pada hari Kiamat)
Allah tidak akan melihat wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya,
padahal ia selalu membutuhkannya.” (Hr. Nasa’i dalam Al Kubra,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 289)
Beliau juga bersabda,
“Aku melihat penghuni neraka kebanyakan adalah kaum wanita.” Para sahabat
bertanya, “Mengapa demikian wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena
kekufuran mereka.” Lalu ada yang bertanya, “Apakah karena mereka kufur kepada
Allah?” Beliau bersabda,
يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ،
لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ:
مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Mereka kufur kepada
suami dan kufur kepada kebaikannya. Jika engkau telah berbuat baik kepadanya
sepanjang waktu, lalu ia melihat kesalahan pada dirimu, maka ia berkata, “Aku
tidak melihat kebaikan sedikit pun pada dirimu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
6. Berhias untuk suami
Hal ini ditunjukkan oleh
hadits Abu Hurairah sebelumnya, yaitu ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam
ditanya tentang wanita yang terbaik, maka Beliau menjawab, “Yang
menyenangkan suaminya ketika suami memandangnya.” (Hr. Nasa’i, dan
dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
7. Tidak menyakiti hati
suami.
Oleh karena itu, seorang
istri tidak marah-marah kepada anak-anaknya di hadapan suami, tidak mendoakan
keburukan atas mereka, dan tidak memaki mereka, karena itu semua dapat
menyakiti hati suami. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا،
إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لَا تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ اللَّهُ،
فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang wanita
menyakiti suaminya di dunia, melainkan istrinya dari kalangan bidadari berkata,
“Celaka engkau! Janganlah engkau sakiti dia, karena dia hanya sekedar tamu di
sisimu, dan sebentar lagi dia akan berpisah denganmu dan mendatangi kami.” (Hr.
Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)
8. Tidak menolak
ajakannya untuk berhubungan intim
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ
فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila suami mengajak
istrinya ke tempat tidur, lalu istri enggan, sehingga suami semalaman marah
kepadanya, maka para malaikat akan melaknatnya hingga pagi hari.” (Hr. Bukhari
dan Muslim)
9. Tidak membuka rahasia
hubungan intim
Dari Asma binti Yazid
radhiyallahu anha bahwa suatu ketika ia pernah di dekat Nabi shallallahu alahi
wa sallam, sedangkan kaum laki-laki dan wanita sedang duduk-duduk, lalu Beliau
bersabda, “Boleh jadi seorang laki-laki ada yang menyampaikan apa yang
dilakukannya dengan istrinya, dan seorang wanita menyampaikan apa yang
dilakukannya dengan suaminya?” Maka semua terdiam, lalu aku berkata, “Ya, demi
Allah wahai Rasulullah, kaum wanita melakukan hal itu dan kaum laki-laki juga
sama.” Beliau bersabda, “Jangan kalian lakukan, perumpamaan hal itu adalah
seperti setan laki-laki berjumpa dengan setan perempuan di jalan, lalu ia
menyetubuhinya, sedangkan yang lain menyaksikan.” (Hr. Ahmad, dishahihkan oleh
Al Albani dalam Adabuz Zifaf).
10. Tidak meminta talak (cerai) kepada suami
tanpa sebab.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ
زَوْجَهَا طَلَاقًا مِنْ غَيْرِ بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ»
“Siapa saja wanita yang
meminta talak kepada suami tanpa sebab, maka haram baginya mencium wangi
surga.” (Hr. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
«المُخْتَلِعَاتُ هُنَّ المُنَافِقَاتُ»
“Wanita yang meminta
talak tanpa sebab yang mendesak adalah wanita munafik.” (Hr. Tirmidzi dan
dishahihkan oleh Al Albani)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Kutubus
Sittah, Silsilah Ash Shahihah (M. Nashiruddin Al Albani), Al Wajiz
(Abdul Azhim bin Badawi), Fiqhus
Sunnah (Sayyid Sabiq), dll.
[i] Nusyuz yaitu meninggalkan kewajiban
bersuami-istri. Nusyuz dari pihak istri seperti durhaka kepada suami, tidak mau
menaatinya, menolak ajakannya ke kasur, dan meninggalkan rumah tanpa izin
suaminya.
[ii] Maksudnya untuk memberi pelajaran
kepada istri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah diawali memberi
nasehat. Jika nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur
mereka. Jika tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan
pukulan yang tidak meninggalkan bekas.
0 komentar:
Posting Komentar