Hiburan Untuk Mereka Yang Tertimpa Musibah

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫و بشر الصابرين‬‎
Hiburan Untuk Mereka Yang Tertimpa Musibah
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Saudaraku, hidup di dunia ini tidak lepas dari cobaan, agar kita tidak menjadikannya sebagai tempat tujuan. Itu adalah Sunnatullah yang Allah tetapkan untuk mereka yang hidup di dunia, Dia berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Terj. Al Baqarah: 155)
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Qs. Al Mulk: 2)
Allah ingin mengujimu; apa sikapmu terhadap musibah itu? Apakah engkau bersabar terhadap cobaan itu atau bersikap keluh kesah dan tidak menerima?
Jelas sekali, sikap yang benar adalah bersabar. Karena sikap keluh kesah, protes, dan tidak menerima tidak dapat menarik dan merubah apa yang telah terjadi, bahkan hanya menambah dosa, penderitaan di batin, dan murka dari Allah Sang Pencipta.
Sebaliknya, jika engkau bersabar, maka Allah akan meridhaimu, mencintaimu, menyiapkan pahala yang besar bagimu, dan Dia akan merubah keadaanmu yang sebelumnya terpuruk menjadi baik dan bahagia, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Dia berfirman,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ - الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ -- أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.--(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali).--Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al Baqarah: 155-157)
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. Az Zumar: 10)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ، فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} [البقرة: 156] ، اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidak ada seorang muslim yang mendapatkan musibah, lalu mengucapkan seperti yang diperintahkan Allah, “innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un…dst.” (artinya: sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah pahala terhadap musibahku, dan gantikanlah untukku dengan yang lebih baik daripadanya),”  melainkan Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik daripadanya.” (Hr. Muslim)
Saudaraku, jangan engkau kira, bahwa hamba Allah yang paling baik adalah orang yang paling jauh dari cobaan, bahkan cobaan merupakan tanda keimanan.
Dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, “Siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab,
«الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ البَلَاءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ»
“Para nabi, kemudian yang setelahnya dan setelahnya. Seseorang akan diuji sesuai keadaan imannya. Siapa yang agamanya kuat, maka ujiannya pun berat, dan siapa yang agamanya lemah maka ujiannya disesuaikan dengan kadar agamanya itu. Ujian ini akan tetap menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di bumi tanpa membawa dosa.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan shahih oleh Tirmidzi dan Al Albani)
Demikian juga cobaan adalah salah satu tanda kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ قَوْماً ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَي، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya cobaan, dan Allah apabila mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa yang ridha, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya, dan barang siapa yang kesal terhadapnya, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Tirmidzi menghasankannya).
Saudaraku, dengan cobaan dan musibah pula, Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan kesalahanmu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا » 
“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim, melainkan Allah akan menggugurkan dosa-dosanya, meskipun hanya terkena duri.” (HR. Bukhari)
«مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»
“Tidaklah seorang muslim tertimpa kelelahan, sakit, kekhwatiran, kesedihan, gangguan, dan kegundahan, bahkan duri yang mengenainya, melainkan Allah akan hapuskan kesalahan-kesalahannya dengannya.” (Hr. Bukhari)
Maka berbaik sangkalah kepada Allah, bahwa Dia memberimu cobaan adalah untuk kebaikanmu; untuk menghapuskan kesalahan-kesalahanmu agar engkau meninggalkan dunia ini dalam keadaan bersih dari dosa, sehingga alam kubur nanti maupun alam akhirat menjadi tempat istirahatmu. Oleh karenanya, cobaan merupakan tanda Allah memberikan kebaikan kepadamu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِىَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah akan mempercepat sanksi di dunia. Dan apabila Allah menginginkan keburukan bagi hamba-Nya maka ditahan hukuman itu karena dosa-dosanya sehingga ia mendapatkan balasannya pada hari kiamat.” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Imam Syathibi rahimahullah berkata, "Berbahagialah orang yang meninggal dunia dalam keadaan dosa-dosanya ikut wafat meninggalkannya,  dan kesengsaraan yang panjang bagi orang yang meninggal dunia, sedangkan dosa-dosanya masih tetap menemaninya. Oleh karena itu selama seratus atau dua ratus tahun dia disiksa di kubur dan terus diminta pertanggungjawaban hingga habis dosa-dosanya. Allah Ta'ala berfirman,
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ
"Kami catat apa yang mereka kerjakan dan sisa-sisa peninggalan mereka." (Terj. Qs.  Yasin : 12) (Al Muwafaqat 1/361)
Sebagian kaum salaf (generasi pertama Islam) berkata, “Kalau bukan karena musibah, tentu kita akan mendatangi hari Kiamat dalam keadaan bangkrut.” (Uddatush Shabirin karya Ibnul Qayyim hal. 147)
Dia juga memberimu cobaan untuk mengembalikanmu kepada agama-Nya yang merupakan sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat, Dia berfirman,
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (Qs. Al A’raaf: 168)
Agar engkau tidak lagi berlebihan mengejar dunia yang sementara ini sampai melupakan akhirat, agar engkau mempersiapkan bekal yang banyak menuju akhirat sehingga engkau bahagia di sana, dan akhirat itu lebih baik lagi kekal abadi. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (Qs. Al Baqarah: 197)
Demikian pula, Dia mengujimu untuk meninggikan derajatmu, maka bersabarlah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِنَ اللَّهِ مَنْزِلَةٌ، لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ، أَوْ فِي مَالِهِ، أَوْ فِي وَلَدِهِ ثُمَّ صَبَّرَهُ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى»
“Sesungguhnya seorang hamba yang telah ditetapkan Allah memiliki suatu kedudukan tinggi, namun amalnya tidak dapat mencapainya, maka Allah akan memberikan ujian pada badannya, hartanya, atau anaknya, lalu Dia menjadikan hamba itu sabar menghadapinya sehingga Allah menyampaikan dengan musibah itu kepada kedudukan yang telah ditetapkan Allah baginya.” (Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Dengan demikian, seorang muslim yang tertimpa musibah, jika ia seorang yang saleh, maka cobaan itu menghapuskan kesalahan-kesalahan yang lalu dan mengangkat derajatnya. Namun jika ia seorang pelaku maksiat, maka cobaan itu akan menghapuskan dosa-dosanya dan sebagai peringatan terhadap bahaya dosa-dosa itu.
Saudaraku, jangan engkau kira mereka yang aman dari musibah, hidup enak tanpa mendapatkan cobaan padahal dirinya berbuat maksiat pertanda keadaan mereka baik. Sekali-kali tidak, bahkan yang demikian merupakan istidraj (penangguhan azab dari Allah). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِى الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا عَلىَ مَعَاصِيْهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ ثُمَّ تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم "فَلَمَّا نَسُوا ....الاية.
“Apabila kamu melihat Allah memberikan kenikmatan dunia yang disenangi kepada seorang hamba padahal ia berada di atas maksiat, maka sebenarnya hal itu adalah istidraj”, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  membacakan ayat,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
”Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (Qs. Al An’aam: 44). (HR. Ahmad dengan isnad yang jayyid, Shahihul Jami' no. 561)
Adapun saudara-saudaramu yang meninggal dunia dengan berbagai peristiwa dahsyat seperti gempa bumi, tsunami, tenggelam, tertimpa reruntuhan, terbakar dan sebagainya, maka boleh jadi itu lebih baik bagi mereka sebagai penebus kesalahan mereka dan agar mereka mendapatkan pahala yang besar dari Allah dengan memperoleh derajat syuhada. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: المَطْعُونُ، وَالمَبْطُونُ، وَالغَرِقُ، وَصَاحِبُ الهَدْمِ، وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Ada lima syuhada, yaitu orang yang terkena penyakit thaun (wabah yang melanda yang membinasakan manusia), orang yang wafat karena penyakit perut, orang yang wafat tenggelam, orang yang wafat tertimpa reruntuhan, dan orang yang syahid di jalan Allah.” (Hr. Bukhari)
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Syuhada itu ada tujuh di samping terbunuh di jalan Allah. Orang yang terkena tha’un adalah syahid, orang yang wafat tenggelam adalah syahid, orang yang wafat karena terkena dzatul janbi (TBC, ada pula yang mengartikan bisul besar di bagian dalam rusuk, atau penyakit pada bagian rusuk lainnya) adalah syahid, orang yang wafat karena penyakit pada perut adalah syahid, orang yang wafat karena terbakar adalah syahid, orang yang wafat karena tetimpa treruntuhan adalah syahid, dan wanita yang wafat karena melahirkan adalah syahid.” (Hr. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Maka Janganlah engkau bersedih!
Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam walhamdulillahi Rabbil alamin,
Marwan bin Musa 

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger