بسم الله الرحمن الرحيم
Shalat Khauf (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang
shalat khauf (saat situasi mencekam), semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Shalat Khauf
Para ulama sepakat
tentang disyariatkan shalat khauf berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ
لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ
فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ
يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ
عَلَيْكُمْ مَيْلَةً وَاحِدَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ كَانَ بِكُمْ أَذًى مِنْ
مَطَرٍ أَوْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَنْ تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ
اللَّهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
“Dan apabila kamu berada
di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)
besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat
besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat)[i], maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi
musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu
shalatlah mereka denganmu[ii],
dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir
ingin kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu
kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu,
jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang
sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu[iii].” (Qs. An Nisaa: 102)
Imam Ahmad rahimahullah
berkata, “Tentang shalat khauf ada enam atau tujuh hadits yang menyebutkan
cara-caranya, yang mana saja di antara cara itu dilakukan maka boleh.”
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “Dasarnya ada enam cara, tetapi oleh sebagian ulama disebutkan lebih
banyak lagi. Sebab terjadinya perbedaan itu adalah ketika para perawi
(periwayat) berbeda dalam menyebutkan kisah khauf, lalu para ulama menjadikan
hal itu sebagai salah satu sifat/cara tersendiri shalat khauf sehingga
jumlahnya menjadi tujuh belas. Jadi, mungkin yang dilakukan Nabi shallallahu
alaihi wa sallam tidak begitu banyak, hanya rawi-rawi itulah yang berbeda-beda
dalam menyebutkan.” Menurut Al Hafizh, inilah yang dijadikan pegangan.
Cara Shalat Khauf
Berikut ini di antara
riwayat-riwayat yang ada:
1. Ketika musuh berada
di arah selain kiblat,
Untuk shalat yang dua
rakaat, imam melakukan shalat satu rakaat dengan sekelompok orang yang di
belakangnya, lalu ia menunggu sekelompok orang di belakangnya untuk
menyempurnakan rakaat yang kurang sendiri-sendiri, kemudian mereka pergi
menghadap musuh, selanjutnya kelompok yang lain datang dan ikut shalat bersama
imam rakaat selanjutnya, lalu imam menunggu hingga mereka menyempurnakan rakaat
yang kurang, kemudian mereka mengucapkan salam bersama imam.
Dari Shalih bin Nahwat,
dari Sahl bin Abi Khaitsamah, bahwa sekelompok orang sahabat bershaf di
belakang Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sedangkan kelompok sahabat yang
lain menghadap musuh, lalu Beliau shalat satu rakaat dengan kelompok sahabat
yang bersamanya, Beliau tetap berdiri, kemudian mereka menyempurnakan sendiri,
lalu pergi menghadap musuh, kemudian datang kelompok sahabat yang lain lalu
Beliau shalat bersama mereka satu rakaat lagi, kemudian Beliau tetap dalam
keadaan duduk, dan kelompok sahabat yang di belakangnya menyempurnakan shalat
mereka, lalu Beliau salam bersama mereka. (Hr. Jamaah selain Ibnu Majah) [iv]
2. Musuh berada bukan di
arah kiblat
Imam shalat dengan
sekelompok[v]
pasukan satu rakaat, sedangkan kelompok yang satu lagi menghadap musuh, lalu
kelompok yang shalat satu rakaat bersama imam bangun menghadap musuh, kemudian
kelompok yang lain datang dan shalat bersama imam satu rakaat, lalu
masing-masing kelompok menyelesaikan sendiri rakaat yang kedua.
Hal ini berdasarkan
hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata,
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَلَّى بِإِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ، وَالطَّائِفَةُ الأُخْرَى مُوَاجِهَةُ العَدُوِّ،
ثُمَّ انْصَرَفُوا فَقَامُوا فِي مَقَامِ أَصْحَابِهِمْ أُولَئِكَ، فَجَاءَ أُولَئِكَ،
فَصَلَّى بِهِمْ رَكْعَةً، ثُمَّ سَلَّمَ عَلَيْهِمْ، ثُمَّ قَامَ هَؤُلاَءِ فَقَضَوْا
رَكْعَتَهُمْ، وَقَامَ هَؤُلاَءِ فَقَضَوْا رَكْعَتَهُمْ»
“Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat satu rakaat dengan kelompok yang
satu, sedangkan kelompok yang lain menghadap musuh, lalu kelompok pertama yang
shalat pergi menggantikan kelompok yang lain menghadap musuh, kemudian kelompok
yang lain datang, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat dengan mereka
satu rakaat dan melakukan salam, lalu kelompok yang satu menyelesaikan rakaat
yang kurang, dan kelompok yang lain juga menyelesaikan rakaat yang kurang.”
(Hr. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Zhahir hadits di atas
adalah bahwa kelompok kedua menyempurnakan setelah imam salam tanpa memutuskan
shalatnya karena menjaga musuh, sehingga kedua rakaat itu bersambung, dan bahwa
kelompok pertama tidak melakukan shalat rakaat yang kedua kecuali setelah
kelompok kedua keluar dari shalatnya untuk menghadap musuh.
Dari Ibnu Mas’ud ia
berkata, “Lalu Beliau salam, dan kelompok ini (kedua) bangun menyempurnakan
shalat untuk diri mereka satu rakaat lalu salam.”[vi]
3. Imam melakukan shalat
dengan setiap kelompok dua rakaat, sehingga dua rakaat pertama sebagai shalat
wajib, sedangkan dua rakaat yang kedua sebagai shalat sunah bagi imam
Hal itu karena orang
yang shalat fardhu bermakmum kepada orang yang shalat sunah adalah boleh.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِطَائِفَةٍ مِنْ
أَصْحَابِهِ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ صَلَّى بِآخَرِينَ أَيْضًا رَكْعَتَيْنِ،
ثُمَّ سَلَّمَ»
Dari Jabir bin Abdullah,
bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat dengan sekempok sahabatnya dua
rakaat lalu salam, lalu shalat lagi dua rakaat dan salam dengan kelompok
sahabat yang lain. (Hr. Syafi’i dan Nasa’i, dishahihkan oleh Al Albani)
Dalam sebuah riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i disebutkan dari Abu Bakrah, ia berkata, “Nabi
shallallahu alaihi wa sallam shalat khauf bersama kami, Beliau shalat dengan
sebagian sahabatnya dua rakaat lalu salam, lalu sebagian sahabat itu mundur ke
belakang, dan datang sebagian lagi sebagai gantinya, lalu Beliau shalat dua
rakaat dengan mereka lalu salam, sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam
melakukan shalat empat rakaat (dua kali salam), sedangkan para sahabatnya dua rakaat.
Dalam riwayat Ahmad pula
dan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Jabir disebutkan, “Kami pernah bersama
Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam perang Dzaturriqa, lalu diiqamatkan
shalat, maka Beliau shalat dua rakaat dengan sekelompok sahabatnya, kemudian
mereka mundur, lalu datang lagi yang lain, maka Beliau shalat dengan mereka dua
rakaat, sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat empat
rakaat, sedangkan para sahabat dua rakaat.”
4. Ketika musuh berada
di arah kiblat
Imam shalat dengan kedua
kelompok sambil mereka sama-sama berjaga-jaga dan mengikuti imam dalam semua
rukun shalat sampai sujud, lalu kelompok pertama sujud bersama imam, sedangkan
kelompok kedua menunggu sampai kelompok pertama menyelesaikan rakaat pertama,
lalu kelompok kedua sujud. Selanjutnya setelah selesai rakaat pertama, kelompok
pertama berganti tempat dengan kelompok kedua, artinya yang tadinya berada di
barisan depan pindah ke barisan belakang, demikian pula sebaliknya.
Dari Jabir ia berkata, “Aku
pernah ikut shalat khauf bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu
kami membentuk dua shaf di belakangnya, sedangkan musuh berada di antara kami
dan kiblat, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertakbir, maka kami semua
bertakbir, Beliau ruku, maka kami semua ruku, lalu Beliau mengangkat kepala
dari ruku, kami pun ikut mengangkat kepala. Saat Beliau turun sujud, maka shaf
yang berada di dekat Beliau ikut sujud, namun shaf yang berada di belakang
tetap berdiri menghadap musuh. Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menyelesaikan sujud demikian pula shaf yang berada dekat dengan Beliau, maka
shaf yang berada di belakang turun sujud lalu kembali berdiri, kemudian shaf
yang berada di belakang maju ke depan, sedangkan shaf yang sebelumnya berada di
depan mundur ke belakang, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam ruku dan kami
semua ikut ruku, kemudian Beliau mengangkat kepalanya dan kami pun ikut
mengangkat kepala, lalu Beliau turun sujud demikian pula shaf yang berada dekat
dengan Beliau yang sebelumnya di belakang pada rakaat pertama, sedangkan shaf
yang berada di belakang berdiri menghadap musuh. Ketika Nabi shallallahu alaihi
wa sallam selesai sujud demikian pula shaf yang dekat dengan Beliau, maka shaf
yang berada di belakang turun sujud, lalu mereka sujud, kemudian Nabi
shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan salam dan kami semua ikut mengucapkan
salam.” (Hr. Ahmad, Muslim, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Baihaqi)
Bersambung…
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh
Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah (Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), Minhajul Muslim (Syaikh Abu Bakar Al
Jazairi), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
[i] Maksudnya apabila telah selesai serakaat, maka diselesaikan
satu rakaat lagi sendiri-sendiri, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam berdiri
menunggu golongan yang kedua.
[ii] Yaitu rakaat yang pertama, sedang rakaat yang
kedua mereka selesaikan sendiri pula dan mereka mengakhiri shalat mereka
bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
[iii] Cara shalat khauf seperti pada ayat 102 ini
dilakukan dalam keadaan yang masih mungkin mengerjakannya. Jika keadaan tidak
memungkinkan untuk mengerjakannya, maka shalat itu dikerjakan semampunya.
[iv] Praktek
shalat ketika khauf dua rakaat adalah karena dalam safar. Jika dalam hadhar
(tempat mukim) yang tidak diqashar shalatnya adalah, kelompok pertama shalat
dua rakaat bersama imam, dan dua rakaat lagi masing-masing, sedangkan imam
tetap berdiri, lalu datang kelompok yang lain dan imam shalat dengan mereka dua
rakaat, lalu tetap dalam keadaan duduk, kemudian kelompok itu menyempurnakan
yang kurang masing-masing, lalu imam salam bersama mereka, lihat Minhajul
Muslim hal. 191.
[v] Kata thaifah (diartikan dengan kelompok)
menurut Al Hafizh dipakai untuk jumlah orang baik sedikit maupun banyak
meskipun hanya seorang, sehingga jika ada tiga orang lalu mereka ditimpa khauf,
maka tidak mengapa imam shalat dengan seseorang, sedangkan yang seseorang
memantau musuh, lalu yang lain shalat, dan inilah jumlah minimal shalat khauf
dengan berjamaah.
[vi] Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, namun
didha’ifkan oleh Al Albani karena melalui jalur Khushaif –seorang yang dhaif-
dari Abu Ubaidah dari Ibnu Mas’ud, sedangkan ia tidak mendengar dari Ibnu
Mas’ud, lihat Tamamul Minnah karya Syaikh Al Albani.
0 komentar:
Posting Komentar