بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (8)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut
ini lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yang
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr.
Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
BAB : MENGAJAK MANUSIA
BERSYAHADAT LAAILAAHAILLALLAH (TIDAK ADA TUHAN YANG BERHAK DISEMBAH KECUALI
ALLAH)
**********
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada hari peperangan Khaibar,
لَأُعْطِيَنَّ هَذِهِ
الرَّايَةَ رَجُلًا يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ،
يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ"، فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ لَيْلَتَهُمْ
أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ
النَّاسُ غَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كُلُّهُمْ
يَرْجُونَ أَنْ يُعْطَاهَا. فَقَالَ أَيْنَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقِيْلَ:
هُوَ يَشْتَكِي عَيْنَيْهِ، فَأَرْسِلُوا إِلَيْهِ، فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ فِي
عَيْنَيْهِ، وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ، كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ، فَأَعْطَاهُ
الرَّايَةَوَقَالَ: «انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ، حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ،
ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ
حَقِّ اللهِ فِيه فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ
لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Aku akan
berikan bendera (komando perang) ini besok kepada seorang yang cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya juga mencintainya. Allah akan memberikan
kemenangan melalui kedua tangannya.” Maka semalaman suntuk para sahabat membicarakan
tentang siapa yang akan menerima bendera itu. Pada pagi harinya mereka
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; masing-masing berharap
agar ia diserahi bendera itu. Maka Rasulullah shalllallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Di mana Ali bin Abi Thalib?” Lalu diberitahukan, bahwa ia
sedang sakit mata. Kemudian mereka mengutus orang untuk memanggilnya, dan
datanglah dia. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meludahi kedua
matanya, seketika itu ia pun sembuh seperti tidak pernah terkena penyakit. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera itu kepadanya dan
bersabda, “Melangkahlah engkau ke depan dengan tenang hingga engkau sampai
di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah kepada
mereka hak-hak Allah dalam Islam. Demi Allah, jika Dia memberikan hidayah
kepada seseorang dengan sebab engkau; itu lebih baik daripada unta-unta merah.”
**********
Hadits di
atas dalam Shahih Bukhari no. 2942 dan Muslim no. 2406.
Sahl bin
Sa’ad bin Malik bin Khalid Al Anshariy Al Khazraji adalah seorang sahabat yang
masyhur. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, usianya baru 15
tahun. Ia adalah seorang sahabat yang terakhir wafat di Madinah. Ia wafat pada
tahun 91 H, ada pula yang berpendapat kurang dari itu, dalam usia melebihi
seratus tahun.
Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah putera paman Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menantunya. Ia juga sebagai khalifah keempat dan termasuk
As Sabiqunal Awwalun (generasi yang pertama masuk Islam) serta termasuk
sahabat yang dijanjikan surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia
wafat terbunuh pada tahun 40 H.
Dalam
hadits di atas terdapat salah satu tanda kenabian dan kerasulan Muhammad
shallallahu 'alaihi ‘a sallam, yaitu bahwa kaum muslimin akan memenangkan
melawan orang-orang Yahudi pada esok harinya melalui tangan seorang sahabat
mulia yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
dicintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu
masing-masing sahabat ingin jika sekiranya bendera komando perang itu
diserahkan kepadanya sehingga mereka mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, kemudian Beliau menanyakan keberadaan Ali dan diberitahukan bahwa ia
sedang sakit mata, maka Beliau meminta dipanggil ke hadapannya, lalu Beliau
meludahi kedua matanya sehingga matanya pun sembuh. Selanjutnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera itu kepadanya dan menyuruhnya
agar mendatangi mereka (orang-orang Yahudi) secara pelan-pelan dan mendakwahi
mereka kepada Islam serta memberitahukan kepada mereka hak-hak Allah dalam
Islam seperti shalat, zakat, puasa, dsb. Kemudian Beliau menerangkan kepada Ali
bin Abi Thalib keutamaan dakwah, dan bahwa jika ada seorang yang mendapatkan
hidayah Allah dengan sebabnya, maka hal itu lebih baik daripada memperoleh unta
merah yang merupakan harta kekayaan orang-orang Arab yang paling berharga.
Dalam
hadits di atas terdapat dalil disyariatkan mengajak manusia kepada tauhid dan
keutamaan dakwah ilallah.
Kesimpulan:
1.
Keutamaan Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu dan persaksian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
dirinya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir
maupun batin.
2.
Menetapkan sifat cinta bagi
Allah, yakni bahwa Dia mencintai para wali-Nya dengan kecintaan yang sesuai
dengan keagungan dan kebesaran-Nya.
3.
Keinginan besar para sahabat
untuk memperoleh kebaikan dan bersegeranya mereka dalam beramal saleh.
4.
Disyariatkan memiliki adab
ketika berperang, tidak serampangan dan tidak rebut di dalamnya.
5.
Perintah dari imam kepada
para prajurit untuk bersikap lembut tanpa melemah dan hilang semangat.
6.
Perintah mendakwahkan kepada
Islam sebelum dimulai pertempuran.
7.
Dakwah dilakukan secara
bertahap; diawali dengan mengajak kepada Islam dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat, kemudian diperintahkan mengerjakan kewajiban-kewajiban Islam lainnya.
8.
Keutamaan dakwah ilallah,
dan bahwa da’i maupun mad’u (objek dakwah) mendapatkan kebaikan; adakalanya
mad’u mendapatkan hidayah, dan da’i memperoleh pahala yang besar.
9.
Bukti kebenaran kenabian dan
kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
10. Beriman kepada Qadha dan Qadar, ternyata bendera perang diserahkan
kepada orang yang tidak mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dikarenakan sakit, yaitu Ali bin Abi Thali radhiyallahu ‘anhu.
11. Tidak cukup hanya berlebel Islam, bahkan seseorang harus mengetahui kewajiban
di dalamnya dan mengamalkannya.
**********
BAB : TAFSIRAN TAUHID
DAN SYAHADAT LAAILAAHAILLALLAH
Allah
Ta’ala berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ
وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ
مَحْذُورًا (57)
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus)
ditakuti.” (QS. Al Israa’: 57)
**********
Setelah
mushannif (penyusun; Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) menyebutkan tentang
keutamaan tauhid, seruan kepadanya, dan takut terhadap syirk di bab-bab
sebelumnya, maka di bab ini beliau menerangkan makna Tauhid, karena sebagian
manusia keliru dalam memahami maknanya; mereka mengira bahwa makna tauhid
adalah mengikrarkan tauhid Rububiyyah saja, padahal bukan itu maksudnya. Bahkan
maksudnya adalah sebagaimana yang diterangkan oleh dalil-dalil syar’i yang
sebagiannya disebutkan oleh penyusun, yaitu mengesakan Allah dalam beribadah
dan menjauhi syirk.
Adapun
disebutkan kata “Syahadat Laailaahaillallah” setelah kata “tauhid”
sebagaimana yang tercantum dalam bab di atas adalah untuk menerangkan, bahwa
kedua kata itu sama maknanya.
Firman
Allah Ta’ala, “Orang-orang yang mereka seru itu,” maksudnya
adalah para malaikat, para nabi, orang-orang saleh, dan lainnya. Merekalah yang
diseru dan disembah oleh orang-orang kafir dan musyrik. Padahal mereka
mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat
(kepada Allah).
Dalam
ayat di atas Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengabarkan, bahwa orang-orang yang
disembah oleh kaum kafir dan musyrik yaitu para malaikat, para nabi, dan
orang-orang saleh, mereka semua mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada
Allah Subhaanahu wa Ta’ala, mengharapkan rahmat-Nya, dan takut terhadap
azab-Nya. Jika demikian keadaan mereka, maka pantaskah mereka disembah di
samping Allah, sedangkan mereka sibuk mendekatkan diri kepada-Nya? Tentu tidak
pantas.
Ayat di
atas juga menerangkan tentang tafsiran Tauhid, yaitu meninggalkan perbuatan
yang dilakukan kaum musyrik berupa berdoa kepada orang-orang saleh dan
menjadikan mereka sebagai perantara antara mereka dengan Allah dalam
menghilangkan musibah dan mendatangkan manfaat.
Kesimpulan:
1.
Bantahan terhadap kaum
kafir dan musyrik yang berdoa kepada para wali dan orang-orang saleh dalam
menghilangkan musibah dan mendatangkan manfaat, bahwa mereka yang diminta itu
tidak berkuasa menghindarkan musibah terhadap diri mereka sendiri dan tidak
berkuasa mendatangkan manfaat. Jika demikian, maka bagaimana mereka bisa
memberikan manfaat dan menghindarkan musibah dan bahaya yang menimpa orang
lain?
2.
Tingginya rasa takut para
nabi dan orang-orang saleh kepada Allah, dan besarnya harapan mereka kepada
rahmat Allah Azza wa Jalla.
**********
Firman
Allah Ta’ala,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ (26) إِلَّا الَّذِي
فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (27)
Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, "Sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah,--Tetapi (aku hanya menyembah)
Tuhan yang menciptakanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah
kepadaku.” (QS. Az Zukhruf: 26-27)
**********
Dalam
ayat di atas Allah Subhaanahu wa Ta’ala menerangkan tentang keadaan hamba-Nya,
Rasul-Nya, dan kekasih-Nya, yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, bahwa Beliau
berlepas diri dari semua yang disembah oleh ayahnya dan kaumnya. Beliau hanya
menyembah kepada Allah yang telah menciptakannya.
Pada
ayat tersebut juga terdapat tafsiran Tauhid dan syahadat Laailaahaillallah,
yaitu berlepas diri dari perbuatan syirk dan menetapkan bahwa ibadah hanya
ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla saja.
Kesimpulan:
1.
Makna Laailaahaillallah
adalah mengesakan Allah dalam beribadah dan berlepas diri dari beribadah kepada
selain-Nya (syirk).
2.
Perintah menampakkan sikap
berlepas diri dari agama kaum musyrik.
3.
Disyariatkannya berlepas
diri dari para pelaku kemusyrikan meskipun ia sebagai orang yang paling dekat
hubungannya dengan dirinya.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Al Ishabah fii Tamyizish Shahabah Maktabatusy (Al Hafizh
Ibnu Hajar Al ‘Asqalaniy), Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar