بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy. semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
BAB
: TAUBAT
Para ulama
berkata, “Taubat wajib dilakukan dari setiap dosa. Jika sebuah kemaksiatan
hanya terjadi antara seorang hamba dengan Allah Ta’ala; tidak ada kaitannya
dengan hak manusia, maka ada tiga syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
1. Berhenti dari
maksiat itu.
2. Menyesal
terhadapnya.
3. Berniat keras
untuk tidak mengulanginya lagi selama-lamanya.
Jika salah satu
syarat ini hilang, maka tidak sah taubatnya.
Dan jika sebuah
kemaksiatan terkait dengan hak manusia, maka syaratnya ada empat, yaitu: tiga
syarat yang disebutkan di atas dan yang keempat adalah membebaskan diri dari
hak pemiliknya. Jika hak itu berupa harta atau sejenisnya, maka ia kembalikan
kepadanya. Jika berupa dakwaan zina atau yang semisal dengannya, maka ia
berikan kesempatan kepadanya untuk membalas atau meminta maafnya. Jika berupa
ghibah, maka ia meminta penghalalan (meminta dimaafkan). Seseorang wajib
bertaubat dari semua dosa. Jika seseorang hanya bertaubat pada sebagiannya,
maka tetap sah taubatnya dari dosa yang dimaksudkan itu, demikianlah pendapat
ulama yang berada di atas yang haq (kebenaran), namun dosa-dosa yang lain tetap
saja ada. Sudah jelas dalil-dalil dalam Al Qur’an, As Sunnah, dan ijma umat
yang menunjukkan wajibnya taubat. Allah Ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan
bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman agar kalian
beruntung.” (QS. An Nuur: 31)
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
“Minta
ampunlah kalian kepada Rabb kalian dan bertaubatlah kepada-Nya.” (QS. Huud: 3)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً
نَصُوحاً
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya).” (QS.
At Tahrim: 8)
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «وَاللَّهِ إِنِّي
لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي اليَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ
مَرَّةً»
(13) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun kepada
Allah dan bertaubat kepada-Nya sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR.
Bukhari)
Fawaid:
1. Dorongan
untuk banyak beristighfar dan bertaubat.
2. Ibnu Baththal
berkata, “Para nabi adalah manusia yang paling giat beribadah karena
pengetahuan yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka. Mereka senantiasa besyukur
kepada-Nya namun merasakan kekurangan (sehingga banyak beristigfar dan
bertaubat).” Inilah kesempurnaan.
عَنِ الْأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِيِّ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا أَيُّهَا
النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللهِ، فَإِنِّي أَتُوبُ، فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ،
مَرَّةٍ»
(14) Dari Aghar
bin Yasar Al Muzanniy radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia! Bertaubatlah kalian kepada Allah.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Wajibnya
beristighfar dan bertaubat.
2. Perintah
memperbanyak istighfar dan taubat, karena seorang hamba tidak lepas dari dosa
dan kekurangan.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اللَّهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ
أَحَدِكُمْ، سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ، وَقَدْ أَضَلَّهُ فِي أَرْضِ فَلاَةٍ » .
مُتَّفَقٌ عليه.
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلمٍ: لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ
عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ
بِأَرْضِ فَلَاةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ،
فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ
رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا، قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ
بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي
وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ» .
(15) Dari Anas
radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya daripada salah seorang
di antara kalian yang jatuh dari untanya, dan ia telah tersesat di padang pasir
yang luas (kemudian menemukan untanya kembali).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah
riwayat Muslim disebutkan, “Sesungguhnya Allah lebih bergembira dengan taubat
hamba-Nya saat ia bertaubat kepada-Nya daripada salah seorang di antara kalian
yang berada di atas untanya di padang pasir yang luas kemudian untanya hilang,
padahal di atasnya ada makanannya dan minumannya, sehingga ia pun putus asa
mencarinya, lalu ia mendatangi sebuah pohon dan berbaring di bawah naungannya
karena sudah putus asa terhadap untanya. Ketika keadaannya demikian, ternyata
untanya telah berdiri di dekatnya, ia pun segera memegang tali kendalinya
kemudian berkata karena saking gembiranya, “Ya Allah, Engkau hamba-Ku dan
aku tuhanmu.” Ia salah ucap karena begitu gembiranya.”
Fawaid:
1. Kecintaan Allah kepada taubat
hamba-Nya, dan bahwa Dia bergembira dengan kegembiraan yang sesuai dengan
keagungan-Nya.
2. Ucapan yang dilontarkan seseorang
ketika riang tanpa terkendali tidaklah dihukumi apa-apa.
3. Membuat permisalan yang dapat dirasakan
agar bisa dicerna oleh akal pikiran.
4. Keutamaan pasrah kepada Allah Ta’ala.
عَنْ أَبِي مُوْسَى عَبْدِ اللَّهِ بنِ قَيْسٍ الأَشْعَرِيِّ، رَضِيَ
الله عنه، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ اللهَ
عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ،
وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ
الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا»
(16) Dari Abu
Musa Abdullah bin Qais Al Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
membentangkan Tangan-Nya di malam hari agar orang yang melakukan kesalahan di
siang hari bertaubat. Dia juga membentangkan Tangan-Nya di siang hari agar
orang yang melakukan kesalahan di malam hari bertaubat. Yang demikian terus
menerus sampai matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Perintah
untuk bertaubat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala agar Dia menerima taubat
mereka.
2. Menetapkan
sifat “Tangan” bagi Allah yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Oleh
karena itu, wajib mengimaninya dan tidak menanyakan kaifiyatnya.
3. Syarat
diterimanya taubat adalah selama matahari belum terbit dari barat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ
مَغْرِبِهَا، تَابَ اللهُ عَلَيْهِ»
(17) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari
barat, maka Allah akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim)
Fawaid:
Taubat diterima
selama pintunya masih terbuka, yaitu ketika matahari belum terbit dari barat. Hal
ini seperti firman Allah Ta’ala di surat Al An’aam: 158.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ العَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ»
(18) Dari Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hamba selama ruhnya
belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Abani)
Fawaid:
Pintu taubat
masih tetap terbuka selama ruh belum sampai di tenggorokan dan selama matahari
belum terbit dari barat. Lihat QS. An
Nisaa’: 18.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Syarh Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy),
Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al
Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar