Adab di Jalan


بسم الله الرحمن الرحيم
Adab di Jalan
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ *
 “Jauhilah oleh kalian duduk-duduk di pinggir jalan,” Para sahabat  berkata, “Wahai Rasulullah, kami terpaksa harus duduk, karena ia adalah majlis tempat kami berbincang-bincang,”[i] Beliau bersabda, “Jika kalian tetap ingin duduk-duduk di sana, maka berikanlah hak jalan.” Para sahabat bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab, “Yaitu menundukkan pandangan, menghindarkan gangguan, menjawab salam, menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran.” (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Sa'id Al Khudriy)
Tentang hak jalan ini, ada beberapa tambahan dalam riwayat-riwayat yang lain. Dalam riwayat Abu Dawud tambahannya adalah,
وَإِرْشَادُ ابْنِ السَّبِيْلِ وَ تَشْمِيْتُ اْلعَاطِسِ إذَا حَمِدَ اللَّه
“Menunjukkan Ibnus sabil (musafir) dan mendoakan orang yang bersin apabila mengucapkan hamdalah (Al Hamdulillah).”
Sedangkan dalam riwayat Sa’id bin Manshur tambahannya adalah,
وَ اِغَاثَةُ اْلمَلْهُوْفِ
“Serta membantu orang yang membutuhkan bantuan.”
Adapun tambahan Al Bazzar adalah,
وَاْلِإعَانَةُ عَلَى اْلحَمْلِ
“Membantu mengangkutkan barang.”
Sedangkan dalam Thabrani tambahannya adalah,
وَ اَعِيْنُوا اْلمَظْلُوْمَ وَاذْكُرُوا اللهَ  كَثِيْرًا
“Dan tolonglah orang yang dizalimi serta perbanyaklah mengingat Allah.”
Hikmah menjauhi duduk-duduk di pinggiran jalan
Hikmah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh menjauhi duduk-duduk di pinggiran jalan adalah karena sama saja ia hendak menjatuhkan dirinya kepada fitnah. Karena berbincang-bincang di pinggir jalan biasanya menyeret kepada maksiat lisan (seperti ghibah, dusta dan adu domba), demikian juga tidak lepas dari melihat yang diharamkan dilihat.
Pembahasan tentang hak-hak Jalan
1.       Menundukkan pandangan
Menundukkan pandangan ini maksudnya menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram dilihat, seperti memandang wanita-wanita asing, memandang sesuatu yang dapat menimbulkan fitnah, dsb.
Jika tiba-tiba pandangannya tertuju kepada yang haram dilihat tanpa disengaja, maka hendaknya ia segera memalingkannya. Imam Muslim meriwayatkan dari Jarir bin Abdullah Al Bajalliy radhiyallahu 'anhu ia berkata:
«سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي»
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang memandang secara tiba-tiba, maka Beliau menyuruhku untuk memalingkan pandanganku.
Perintah menundukkan pandangan ini juga disebutkan dalam firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala berikut,
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat"--Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya,…dst." (Terj. QS. An Nuur: 30-31)
Sebagian ulama menyatakan, bahwa barang siapa yang menjaga pandangannya, maka Allah akan memberikan cahaya di hatinya.
2.       Menyingkirkan gangguan
Menyingkirkan gangguan maksudnya menghindarkan sesuatu yang mengganggu orang lain di jalan, baik berupa batu, kayu, pecahan kaca, kawat, duri, benang, kotoran, dan sebagainya.
Menyingkirkan gangguan ini termasuk sedekah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut,
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ
"Setiap persendian manusia harus disedekahi, setiap hari di mana matahari terbit, lalu kamu berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, kamu menolong seseorang yang berkendaraan, kamu membantunya untuk naik ke kendaraannya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah kamu untuk shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tentang keutamaan menyingkirkan gangguan dari jalan disebutkan dalam hadits berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ « لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلاً يَتَقَلَّبُ فِى الْجَنَّةِ فِى شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِى النَّاسَ » .  
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Sungguh, aku melihat seorang laki-laki yang berjalan kesana-kemari di surga karena sebuah pohon yang dia tebang di tengah jalan, dimana pohon itu mengganggu manusia.” (HR. Muslim)
3.       Menjawab Salam
Imam Ibnu Abdil Bar dan ulama lainnya menukilkan, bahwa memulai mengucap salam itu sunat, namun menjawabnya wajib.
Dalil wajibnya menjawab salam adalah firman Allah Ta'ala,
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
"Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu." (QS. An Nisaa': 86)
Penghormatan di ayat ini adalah dengan mengucapkan Assalamu'alaikum.
Jika yang diucapkan salam hanya seorang, maka wajib membalas pula secara perorangan. Namun jika yang diucapkan salam ada banyak orang, maka menjawabnya fardhu kifayah bagi mereka, yakni cukup sebagian saja yang menjawab. Hal ini berdasarkan hadits hasan riwayat Ahmad dan Baihaqi berikut:
عَنْ عَلِيٍّ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r  يُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ, وَيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ
Dari Ali radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukup untuk sebuah rombongan orang jika lewat yang mengucapkan salam adalah salah seorang di antara mereka. Demikian pula cukup untuk rombongan orang yang menjawab adalah salah seorang di antara mereka.”
Disyaratkan dalam menjawab salam itu harus segera, demikian pula dalam menjawab salam dari orang yang tidak hadir yang menitip salam kepada seseorang atau melalui lembaran kertas (tulisan).
4.       Beramr ma'ruf dan bernahi munkar
Amar ma'ruf maksudnya menyuruh orang lain mengerjakan perintah Allah. Sedangkan nahi munkar, maksudnya mencegah atau melarang orang lain mengerjakan larangan Allah Azza wa Jalla.
Amar ma'ruf dan nahi munkar hukumnya wajib bagi setiap muslim yang mampu melakukannya. Wajibnya adalah wajib kifayah (lihat QS. Ali Imraan: 104). Jika sudah ada yang melakukannya, maka yang lain tidak berdosa. Letak kewajibannya terletak di kemampuan, sehingga seseorang wajib melakukannya sesuai kemampuan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa yang melihat kemungkaran di antara kamu, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad)
Hak-hak jalan lainnya
Di samping hak-hak jalan yang disebutkan di atas, termasuk hak jalan pula yang perlu diperhatikan seorang muslim adalah membantu orang lain melintasi jalan raya, seperti menuntun orang yang buta ketika hendak melintasi jalan. Dan jika ia memiliki kendaraan yang kosong dari penumpang, maka ia bisa mengangkutkan saudaranya ke dalam kendaraannya, ini termasuk sedekah. Demikian pula termasuk hak jalan adalah menunjukkan orang yang tersesat, mendamaikan dua pihak yang bertengkar, dsb.  
Selain itu, seorang muslim disyariatkan agar berjalan dengan tenang dan tawadhu'; jalannya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat serta tidak berjalan sambil menyombongkan diri. Allah Ta'ala berfirman,
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
"Dan sederhanalah kamu dalam berjalan." (QS. Luqman: 19)
Ringkasan hak-hak jalan
Al Hafizh Ibnu Hajar membuatkan bait tentang hak jalan yang ia himpun dari hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai tersebut:
جَمَعْتُ ادَابَ مَنْ رَامَ اْلجُلُوْسَ عَلَى الـ      
ـطَّرِيْقِ مِنْ قَوْلِ خَيْرِ اْلخَلْقِ اِنْسَانًا
اَفْشِ السَّلَامَ وَاَحْسِنْ فِى اْلكَلَامِ وَ شَمِّ_     
ـتْ عَاطِسًا وَ سَلَامًا وَ رَدِّ اِحْسَانًا
فِى اْلحَمْلِ عَاوِنْ وَمَظْلُوْمًا أَعِنْ وَأَغِثْ        
لَهْفَانَ اِهْدِ سَبِيْلاً وَ اهْدِ حَيْرَانًا
بِاْلعُرْفِ مُرْ وَانْهَ عَنْ نُكْرٍ وَ كَفِّ اَذًى        
وَغَضِّ طَرْفًا وَ اَكْثِرْ ذِكْرَ مَوْلَا نَا
Aku himpun adab bagi orang yang ingin duduk di pinggir jalan
Dari perkataan manusia yang paling baik (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam)
Sebarkan salam, perbaguslah ucapan
Doakan orang yang bersin dan jawablah salam,
Bantulah dalam mengangkutkan barang,
Kepada orang yang dizalimi maka tolonglah, juga kepada yang membutuhkan bantuan,
Tunjuki jalan dan bimbinglah orang yang kebingungan,
Suruh orang lain mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah kemungkaran,
Jaga sikap dan tundukkan pandangan,
Di samping sering-sering menyebut nama Ar Rahman.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Subulussalam (Imam Ash Shan'aniy), Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah, Hidayatul Insan bitafsiril Qur'an (Penulis), Untaian Mutiara Hadits (Penulis), Mausu'ah Usrah Muslimah (www.islam.aljayyash.net), dll.



[i] Al Qaadhiy ‘Iyadh menjelaskan bahwa bahwa para sahabat memahami perintah Beliau untuk menjauhi duduk-duduk di pinggir jalan bukan perintah wajib, tetapi hanya sebagai targhib (dorongan) untuk mengerjakan hal yang lebih pantas, karena kalau seandainya mereka pahami hukumnya wajib tentu mereka tidak mengatakan seperti itu. Namun menurut ulama yang lain, bahwa maksud mereka mengatakan demikian adalah berharap adanya naskh (penghapusan hukum) untuk meringankan mereka.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger