Mengenal Syi'ah (Bag. 7)


بسم الله الرحمن الرحيم
Mengenal Syi'ah (Bag. 7)
Sisi perbedaan antara Syi'ah Rafidhah dan Ahlussunnah
Nizhamuddin Muhammad Al A'zhami berkata dalam mukadimah kitab Asy Syi'ah wal Mut'ah, "Sesungguhnya perbedaan antara kita (Ahlussunnah) dengan mereka (Syi'ah) tidaklah berpusat pada khilaf masalah fiqh yang bersifat furu' (cabang) semata, seperti dalam masalah mut'ah. Sekali-kali tidak, sesungguhnya perbedaannya pada hakikatnya adalah perbedaan dalam masalah ushul (dasar-dasar agama)."
Berikut ini contoh perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syi'ah dalam masalah Aqidah:
Syi'ah
Ahlussunnah
Al Qur'an tidak sempurna dan telah terjadi perubahan.
Al Qur'an sudah sempurna dan tidak mengalami perubahan (baik penambahan maupun pengurangan). Lihat dalilnya di surat Al Hijr: 9.
Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah murtad sepeninggal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali beberapa orang saja, seperti Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifariy, dan Salman Al Farisi. Menurut mereka (kaum Syi'ah), bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah manusia yang paling kafir.
Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebaik-baik manusia setelah para nabi, dan bahwa mereka semua adalah adil dan terpercaya.
Para imam yang diangkat oleh kaum Syi'ah yang berjumlah dua belas imam adalah ma'shum (terpelihara dari dosa), mengetahui yang gaib, mengetahui semua ilmu yang diberikan kepada para malaikat, para nabi dan para rasul. Mereka (kaum Syi'ah) juga menyangka bahwa imam-imam mereka itu mengetahui hal yang telah terjadi dan akan terjadi serta mengetahui bahasa yang ada di dunia, dan bahwa bumi semuanya untuk mereka.
Para imam yang diangkat oleh kaum Syi'ah adalah manusia biasa, di antara mereka ada yang menjadi ahli fiqh, ulama, dan khalifah. Dan tidak dinisbatkan kepada mereka sesuatu yang tidak pernah mereka dakwakan bagi diri mereka, bahkan mereka melarang hal itu dan berlepas diri darinya.
Istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu Aisyah dan Hafshah dicaci-maki dan dfitnah.
Semua istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dihormati dan dicintai. Mereka adalah Ummahatul mu'minin (ibu bagi kaum mukmin)
Selain yang disebutkan di atas, kaum Syi'ah juga meremehkan tauhid yang merupakan pondasi agama Islam. Oleh karena itu, mereka mudah terjatuh ke dalam perbuatan syirk, baik syirk dalam Rububiyyah (keyakinan bahwa makhluk ikut serta mengurus alam semesta) mapun syirk dalam Uluhiyyah (ibadah).
Belum lagi dengan syariat yang mereka buat yang menyelisihi syariat Islam. Misalnya:
  1. Shalat lima waktu menjadi shalat tiga waktu.
  2. Dalam berwudhu, dua kaki tidak perlu dibasuh dan kepala cukup dibasuh seukuran satu atau dua jari.
  3. Shalat Jum'at ditiadakan sejak abad kelima hijriah. Kecuali jika ada seorang Ahli Fiqh mereka yang berfatwa untuk mengadakannya, maka tidak ada yang mengadakannya selain para pengikutnya. Jika Ahli Fiqh itu meninggal atau terbunuh, maka para pengikutnya berpindah mengikuti Ahli Fiqh yang lain yang berpendapat sunatnya shalat Jum'at atau batalnya shalat Jum'at. Demikianlah agama ini mengikuti ketetapan manusia, bukan mengikuti Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
  4. Shalat berjamaah ditiadakan atau diremehkan, sehingga tidak ada yang memperhatikannya kecuali segelintir orang. Kalau pun ditegakkan shalat berjamaah, maka barisannya tidak rapi dan tidak lurus.
  5. Shalat Ied (hari raya) ditiadakan atau diremehkan, dan diganti dengan menziarahi kuburan.
Demikianlah syariat Islam yang termasuk syiarnya ditiadakan atau diremehkan oleh kaum Syi'ah.
  1. Shalat tarawih ditiadakan selain malam ke-23 Ramadhan atau malam yang bertepatan dengan malam Lailatul Qadr. Adapun malam-malam hari yang lain, maka hanya diisi dengan mengenang tragedi pembunuhan dan ratapan.
  2. Shalat jenazah tidak lebih dari sarana untuk mengumpulkan harta. Praktek shalat yang dilakukan merela jauh dari kekhusyuan dan tidak mendapat perhatian. Bahkan mayoritas mereka tidak mengetahui tatacara pelaksanaan shalat jenazah dan hanya diketahui secara khusus oleh tokoh-tokoh mereka sehingga tidak perlu diajarkan kepada yang lain agar dengannya mereka dapat mengambil harta manusia.
  3. Zakat ditiadakan atau diremehkan, jarang sekali disebut-sebut. Dan yang paling sering disebut adalah khumus (1/5), dimana khumus ini dipungut dari masyarakat yang diperuntukkan kepada tokoh-tokoh mereka. Para tokoh mereka dapat mengambil 1/5 harta masyarakat atas nama khumus yang diambil dari laba yang mereka peroleh dalam bisnis atau perdagangan dan lainnya. Adapun zakat, karena tertuju kepada kaum fakir, maka tidak atau jarang disebut.
  4. Puasa diremehkan.
  5. Al Qur'an tidak mendapatkan perhatian, tidak dikaji apalagi diamalkan, dan mereka (kaum Syi'ah) tidak mengajarkan Al Qur'an kepada anak-anak maupun orang dewasa. Bahkan Al Qur'an hanya dibaca untuk menarik harta; dibacakan untuk orang mati dan di dekat kuburan. Padahal Al Qur'an diturunkan sebagai peringatan bagi orang yang hidup. Allah ta'ala berfirman,
لِيُنذِرَ مَن كَانَ حَيًّا وَيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَى الْكَافِرِينَ
"Untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup." (Terj. QS. Yaasiin: 70)
Dan masih banyak lagi kondisi beragama mereka yang membuktikan bahwa mereka tidak di atas syariat Islam. Untuk lebih jelasnya lihat kitab Siyahah fii 'Alamit Tasyayyu' oleh Imam Muhibbuddin Abbas Al Kazhimiy seorang yang rujuk dari Syi'ah kepada Sunnah, dimana beliau menceritakan di sana kondisi orang-orang Syi'ah dalam beragama.
Oleh karena itu, tidak benar bahwa perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syi'ah hanya sekedar perbedaan dalam masalah furu' (cabang agama), seperti perbedaan antara madzhab Maliki dengan madzhab Hanafi atau Hanbali atau Syafi'i. Bahkan perbedaannya juga mengena dalam masalah ushul seperti yang telah disebutkan sebagiannya di atas. Dan sumber rujukan mereka dalam beragama juga bukan kepada Al Qur'an dan As Sunnah, tetapi mengikuti ketetapan para tokoh mereka, dimana perbuatan mereka ini menyerupai orang-orang Ahli Kitab yang menjadikan rahib-rahib mereka dan orang-orang alim mereka sebagai tuhan selain Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman,
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (Terj. QS. At Taubah: 31)
Imam Tirmidzi dan Baihaqi meriwayatkan dari Addi bin Hatim, ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةٌ { اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ } قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ
"Aku datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan di leherku ada salib dari emas, maka Beliau bersabda, “Wahai Adiy, buanglah darimu berhala ini.” Dan aku mendengar Beliau membaca ayat yang ada di surah Al Baraa’ah (At Taubah: 91), “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib mereka sebagai sesembahan selain Allah.” Beliau bersabda, “Memang mereka tidak menyembah orang-orang itu, tetapi apabila orang-orang itu (orang alim dan rahib) menghalalkan sesuatu untuk mereka, maka mereka menganggap sebagai sesuatu yang halal dan apabila orang-orang itu mengharamkan sesuatu atas mereka, maka mereka mengharamkannya.” (HR. Tirmidzi (3095) dan Baihaqi (10/116) dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Ghaayatul Maram hal. 20).
Akidah kaum Syi'ah Rafidhah tentang hari Asyura dan keutamaannya menurut mereka
Pada sepuluh hari pertama dari bulan Muharram pada setiap tahunnya kaum Syi'ah Rafidhah mengadakan upacara ratapan dan kesedihan, serta melakukan aksi demonstrasi di jalan-jalan dan lapangan umum. Mereka memakai pakaian serba hitam sebagai lambang kesedihan untuk mengenang gugurnya Al Husain radhiyallahu 'anhu sambil meyakini bahwa sikap seperti itu merupakan sarana pendekatan diri kepada Allah yang paling agung. Di sana mereka menampar pipi mereka dengan tangan mereka sendiri, mereka juga memukuli dada dan punggung mereka, serta merobek leher baju, menangis dan berteriak histeris sambil berkata, "Wahai Husain! Wahai Husain!" Terutama sekali pada tanggal 10 Muharram. Bahkan mereka sampai memukuli diri mereka dengan rantai dan pedang sebagaimana yang terjadi di negara yang dikuasai kaum Syi'ah Rafidhah seperti Iran.
Tokoh mereka juga mendorong mereka untuk melakukan tindakan mainan ini yang dijadikan lelucon oleh bangsa lain. Bahkan salah seorang tokoh rujukan mereka, yaitu Muhammad Hasan Alu Kasyifil Ghita pernah ditanya tentang tindakan yang dilakukan oleh para pengikutnya berupa memukul pipi dan menamparnya, ia menjawab, "Ini termasuk mengagungkan syiar-syiar Allah. Dan barang siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati."
Apakah ada ayat atau hadits yang menerangkan bahwa perbuatan itu termasuk syiar-syiar Allah? Dan apakah menzalimi dirinya termasuk syiar-syiar Allah?
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Aqidatus Syi'ah (Abdullah bin Muhammad), Al Maktabatusy Syamilah, Mausu'ah Al Haditsiyyah Al Mushaghgharah, Siyahah fii Alamit Tasyayyu' (Imam Muhibbbudin Abbas Al Kazhimiy), Minhajul Firqatin Najiyah (M. bin Jamil Zainu), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger