Mengenal Syi'ah (Bag. 4)


بسم الله الرحمن الرحيم
Mengenal Syi'ah (Bag. 4)
Akidah Raj'ah yang diyakini kaum Syi'ah
Kaum Syi'ah Rafidhah membuat bid'ah pula dalam keyakinan, yaitu Raj'ah, yang maksudnya hidup kembali setelah mati sebelum tiba hari Kiamat.
Al Mufid berkata, "Kaum Syi'ah Imamiyyah sepakat, tentang akan hidup kembali beberapa orang setelah matinya (sebelum hari Kiamat)." (Awaa'ilul Maqaalaat oleh Al Mufiid hal. 51)
Raj'ah yang dimaksud mereka adalah bangkitnya imam mereka yang terakhir yang bernama Al Qaa'im di akhir zaman, dimana ia akan keluar dari Sirdab (gua tempat persembunyiannya) dan akan menyembelih lawan politiknya serta mengembalikan kepada kaum Syi'ah hak-hak mereka yang diambil oleh golongan-golongan lain sepanjang zaman. (Lihat Al Khuthuthul 'Ariidhah oleh Muhibbuddin Al Khathib hal. 80)
As Sayyid Al Murtadha berkata dalam bukunya Al Masaa'il An Naashiriyyah, bahwa Abu Bakar dan Umar pada waktu itu akan disalib di atas pohon di zaman Al Mahdiy –yakni imam mereka yang kedua belas- yang mereka sebut Qaa'im Aali Muhammad. Sebelum adanya penyaliban, pohonnya masih basah, namun setelahnya menjadi kering."
Demikianlah kedustaan yang mereka buat, padahal setelah manusia mati, maka manusia tidak akan kembali ke dunia, tetapi akan memasuki alam barzkah dan selanjutnya akan masuki alam akhirat. Tetapi anehnya, kedustaan ini sangat laris di kalangan kaum Syi'ah dan mereka langsung percaya saja tanpa mengkaji kembali.
Al Majlisiy dalam bukunya Haqqul yaqin menyebutkan, dari Muhammad Al Baqir, ia berkata, "Apabila Al Mahdiy telah muncul, maka ia akan menghidupkan Aisyah Ummul Mukminin, dan akan menegakkan hukuman had terhadapnya." (Haqqul Yaqin hal. 347).
Untuk selanjutnya keyakinan Raj'ah ini mengalami perkembangan makna, sehingga mereka mengatakan, bahwa semua orang Syi'ah bersama imamnya akan bangkit, demikian pula musuh-musuh mereka juga akan bangkit bersama imamnya. Keyakinan khurafat ini menunjukkan besarnya kebencian mereka kepada Ahlussunnah sampai mereka ungkapkan dengan cerita-cerita khayalan ini. Dan keyakinan ini dijadikan sarana oleh Kaum Saba'iyyah untuk mengingkari hari Kiamat.
Besarnya kebencian orang-orang Syi'ah kepada kaum muslim juga disebutkan oleh Al Majlisiy dalam bukunya Bihaarul Anwaar 52/356 sebagai berikut:
Dari Abu Bashir, dari Abu Abdillah, bahwa ia berkata kepadanya, "Wahai Abu Muhammad! Sepertinya aku melihat turunnya Al Qaa'im di masjid As Sahlah bersama istri dan anaknya…dan seterusnya, sampai pada perkataannya (Abu Bashir): "Aku bertanya, "Bagaimana perlakuan dia terhadap kafir Dzimmiy?" Ia menjawab, "Al Qa'im akan berdamai dengan mereka sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdamai dengan mereka, lalu mereka membayar jizyah dengan patuh dalam keadaan tunduk." Aku pun berkata, "Bagaimana dengan orang-orang yang memusuhi kalian?" Ia menjawab, "Tidak wahai Abu Muhammad! Tidak ada bagian bagi orang yang menyelisihi kita dalam wilayah kita. Sesungguhnya Allah telah menghalalkan darah mereka ketika telah bangkit Al Qa'im kita. Memang pada hari ini, darah mereka adalah haram bagi kami dan kamu. Maka janganlah kamu terpengaruh oleh seorang pun. Jika telah bangkit Al Qaa'Im kita, maka ia akan membalas karena Allah, karena rasul-Nya dan karena kita semuanya."  
Perhatikanlah bagaimana Al Mahdiy orang-orang Syi'ah berdamai dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, sebaliknya mereka memusuhi orang-orang yang menyelisihi mereka, yaitu Ahlussunnah.
Akidah Taqiyyah (berpura-pura) kaum Syi'ah
Taqiyyah sebagaimana yang didefinisikan oleh salah satu tokoh kontemporer Syi'ah adalah, "Anda berkata dan berbuat namun tidak sesuai dengan keyakinan dengan tujuan untuk menghindarkan bahaya dari dirimu atau hartamu atau untuk menjaga kehormatanmu." (Lihat Asy Syi'ah fil Mizaan oleh Muhammad Jawab Mughniyah hal. 47)
Bahkan kaum Syi'ah berani mengadakan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menguatkan akidah taqiyyah ini, mereka mengatakan, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan taqiyyah ketika Abdullah bin Ubay bin Salul tokoh kaum munafik meninggal dunia, lalu Beliau datang untuk menyalatkannya, kemudian Umar berkata, "Bukankah Allah melarangmu dari hal itu (berdiri di atas kubur orang munafik itu)?" Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Celaka kamu! Tahukah kamu apa yang aku baca?" Sesungguhnya aku mengucapkan, "Ya Allah, isilah perutnya dengan api, penuhilah kuburnya dengan api, dan masukkanlah dia ke dalam api." (Furu'ul Kaafiy bagian kitab Al Janaa'iz hal. 188)
Cobalah perhatikan, bagaimana mereka berani berdusta atas nama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam! Apakah mungkin, para sahabat Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memandang kasihan kepadanya, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi waa sallam melaknatnya?
Al Kulainiy menukilkan dalam Ushulul Kafi sebagai berikut:
Abu 'Abdillah berkata, "Wahai Abu Umar! Sesungguhnya sembilan puluh persen agama terletak pada taqiyyah, dan tidak ada agama bagi yang tidak melakukan taqiyyah, dan taqiyyah itu berlaku dalam segala sesuatu selain dalam urusan nabidz (perasan anggur sebelum menjadi arak) dan mengusap dua khuf."
Bahkan Al Kulainiy juga menukilkan dari Abu 'Abdillah ia berkata, "Jagalah agama kalian dan tutupilah dengan taqiyyah, karena sesungguhnya tidak ada iman bagi yang tidak melakukan taqiyyah." (Ushulul Kaafiy hal. 482-483)
Demikianlah agama Syi'ah sebagai agama buatan, padahal dengan adanya taqiyyah membuat seseorang sering berdusta.
Lebih dari itu, kaum Syi'ah berani bersumpah dengan nama selain Allah hanya untuk taqiyyah –wal 'iyaadz billah-. Al Hur Al 'Amiliy telah menyebutkan dalam bukunya "Wasaa'ilusy Syi'ah" dari Ibnu Bukair, dari Zurarah, dari Abu Ja'far: Aku (Zurarah) pernah bertanya kepada Abu Ja'far, "Sesungguhnya kami melewati kaum ini, lalu mereka meminta kami bersumpah berkaitan dengan harta kami, padahal kami telah membayar zakat kami." Lalu Abu Ja'far berkata, "Wahai Zurarah! Jika engkau takut maka bersumpahlah sesuai keinginan mereka." Aku (Zurarah) berkata, "Biarlah aku jadikan diriku sebagai tebusanmu, apakah (boleh) demi talak dan demi memerdekakan budak?" Abu Ja'far menjawab, "Demi apa pun yang mereka inginkan."
Dari Sama'ah dari Abu 'Abdillah ia berkata, "Jika seseorang bersumpah karena taqiyyah, maka tidaklah mengapa baginya jika ia terpaksa dan terdesak." (Wasaa'ilusy Syi'ah oleh Al Hur Al 'Amiliy 16/136-137).
Dengan demikian, kaum Syi'ah memandang bahwa taqiyyah adalah sebuah kewajiban, dimana agama seseorang dari mereka tidak akan tegak kecuali dengannya, dan mereka saling menyampaikannya baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, serta bermu'amalah dengan orang lain menggunakan taqiyyah (berpura-pura), khususnya ketika mereka sedang dalam kondisi bahaya. Oleh karena itu, berhati-hatilah kita wahai kaum muslim terhadap mereka.
Akidah Thinah yang diyakini kaum Syi'ah Rafidhah
Yang dimaksud Thinah di sini adalah tanah kuburan Al Husain radhiyallahu 'anhu.
Salah satu tokoh sesat mereka yang bernama Muhammad An Nu'man Al Haritsi yang dijuluki dengan Asy Syaikh Al Mufiid dalam bukunya Al Mazaar menukilkan dari Abu 'Abdillah, bahwa ia berkata, "Pada tanah kuburan Husain terdapat obat bagi segala penyakit, dan ia adalah obat paling besar."
Abdullah berkata, "Tahniklah (olesilah langit-langit mulut) anak-anakmu dengan debu (kuburan) Husain."
Muhammad An Nu'man juga berkata, "Seorang dari Khurasan diutus untuk menyampaikan sebingkisan baju kepada Abul Hasan Ar Ridha, dan di sela-sela baju itu ada tanah (dari kuburan Al Husain). Lalu utusan itu ditanya, "Apa ini?" Ia menjawab, "Tanah dari kuburan Al Husain. Tidaklah dihadikan sesuatu kepada seseorang baik baju maupun lainnya kecuali disertakan tanah (kuburan Husain) dan dikatakan untuk keselamatan dengan izin Allah Ta'ala."
Disebutkan, bahwa seseorang bertanya kepada Ash Shadiq tentang memakan tanah kuburan Husain, maka Ash Shadiq berkata, "Jika engkau memakannya, maka ucapkanlah, "Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dengan perantaraan malaikat yang menggenggamnya, dan aku meminta kepada-Mu dengan perantara Nabi yang telah menyimpannya, demikianah dengan perantaraan washiy (orang yang diberi wasiat) yang menempatinya, agar engkau memberikan shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, dan agar Engkau menjadikannya sebagai penyembuh segala penyakit, keamanan dari segala sesuatu yang mengkhawatirkan, serta menjaga dari segala keburukan."
Abu Abdillah juga pernah ditanya tentang menggunakan dua tanah, yaitu tanah kuburan Hamzah dan tanah kuburan Husain, dan keistimewaan dari masing-masing tanah itu, maka ia menjawab, "Biji tasbih dari tanah kuburan Husain bisa bertasbih (mengucapkan Subhaanallah) di tangan seseorang meskipun orang itu tidak bertasbih." (Kitab Al Mazaar oleh Al Mufiid hal. 125)
Di samping itu, kaum Syi'ah Rafidhah juga mempunyai keyakinan, bahwa kaum Syi'ah diciptakan dari tanah khusus, sedangkan kaum Sunni (Ahlussunnah) diciptakan dari tanah yang lain, kemudian kedua tanah itu bercampur dengan cara tertentu, maka jika terjadi pada kaum Syi'ah kemaksiatan dan kejahatan, hal itu terjadi karena peengaruh tanah kaum sunni, sedangkan jika terjadi kesalehan pada kaum Sunni, maka hal itu karena pengaruh dari tanah kaum Syi'ah. Oleh karena itu menurut mereka, bahwa pada hari Kiamat, keburukan dan dosa-dosa kaum Syi'ah akan diletakkan kepada kaum Sunni, sedangkan kebaikan kaum Sunni akan diberikan kepada kaum Syi'ah. (Ilalusy Syaraa'i hal. 490-491, dan Biharul Anwaar 5/247-248).
Jika anda memperhatikan keyakinan-keyakinan kaum Syi'ah ini, maka tampak jelas bagi anda bagaimana agama kaum Syi'ah dipenuhi oleh kedustaan, kepalsuan, khurafat, ada-ada, dan berusaha menyaingi ajaran Islam. Maka mengapa mereka tidak memikirkan?
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Aqidatus Syi'ah (Abdullah bin Muhammad), Al Maktabatusy Syamilah, Mausu'ah Al Haditsiyyah Al Mushaghgharah, Siyahah fii Alamit Tasyayyu' (Imam Muhibbbudin Abbas Al Kazhimiy), Minhajul Firqatin Najiyah (M. bin Jamil Zainu), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger