Mengenal Syi'ah (Bag. 6)


بسم الله الرحمن الرحيم
Mengenal Syi'ah (Bag. 6)
Akidah kaum Syi'ah tentang kota Nejef dan Karbala, dan keutamaan mengunjunginya menurut mereka
Kaum Syi'ah menganggap bahwa lokasi-lokasi kuburan imam mereka -yang hanya diakui belaka atau memang benar itu kuburan mereka- sebagai tanah haram yang suci.
Oleh karena itu, menurut mereka Kufah adalah tanah haram, Karbala' adalah tanah haram, dan Qum adalah tanah haram. Mereka meriwayatkan dari Ash Shadiq, bahwa Allah memiliki tanah haram, yaitu Mekkah. Rasul-Nya juga memiliki tanah haram, yaitu Madinah. Amirul mukminin juga memiliki tanah haram, yaitu Kufah, dan kita (kaum Syi'ah) memiliki tanah haram, yaitu Qum.
Tanah Karbala menurut mereka juga lebih utama daripada Ka'bah. Disebutkan dalam kitab Biharul Anwar dari Abu 'Abdillah, bahwa ia berkata, "Sesungguhnya Allah memberikan wahyu kepada ka'bah, "Kalau bukan karena tanah Karbala, Aku tidak akan mengutamakanmu. Kalau bukan karena imam yang bersemayam dalam tanah Karbala, Aku tidak akan menciptakan kamu dan Aku tidak akan menciptakan rumah yang engkau banggakan, maka diamlah kamu dan tetaplah, dan jadilah kamu sebagai tumpukan dosa, hina, dina, tidak berani dan tidak sombong kepada tanah Karbala. Jika tidak demikian, maka Aku akan tenggelamkan kamu dan Aku akan jatuhkan kamu ke dalam neraka Jahannam." (Biharul Anwaar 10/107).
Demikianlah keberanian penulis buku Biharul Anwar berkata dusta terhadap Allah 'Azza wa Jalla. Padahal Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوْحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَا أَنَزلَ اللّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata, "Telah diwahyukan kepada saya," padahal tidak diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata, "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), "Keluarkanlah nyawamu!" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya." (QS. Al An'aam: 93)
Bahkan kaum Syi'ah Rafidhah juga menjadikan ziarah ke kubur Al Husain di tanah Karbala lebih utama daripada menunaikan rukun kelima, yaitu naik haji ke Baitullah. Al Majlisiy menyebutkan dalam bukunya Biharul Anwar dari Busyair Ad Dahhan ia berkata: Aku bertanya kepada Abu Abdillah, "Kadang saya tidak sempat haji, maka bisakah saya menziarahi kubur Husain?" Maka ia menjawab, "Bagus sekali engkau wahai Busyair! Siapa saja orang mukmin yang mendatangi kuburan Al Husain dengan mengetahui haknya pada selain hari raya, maka akan dicatat untuknya dua puluh kali haji dan dua puluh kali umrah dalam keadaan mabrur dan diterima. Demikian pula akan dicatat dua puluh kali peperangan bersama Nabi yang diutus atau imam yang adil. Dan barang siapa yang mendatanginya pada hari Arafah dengan mengetahui haknya, maka akan dicatat untuknya seribu kali haji dan seribu kali umrah dalam keadaan mabrur dan diterima, demikian pula akan dicatat seribu kali peperangan bersama nabi yang diutus atau imam yang adil."
Dalam buku yang sama disebutkan, bahwa penziarah kubur Al Husain di tanah Karbala adalah orang-orang suci, sedangkan jamaah haji yang berada di tempat wuquf pada hari Arafah adalah anak-anak zina. Sebagaimana dalam riwayat mereka dari Ali bin Asbath yang ia sampaikan kepada Abu Abdillah, ia berkata, "Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala lebih dulu memperhatikan para penziarah kubur Al Husain di sore hari Arafah." Ali bin Asbath bertanya, "Apakah sebelum memperhatikan orang-orang yang berada di tempat wuquf?" Ia menjawab, "Ya." Ali bin Asbath bertanya, "Bagaimana bisa seperti itu?" Ia (Abu Abdillah) berkata, "Karena di antara mereka ada anak-anak zina, sedangkan di antara mereka ini (para penziarah kubur Al Husain) tidak ada anak-anak zina." (Biharul Anwar oleh Al Majlisi 85/98)
Bahkan tokoh rujukan mereka Ali As Sistaniy dalam bukunya Minhajush Shaalihin lebih mengutamakan shalat di kuburan daripada shalat di masjid. Ia berkata dalam masalah no. 562, "Dianjurkan shalat di kuburan para imam. Bahkan dikatakan, bahwa shalat di kuburan lebih utama daripada shalat di masjid. Dan telah driwayatkan, bahwa shalat di kuburan Ali bin Abi Thalib dilipatgandakan dengan 200.000 kali lipat." (Minhajush Shalihin oleh As Sistaani 1/187)
Tampaknya mereka tidak mengetahui, bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang umatnya beribadah di dekat kuburan. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
"Ingatlah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid. Ingatlah! Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian terhadap perbuatan itu." (HR. Muslim)
Bahkan tokoh mereka Abbas Al Kasyani dalam bukunya Mashaabihul Jinan bersikap lebih melampaui batas lagi terhadap Karbala, ia berkata, "Tidak diragukan lagi, bahwa tanah Karbala adalah tempat paling suci dalam Islam. Bahkan tanah tersebut berdasarkan nash-nash yang ada diberi kelebihan dan kemuliaan daripada tanah atau tempat lainnya. Oleh karena itu, Karbala adalah tanah Allah yang suci lagi diberkahi, tanah Allah yang tunduk lagi rendah hati, tanah pilihan, tanah haram yang aman dan diberkahi, tanah suci Allah dan tanah suci Rasul-Nya, kubah Islam, dan termasuk tempat yang disukai Allah untuk beribadah dan berdoa. Karbala juga merupakan tanah Allah yang mengandung kesembuhan. Keistimewaan ini dan semisalnya yang terkumpul pada Karbala tidak terkumpul pada tanah-tanah selainnya yang ada di bumi, bahkan tidak pula terkumpul pada ka'bah." (Mashaabihul Jinan oleh Abbas Al Kasyani hal. 360)
Dalam kitab Al Mazar oleh Muhammad An Nu'man yang diberi gelar Asy Syaikh Al Mufid disebutkan tentang keutamaan Masjid Kufah: Dari Abu Ja'far Al Baqir ia berkata, "Kalau sekiranya manusia mengetahui keutamaan yang ada pada masjid Kufah, tentu mereka mempersiapkan bekal dan kendaraan (untuk mendatanginya) dari tempat yang jauh. Sesungguhnya shalat fardhu (di sana) menyamai haji, dan shalat sunatnya menyamai umrah." (Kitab Al Mazar oleh Asy Syaikh Al Mufid)
Pernyataan ini jelas bertentangan dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam,
لَا تُشَدُّ اَلرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: اَلْمَسْجِدِ اَلْحَرَامِ, وَمَسْجِدِي هَذَا, وَالْمَسْجِدِ اَلْأَقْصَى
“Tidak boleh mengadakan perjalanan jauh kecuali ke tiga masjid; Masjidil haram, Masjidku ini dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Dalam buku Al Mazar pula disebutkan, yaitu pada bab: Ucapan Ketika Berdiri Di atas Kuburan,
"Yaitu hendaknya penziarah kuburan Al Husain menunjukan dengan tangan kanannya dan berdoa dengan doa yang panjang, "…dan aku datang menziarahi kuburanmu untuk memperoleh kaki yang mantap ketika berhijrah kepadamu. Aku yakin, bahwa Allah Azza wa Jalla menghilangkan kegelisahan denganmu, menurunkan rahmat denganmu, menahan bumi agar tidak tenggelam bersama penghuninya denganmu, dan denganmu Allah mengokohkan gunung-gunung di atas pasaknya. Aku menghadap Tuhanku denganmu wahai junjunganku untuk memenuhi segala kebutuhanku dan mengampuni dosaku." (Al Mazar oleh Asy Syaikh Al Mufiid hal. 99).
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana mereka terjatuh ke dalam perbuatan syirk karena meminta kepada selain Allah, mengadakan perantara antara dirinya dengan Allah, dan meminta ampunan kepada manusia, padahal siapakah yang dapat memberikan ampunan selain Allah?
Kita berlindung kepada Allah dari perbuatan syirk.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Aqidatus Syi'ah (Abdullah bin Muhammad), Al Maktabatusy Syamilah, Mausu'ah Al Haditsiyyah Al Mushaghgharah, Siyahah fii Alamit Tasyayyu' (Imam Muhibbbudin Abbas Al Kazhimiy), Minhajul Firqatin Najiyah (M. bin Jamil Zainu), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger