Sunah-Sunah Shalat (4)


بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫هدي النبي صلى الله عليه وسلم‬‎
Sunah-Sunah Shalat (4)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang sunah-sunah shalat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Sunah-Sunah Shalat
Beberapa Cara Membaca Surat atau Ayat Setelah Al Fatihah
Membaca surat atau ayat setelah Al Fatihah boleh dengan cara-cara berikut ini:
Al Husain berkata, “Kami pernah memerangi wilayah Khurasan bersama tiga ratus orang sahabat, di antara mereka ada yang shalat mengimami kami dan membaca beberapa ayat dari sebuah surat, lalu ia ruku.”
Dari Ibnu Abbas, bahwa ia (dalam shalat) membaca surat Al Fatihah dan satu ayat dari surat Al Baqarah pada setiap rakaat. (Diriwayatkan oleh Daruqutni dengan isnad yang kuat)
Imam Bukhari membuat bab dalam Shahihnya “Bab menggabung dua surat dalam satu rakaat, membaca ayat-ayat terakhir, dan membaca sebuah surat sebelum surat yang lain, dan membaca awal surat.”
Disebutkan dari Abdullah bin As Sa’ib, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al Mu’minun dalam shalat Subuh, sehingga ketika sampai pada ayat yang menyebutkan Nabi Musa dan Harun, atau menyebutkan Nabi Isa, maka Beliau batuk lalu ruku.
Umar juga pernah membaca pada rakaat pertama 120 ayat dari surat Al Baqarah, dan pada rakaat kedua salah satu surat Matsani.
Al Ahnaf pernah membaca surat Al Kahfi pada rakaat pertama, dan membaca surat Yunus atau Yusuf pada rakaat kedua. Ia menyatakan, bahwa dirinya pernah shalat Subuh bersama Umar, dimana Beliau membaca keduanya.
Ibnu Mas’ud pernah membaca 40 ayat dari surat Al Anfal, dan pada rakaat kedua, Beliau membaca salah satu surat Mufashshal[i].
Qatadah berkata tentang orang yang membaca surat yang sama dalam dua rakaat atau mengulang-ulang satu surat dalam dua rakaat, “Semuanya adalah kitabullah.”
Abdullah bin Tsabit meriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada salah seorang Anshar yang mengimami manusia di masjid Quba’. Setiap kali ia hendak membaca surat (setelah Al Fatihah), maka ia memulai dengan surat Qulhuwallahu ahad (Al Ikhlas) hingga selesai, lalu melanjutkan dengan membaca surat yang lain. Ia melakukan seperti itu di setiap rakaat. Maka kawan-kawannya berbicara kepadanya, “Sesungguhnya engkau memulai dengan surat ini, lalu engkau tidak merasa puas hingga engkau baca lagi di rakaat selanjutnya? Hendaknya engkau baca surat itu atau meninggalkannya dan membaca surat yang lain!” Ia menjawab, “Saya tidak akan meninggalkannya. Jika kalian suka aku mengimami kalian dengan cara itu, saya akan melakukannya, dan jika kalian tidak suka, saya akan tinggalkan kalian.” Padahal mereka memandang, bahwa orang itu adalah orang terbaik mereka, dan mereka tidak suka jika ada yang lain mengimami mereka. Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka dan mereka memberitahukan hal itu, maka Beliau bersabda kepada orang Anshar itu, “Wahai fulan, apa yang menghalangimu melakukan usulan kawan-kawanmu? Dan apa yang mendorongmu melazimi surat ini di setiap rakaat?” Ia menjawab, “Aku mencintainya.” Maka Beliau bersabda, “Cintamu kepada surat itu akan membuatmu masuk surga.”
Dari salah seorang yang berasal dari suku Juhainah, bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Idzaa zulzilatil ardhu (Az Zalzalah) pada dua rakaat. Orang itu berkata, “Aku tidak tahu, apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat itu karena lupa atau sengaja?” (HR. Abu Dawud, dan dalam isnadnya tidak ada cacat)
Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam membaca surat setelah Al Fatihah
Berikut penjelasan Imam Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’aad tentang bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah Al Fatihah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat Al Fatihah memulai dengan surat yang lain, terkadang Beliau memanjangkannya dan terkadang Beliau membaca pendek karena sebab, seperti karena safar atau lainnya, namun pada umumnya Beliau membaca sedang.
Bacaan pada shalat Subuh
Pada shalat Subuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca surat yang panjangnya sekitar 60 sampai 100 ayat.
Beliau pernah membaca surat Qaaf, surat Ar Ruum, surat At Takwir, dan pernah membaca surat Az Zalzalah di kedua rakaat shalat Subuh. Beliau juga pernah membaca surat mu’awwidzatain (Al Falaq dan An Naas) pada saat safar. Beliau juga pernah membaca surat Al Mu’minun, dan pada saat sampai pada ayat yang menyebutkan Nabi Musa dan Harun, Beliau batuk lalu ruku.
Pada hari Jum’at, Beliau biasa membaca surat As Sajdah dan surat Al Insan secara lengkap, dan tidak melakukan seperti yang dilakukan kebanyakan orang sekarang, yaitu membaca sebagian dari surat As Sajdah dan sebagian dari surat Al insan. Adapun sangkaan kebanyakan manusia yang tidak mengerti, bahwa Subuh hari Jum’at diistimewakan dengan surat As Sajdah adalah kejahilan yang besar. Oleh karena itu, sebagian para imam memakruhkan membaca surat As Sajdah ketika ada sangkaan seperti ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dua surat ini adalah karena kandungannya yang menyebutkan tentang awal penciptaan dan kebangkitan, penciptaan Adam, surga, neraka, dan hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi pada hari Jumat. Oleh karenanya, Beliau membaca pada Subuh hari Jumat surat yang menyebutkan hal yang telah terjadi dan akan terjadi pada hari Jumat untuk mengingatkan umat ini hal-hal yang akan terjadi pada hari itu, sebagaimana Beliau membaca pada pertemuan-pertemuan besar, seperti hari raya dan hari Jumat surat Qaaf, surat Al Qamar, surat Al A’laa dan surat Al Ghasyiyah.
Bacaan pada shalat Zhuhur
Pada shalat Zhuhur terkadang Beliau membaca panjang sehingga Abu Sa’id berkata, “Ketika shalat Zhuhur ditegakkan, jika ada seseorang yang pergi ke Baqi untuk buang hajat, lalu mendatangi keluarganya, dan berwudhu, maka dia akan mendapatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih dalam rakaat pertama karena Beliau memanjangkannya (HR. Muslim).
Terkadang Beliau membaca surat seukuran surat As Sajdah, terkadang membaca surat Al A’laa dan Al Lail, dan terkadang Beliau membaca Al Buruj dan Ath Thariq.
Bacaan pada shalat Ashar
Adapun pada shalat Ashar, maka Beliau membaca separuh dari bacaan Beliau pada shalat Zhuhur yang panjang, demikian pula seukuran itu (shalat Zhuhur) ketika membaca pendek.
Bacaan pada shalat Maghrib
Adapun pada shalat Maghrib, maka petunjuk Beliau berbeda dengan yang dilakukan orang-orang sekarang. Beliau pernah membaca surat Al A’raf pada dua rakaat, pernah pula membaca surat Ath Thur, dan surat Al Mursalat.
Abu Umar Ibnu Abdil Bar berkata, “Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau pernah membaca surat Al A’raaf, Ash Shaaffat, Ad Dukhan, Al A’la, At Tiin, Mu’awwidzatain, dan Al Mursalat. Beliau membaca pada shalat Maghrib surat Mufashshalat yang pendek.”
Ia juga berkarta, “Semua riwayat itu shahih dan masyhur.”
Sedangkan yang merutinkan membaca surat mufashshal yang pendek, maka itu adalah praktek Marwan bin Hakam. Oleh karena itu, ia diingkari oleh Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Mengapa engkau baca pada shalat Maghrib surat mufashshal yang pendek? Padahal aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca surat Thula thuyalain (salah satu di antara dua surat yang panjang).” Ia bertanya, “Apa Thula thuyalain itu?” Beliau menjawab, “Yaitu surat Al A’raaf.” (Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh para pemilik kitab Sunan).
Nasa’i menyebutkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam membaca pada shalat Maghrib surat Al A’raaf, Beliau bagi surat itu dalam dua rakaat. Oleh karena itu, merutinkan hanya beberapa ayat dan surat dari surat Mufashshal adalah menyelisihi Sunnah, dan merupakan praktek Marwan bin Hakam.
Bacaan pada shalat Isya
Pada shalat Isya, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat At Tiin, dan pernah menyuruh Mu’adz membaca surat Asy Syams, Al A’laa, dan Al Lail pada shalat tersebut.
Beliau pernah mengingkari Mu’adz ketika ia membaca surat Al Baqarah pada shalat Isya, yaitu seusai ia shalat bersama Beliau, lalu pergi mendatangi Bani Amr bin Auf dan mengimami shalat mereka setelah berlalu sebagian malam sesuai kehendak Allah. Ketika itu, Mu’adz membaca surat Al Baqarah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurnya dengan berkata, “Apakah engkau hendak menimbulkan fitnah wahai Mu’adz?” Lalu orang-orang yang tergesa-gesa shalatnya berpegang dengan kalimat ini tanpa melihat cerita sebelumnya dan setelahnya.
Bacaan pada shalat Jum’at
Pada shalat Jumat, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al Jumu’ah dan Al Munafiqun atau Al Ghasyiyah secara sempurna, dan membaca surat Al A’laa dan Al Ghasyiyah.
Adapun membaca hanya akhir-akhir dari dua surat tersebut (Al Jumu’ah dan Al Munafiqun), yakni dari ayat “Yaa ayyuhalladziinaa aamanu...dst.” maka Beliau tidak pernah melakukannya, bahkan hal itu menyelisihi petunjuk yang biasa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam rutinkan.
Bacaan pada shalat dua hari raya
Adapun pada dua hari raya, maka Beliau terkadang membaca surat Qaaf dan Al Qamar secara sempurna, dan tekadang membaca surat Al A’laa dan Al Ghasyiyah. Demikianlah petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Beliau tekuni hingga menghadap Allah Azza wa Jalla. Tidak ada yang dimansukh, sehingga petunjuk itu diikuti oleh para Khulafaur Rasyidin setelahnya. Oleh karenanya, Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah membaca surat Al Baqarah pada shalat Subuh sehingga Beliau salam menjelang terbit matahari, lalu para makmum berkata, “Wahai khalifah Rasulullah, hampir saja matahari terbit!” Ia menjawab, “Kalau pun ia terbit, ia tidak mendapati kita sebagai orang-orang yang lalai.” Adapun Umar radhiyallahu ‘anhu, ia pernah membaca surat Yusuf, An Nahl, Hud, Al Isra, dan surat-surat semisalnya.
Kalau sekiranya sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjangkan shalatnya itu sudah dimansukh, tentu yang demikian tidak samar bagi para khulafaur rasyidin dan akan diketahui oleh orang-orang yang tergesa-gesa shalatnya.
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam shalat Subuh surat Qaaf, setelah itu shalat Beliau ringan, maka maksudnya setelah shalat Subuh. Yakni Beliau memanjangkan bacaan pada shalat Subuh melebihi pada shalat-shalat lainnya, dan shalat yang dilakukan setelah shalat Subuh (seperti Zhuhur, Ashar, dst.) dilakukan secara ringan. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan Ummul Fadhl, dimana ia mendengar Ibnu Abbas membaca surat Al Mursalat, lalu ia berkata, “Wahai puteraku, engkau telah mengingatkanku surat ini. Ia adalah surat terakhir yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pernah membacanya di waktu shalat Maghrib.” Demikianlah keadaan akhir Beliau.
Ibnul Qayyim juga menjelaskan,
Adapun sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa saja di antara kalian yang mengimami manusia, maka ringankanlah!” dan pernyataan Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling ringan shalatnya, maka hal ini merupakan perkara nisbi (relatif), memperhatikan praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang biasa Beliau lakukan; bukan sesuai kehendak makmum. Karena Beliau tidaklah memerintahkan sesuatu lalu Beliau menyelisihinya, padahal sudah maklum, bahwa di belakang Beliau ada orang tua, orang lemah, dan orang yang berhajat. Oleh karena itu, yang dilakukan Beliau adalah yang ringan; yang memang diperintahkan, karena kemungkinan shalat Beliau lebih panjang berkali lipat dari itu, sehingga yang Beliau lakukan itu adalah ringan jika melihat praktek Beliau yang shalatnya sangat panjang.
Dengan demikian, petunjuk Beliau yang rutin itulah yang menjadi hakim terhadap permasalahan yang diperselisihkan. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Nasa’i dan lainnya dari Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami meringankan shalat, dan Beliau mengimami kami dengan membaca surat Ash Shaaffaat.” Oleh karenanya, membaca surat Ash Shaaffaat termasuk ringan yang diperintahkan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bersambung...
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (S. Sabiq), Zaadul Ma’aad (Ibnul Qayyim), Makbatah Syamilah versi 345, dll.


[i] Mufashshal adalah akhir-akhir Al Qur’an yang diawali dari surat Al Hujurat, inilah yang dirajihkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar (2/198). Adapula yang berpendapat, bahwa mulainya dari surat Qaaf. Disebut mufashshal, karena surat-surat tersebut banyak dipisah dengan basmalah.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger