بسم الله الرحمن الرحيم
Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah (1)
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اما
بعد
Sesungguhnya
segala puji milik Allah kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya,
meminta ampunan kepada-Nya, berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri kami dan
keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah
maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan-Nya
maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya dan
saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, semoga shalawat
dan salam terlimpah kepadanya. Amma ba’du:
Karena karunia Allah semata, kami dapat
menyusun risalah ini “Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama'ah.”
Penyusun berharap kepada Allah agar
Dia menjadikan risalah ini bermanfaat bagi penyusun dan kaum muslimin, hanya
Dia-lah yang berkuasa atas hal itu dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Penyusun juga
berharap kepada Allah agar Dia menjauhkan dari diri penyusun segala macam
pembatal-pembatal amalan, hanya Dia-alah satu-satunya yang bisa diharapkan. (Bekasi, 21
Ramadhan 1427 H, Ditulis oleh: Marwan bin Musa)
Pengantar
Sebelum berbicara tentang ‘Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, alangkah baiknya jika kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan ‘Aqidah?
‘Aqidah secara istilah adalah
keimanan yang kokoh tanpa disertai dengan keraguan bagi pemiliknya.
Sehingga maksud ‘Aqidah
Islamiyah adalah keimanan yang kokoh kepada Allah –baik iman kepada uluhiyyah-Nya
(keberhakan-Nya untuk diibadati, tidak selain-Nya), rububiyyah-Nya
(hanya Dia saja yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta), maupun asma’
wa shifat-Nya (nama-nama dan sifat yang dimiliki-Nya), juga beriman kepada
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari Akhir, dan beriman kepada
qadar yang baik maupun yang buruknya. Juga mengimani segala yang disebutkan
dalam Al Qur’an dan As Sunnah baik berupa dasar-dasar agama, masalah ghaib yang
disebutkannya, berita-beritanya, dan lain-lain.
Mencakup ke dalam pembahasan
‘Aqidah adalah masalah tauhid, hakikat Islam, iman, masalah-masalah yang ghaib,
masalah nubuwwah (kenabian), qadar, serta hal-hal yang disepakati oleh As
Salafush Shaalih (generasi terdepan ummat Islam yang terdiri dari sahabat,
tabi’in, dan para imam kaum muslimin di tiga generasi pertama) tentang masalah
‘Aqidah seperti walaa’ dan baraa’, sikap yang benar terhadap
sahabat dan ummahatul mukminin, bantahan terhadap orang-orang kafir,
ahlul bid’ah dan firqah-firqah sesat, demikian juga mencakup masalah hukum
(fiqh) dasar yang sudah qath’iy (pasti) dan disepakati.
Masalah fiqh dasar yang sudah
qath’i misalnya mengusap kedua khuffain (dua sepatu) dalam berwudhu’,
Imam Nawawi berkata,
“Telah ijma’ (sepakat) orang-orang
yang dipakai ijma’nya bahwa boleh hukumnya menyapu khuffain (2 khuf) dalam
safar maupun tidak safar, baik karena adanya keperluan
maupun tidak, bahkan boleh bagi wanita yang senantiasa dalam rumah dan orang
yang sakit menahun yang tidak mampu berjalan, yang mengingkarinya hanyalah
orang-orang Syi’ah dan Khawarij yang tidak dipandang sikap mereka.”
Nama-nama lain ‘Aqidah menurut Ahlus
Sunnah wal Jama’ah adalah:
1. ‘Aqidah, I’tiqad dan ‘Aqa’id.
2. At Tauhid
3. As Sunnah
4. Asy Syari’ah
5. Al Iman
6. Ushulud diin atau Ushulud
diyaanah
Adapun penamaan ilmu ‘Aqidah
dengan ilmu kalam adalah tidak benar, karena ilmu kalam menetapkan ‘Aqidah
berdasarkan ra’yu atau pendapat bukan wahyu.
Siapakah Ahlus Sunnah
wal Jama'aah?
Yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah
wal Jama’aah adalah orang-orang yang berada di atas jalan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Mereka terdiri dari para sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, para tabi’in, para imam kaum muslimin yang
mengikuti jejak mereka, dan siapa saja yang mengikuti jejak mereka di setiap
zaman, di mana ciri mereka adalah istiqamah di atas Sunnah dan menjauhi bid’ah
(mengada-ada dalam urusan agama), mereka akan tetap ada sampai tibanya hari
kiamat.
Dinamakan Ahlus Sunnah
karena mereka berpegang dengan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
mengikutinya. Dan disebut Al
Jama’ah karena mereka berkumpul di atas yang benar dan tidak berpecah-belah
(meskipun mereka sendiri dan berjauhan tempat dan zaman).
Nama-nama lain Ahlus Sunnah wal Jama'aah
Mereka disebut juga Ahlul hadits, Ahlul
atsar, Ahlul ittiba’ (karena mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam), Ath Thaaifah Al Manshuurah (golongan yang ditolong Allah
Ta’ala), Al Firqah An Najiyah (golongan yang selamat), Al Ghuraba’
(orang-orang yang dianggap asing) dan As Salafush Shaalih.
Ahlus Sunnah wal Jam’aah memiliki ciri
khusus yang membedakan dengan yang lain, sebagai berikut:
Dalam bertalaqqi (mengambil rujukan)
Dalam bertalaqqi,
sumber rujukan mereka Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ As
Salafush Shalih.
Mereka menerima setiap Sunnah yang datang
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meskipun riwayatnya ahad (tidak
mutawatir) selama shahih.
Dalam memahami Al Qur’an dan As
Sunnah langkah mereka adalah mencari dalil yang
tegas (sharih) yang menjelaskan ayat
atau hadits itu, lalu mengikuti faham As Salafus Shalih (orang-orang terdahulu
yang terdiri dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat, dan Tabi’in karena mereka adalah
sebaik-baik generasi, disamping itu karena mereka adalah orang-orang yang
paling tahu tentang agama ini), kemudian mengikuti penjelasan para ulama yang
meniti jejak mereka.
Contoh dalam hal ini adalah apa yang
dikemukakan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahulah dalam mukadimah kitab tafsirnya, ia berkata:
“Apabila ada
seseorang bertanya, “Apa cara terbaik dalam menafsirkan (Al Qur’an)?” Jawab, “Sesungguhnya
cara terbaik dalam hal ini adalah menafsirkan Al Qur’an dengan (penjelasan) Al
Quran, yang masih belum jelas di ayat ini mungkin dijelaskan di ayat lain, jika kamu tidak menemukan (penjelasan di ayat lain), maka dengan melihat As
Sunnah, karena ia adalah pensyarah Al Qur’an dan penjelasnya…dst.”
Kemudian Ibnu
Katsir melanjutkan, “Jika kita tidak menemukan (penjelasannya) dalam Al Qur’an dan
As Sunnah, maka kita melihat pendapat para sahabat, karena mereka lebih tahu
tentang hal itu…dst”.
Ibnu Katsir
berkata lagi, “Jika kamu tidak menemukan dalam Al Qur’an, As Sunnah, dan dari para sahabat, maka dalam hal ini Para imam melihat pendapat para
tabi’in…dst.”
Mereka (Ahlus
sunnah wal jamaa’ah) tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya lahir-batin, oleh karenanya Al Qur’an atau As Sunnah yang shahih tidak mereka tolak karena
qiyas, perasaan, pendapat seorang syaikh, imam dsb.
Di sisi mereka
akal yang sehat itu selamanya sejalan dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan tidak ada pertentangan selamanya, kalaupun secara
sekilas seakan-akan seperti bertentangan karena keterbatasan pandangan kita, maka yang dikedepankan adalah dalil/wahyu.
Di sisi mereka
juga bahwa setiap yang diada-adakan dalam agama ini adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah memiliki perhatian yang tinggi terhadap Al Qur’an dan As Sunnah, baik
dengan cara menghapalnya, membacanya, mendalami tafsirnya, demikian juga dalam
masalah hadits, mereka memperhatikannya baik dari sisi riwayah (isi hadits
tersebut) maupun dirayah (sanadnya).
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah tidak memiliki imam mu’azhzham (yang dijunjung tinggi) sehingga mengambil semua pendapatnya dan meninggalkan
pendapat yang menyelisihinya, selain Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sajalah imam mu’azhzham mereka, selain Beliau maka
diperiksa pendapatnya apakah sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah atau tidak, jika ternyata sesuai maka mereka menerimanya, namun jika tidak, maka mereka tolak.
Mereka yakin bahwa semua orang bisa diambil pendapatnya
atau ditolak selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak bisa
ditolak.
Ahlus Sunnah wal
Jama’ah memuliakan As Salafush Shalih dan mengikuti jejak mereka, mereka
memandang bahwa jalan mereka adalah jalan yang selamat, lebih dalam
pengetahuannya tentang agama dan lebih meyakinkan.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah meniti manhaj wahyu, oleh karena itu mereka tidak membantah sebuah bid’ah
dengan bid’ah juga.
Dalam
masalah Tauhid Uluhiyyah
Ahlus
Sunnah wal Jama'ah
beriman bahwa Allah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya baik dalam
rubuubiyyah-Nya (menciptakan,
mengatur, dan menguasai alam semesta), uluhiyyah (keberhakan-Nya
untuk diibadati), maupun dalam hal nama dan sifat Allah
Subhaanahu wa Ta'aala, Dia adalah Tuhan semesta alam, Tuhan yang berhak untuk
disembah dan ditujukan berbagai macam ibadah.
Menurut
Ahlus Sunnah wal Jama'aah,
mengarahkan bentuk ibadah seperti do’a, meminta pertolongan atau perlindungan,
bertawakkal, berharap, dan berkurban kepada selain Allah adalah
sebuah kemusyrikan dan dosa yang sangat besar. Tidak ada bedanya, baik selain
Allah itu malaikat, nabi, wali maupun lainnya.
Dalam
beribadah kepada Allah, Ahlus Sunnah wal Jama'aah menggabungkan tiga pilar; Al
Hubb (rasa cinta kepada Allah), Al Khauf (rasa takut kepada Allah), dan Ar Raja’ (rasa berharap kepada Allah).
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraaji’: Mujmal ushul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah (Dr. Nashir Al ‘Aql), Mukhtashar ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (M. Ibrahim Al Hamd), Al ‘Aqiidah Ash
Shahiihah (Syaikh Ibnu Baz), Bekal Menuju Akhirat (penyusun), Syarh
Tsalaatsatil Ushuul (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin), Kitab At Tauhid (DR.
Shaalih Al Fauzaan), Minhajul Muslim (Syaikh Abu Bakr Al Jazaa’iriy), Syarh
Lum’atil I’tiqad (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin), dll.
0 komentar:
Posting Komentar