بسم الله الرحمن الرحيم
Manajemen Harta Yang Islami
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ
القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ
فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ
جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ»
“Tidaklah bergeser
dua kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ia ditanya tentang umurnya;
untuk apa ia habiskan. Tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan, tentang
hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia keluarkan, dan tentang badannya
untuk apa ia kuras tenaganya?” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan
shahih.”)
Hadits ini
merupakan prinsip penting dalam memenej harta, yaitu hendaknya ia perhatikan ke
mana ia keluarkan. Di samping memperhatikan pula dari mana ia peroleh.
Seorang muslim
yang baik tentu memperhatikan ke mana ia keluarkan hartanya, dia tidak ingin
harta tersebut menjadi malapetaka bagi dirinya. Oleh karenanya, ia keluarkan
hartanya untuk hal-hal yang bermaslahat bagi dirinya di dunia dan akhirat.
Untuk hal yang
bermaslahat bagi dirinya di dunia misalnya ia keluarkan untuk kebutuhan dirinya
dan keluarganya seperlunya dan secukupnya dengan tidak berlebihan, karena ia
yakin semua itu akan ditinggalkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي
الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا»
“Apa urusanku
dengan dunia. Aku di dunia ini hanyalah seperti seorang yang menaiki kendaraan lalu
berteduh di sebuah pohon, kemudian berangkat lagi meninggalkannya.” (HR.
Tirmidzi, ia berkata, “Hasan shahih”).
يَتْبَعُ المَيِّتَ ثَلاَثَةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ
وَاحِدٌ: يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ
وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Ada tiga yang
akan mengantarkan seorang mayit; yang dua pulang kembali, sedangkan yang satu
akan bersamanya; yang tiga itu adalah keluarganya, hartanya, dan amalnya.
Keluarga dan hartanya akan kembali, dan yang akan tinggal menemaninya adalah
amalnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun untuk akhiratnya, misalnya ia
keluarkan hak Allah Ta’ala di sana; ia keluarkan infak yang wajib dan yang
sunahnya. Contoh infak yang wajib adalah zakat,
menafkahi anak dan istri, kerabat (seperti orang tua) dan budak. Sedangkan yang
sunah adalah semua jalur kebaikan, seperti untuk pembangunan masjid dan sekolah
Islam, untuk para mujahid fi sabilillah, untuk kepentingan dakwah, untuk
membantu para da’i menyebarkan Islam, untuk waqaf, untuk anak-anak yatim,
janda, dan orang-orang miskin, untuk musafir yang kehabisan bekal, dan
sebagainya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ
مِنْ عَمَلِهِ وَ حَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا نَشَرَهُ وَ وَلَدًا
صَالِحًا تَرَكَهُ وَ مُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا
لِابْنِ السَّبِيْلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا
مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَ حَيَاتِهِ تَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
"Sesungguhnya di antara amalan dan
kebaikan yang akan sampai kepada seorang mukmin setelah wafatnya adalah ilmu
yang disebarkannya, anak saleh yang ditinggalkanya, mushaf Al Qur'an yang
diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk Ibnussabil yang
didirikannya, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dikeluarkan dari hartanya
di waktu sehat dan sewaktu hidupnya. Semua itu akan sampai kepadanya setelah
meninggalnya." (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi, Shahihul Jaami' no.
2231)
Harta tidak
membuat lupa dari mengingat Allah
Harta juga akan menjadi malapetaka atau
musibah bagi seseorang ketika membuatnya lupa dari mengingat Allah; tidak
sempat beribadah kepada-Nya atau membuatnya jatuh kepada kemaksiatan, wal
‘iyadz billah. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا
أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
“Wahai
orang-orang beriman! Janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi.” (Terj. QS. Al Munafiqun: 9)
Oleh karena itu, barang siapa yang
dibuat lalai oleh harta dan anaknya sampai tidak sempat mengingat Allah, tidak
sempat mendatangi panggilan Allah (misalnya azan), tidak sempat beribadah
kepada-Nya dan bersimpuh di hadapan-Nya, maka ketahuilah bahwa hartanya itu
akan membawanya kepada kerugian.
Harta yang kekal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
" يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي، مَالِي،
قَالَ: وَهَلْ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ
فَأَفْنَيْتَ، أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ؟
“Anak
Adam akan berkata, “Hartaku, Hartaku!” Lalu dikatakan, “Wahai Anak Adam!
Bukankah hartamu yang telah kamu makan lalu habis atau yang kamu pakai lalu
usang, atau yang kamu sedekahkan. Itulah yang kamu bawa.” (HR. Muslim,
Tirmidzi, dan Nasa’i)
Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, bahwa beberapa orang menyembelih
kambing, lalu membagikannya kepada orang-orang miskin, kemudian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apa
yang tersisa darinya?” Ia menjawab, “Tidak tersisa selain pundaknya.” Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«بَقِيَ كُلُّهَا غَيْرَ كَتِفِهَا»
“Semuanya tersisa (masih ada) selain pundaknya.” (HR. Tirmidzi,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi dan Ash
Shahiihah (2544))
Maksudnya, bahwa yang disedekahkan seseorang di jalan Allah adalah yang
kekal pada hari Kiamat, dan tidak ada yang binasa selain yang ia pakai di dunia
ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَا نَقَصَ مَالُ عبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ
“Tidaklah berkurang harta
seorang hamba karena bersedekah.” (HR. Tirmidzi dan lainnya, dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5809).
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan
dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu
adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya di Madinah berupa kebun kurma.
Dan harta yang paling dicintainya adalah kebun Bairuha yang menghadap ke Masjid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memasukinya dan meminum air yang
baik di sana. Ketika turun ayat ini,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Terj.
QS. Ali Imran: 92)
Maka Abu Thalhah bangkit menemui
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah Ta’ala telah menurunkan kepadamu ayat, “Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai.” (Terj. QS. Ali Imran: 92) Dan harta yang
paling aku cintai adalah kebun Bairuha, dan ia menjadi sedekah karena Allah
Ta’ala; aku mengharap kebaikan dan simpanan-Nya di sisi Allah Ta’ala. Oleh
karena itu, silahkan engkau wahai Rasulullah, arahkan ke mana saja yang Allah tunjukkan
kepadamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bakh (Wah). Itu
adalah harta yang menguntungkan. Itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah
dengar niatmu, dan menurutku sebaiknya engkau berikan kepada
kerabat-kerabatmu.” Abu Thalhah berkata, “Aku akan lakukan wahai Rasulullah.”
Maka Abu Thalhah membagikannya di antara kerabat dan anak-anak pamannya.”
Saudaraku, harta yang engkau
sedekahkan di jalan Allah itulah yang kekal, adapun harta yang tidak engkau
keluarkan untuk itu, maka engkau akan meninggalkannya.
Beberapa hadits yang disebutkan di
atas adalah contoh memenej harta yang Islami. Termasuk pula yang disebutkan
dalam hadits di bawah ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«
بَيْنَا رَجُلٌ بِفَلاَةٍ مِنَ الأَرْضِ فَسَمِعَ صَوْتًا فِى سَحَابَةٍ اسْقِ
حَدِيقَةَ فُلاَنٍ . فَتَنَحَّى ذَلِكَ السَّحَابُ فَأَفْرَغَ مَاءَهُ فِى حَرَّةٍ
فَإِذَا شَرْجَةٌ مِنْ تِلْكَ الشِّرَاجِ قَدِ اسْتَوْعَبَتْ ذَلِكَ الْمَاءَ
كُلَّهُ فَتَتَبَّعَ الْمَاءَ فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِى حَدِيقَتِهِ يُحَوِّلُ
الْمَاءَ بِمِسْحَاتِهِ فَقَالَ لَهُ يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا اسْمُكَ قَالَ
فُلاَنٌ . لِلاِسْمِ الَّذِى سَمِعَ فِى السَّحَابَةِ فَقَالَ لَهُ يَا عَبْدَ
اللَّهِ لِمَ تَسْأَلُنِى عَنِ اسْمِى فَقَالَ إِنِّى سَمِعْتُ صَوْتًا فِى
السَّحَابِ الَّذِى هَذَا مَاؤُهُ يَقُولُ اسْقِ حَدِيقَةَ فُلاَنٍ لاِسْمِكَ
فَمَا تَصْنَعُ فِيهَا قَالَ أَمَّا إِذَا قُلْتَ هَذَا فَإِنِّى أَنْظُرُ إِلَى
مَا يَخْرُجُ مِنْهَا فَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثِهِ وَآكُلُ أَنَا وَعِيَالِى ثُلُثًا
وَأَرُدُّ فِيهَا ثُلُثَهُ » .
“Ketika seseorang sedang berada di tanah lapang
tiba-tiba ia mendengar suara di awan yang bunyinya, “Siramilah kebun si fulan.”
Maka awan itu bergeser dan menurunkan airnya ke tanah berbatu hitam sehingga
salah satu selokan di antara selokan yang ada penuh berisi air, maka ia
menelusuri ke mana air mengalir, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berdiri
di kebunnya yang memindahkan air dengan sekopnya, lalu ia berkata, “Wahai hamba
Allah, siapa namamu?” Ia menjawab, “Fulan.” Sesuai nama yang didengarnya di
awan. Lalu orang itu kembali bertanya, “Wahai hamba Allah, mengapa engkau
bertanya tentang namaku?” Ia menjawab, “Sesungguhnya aku mendengar suara di
awan yang di sinilah airnya (dialirkan) bunyinya, “Siramilah kebun si fulan,” menyebut
namamu. Memangnya, apa yang engkau lakukan dengan kebunmu?” Ia menjawab, “Jika
kamu bertanya begitu, maka sesungguhnya aku memperhatilkan hasil dari kebun
ini, sepertiganya aku sedekahkan, sepertiga lagi aku makan bersama keluargaku,
dan sepertiga lagi aku kembalikan ke kebun.” (HR. Muslim)
Harta yang
sia-sia
Saudaraku, setelah engkau mengetahui
bagaimana cara memenej harta yang Islami, maka ketahuilah, harta yang tidak
engkau menej seperti itu dapat membuatnya sia-sia. Termasuk harta yang sia-sia
adalah apa yang kami sebutkan di bawah ini:
- Harta yang diperoleh dari usaha
yang haram, seperti yang diperoleh dari riba, judi, ghasb (merampas),
menipu, dsb.
- Harta yang dzatnya adalah haram,
seperti khamr (arak), patung, narkoba, dsb.
- Harta yang engkau keluarkan
untuk kemaksiatan, seperti untuk mendatangi kafe-kafe atau klub-klub
malam, untuk menyumbang festival kemaksiatan yang di sana kaum laki-laki
dan wanita bercampur baur dan memamerkan aurat, dsb.
- Harta yang membuat seseorang
lupa dari mengingat Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Dia berfirman, “Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu,--Sampai kamu masuk ke dalam kubur.= Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),” (Terj. QS.
At Takaatsur: 1-8)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa
Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar