Kaum Salaf dan Sikap Zuhud Mereka Terhadap Kepemimpinan

بسم الله الرحمن الرحيم
Kaum Salaf dan Sikap Zuhud Mereka Terhadap Kepemimpinan
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini contoh keteladanan kaum Salaf dalam sikap zuhud mereka terhadap kepemimpinan yang kami ambil dari kitab Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf karya Abdul Aziz Al Julail dan Bahauddin Aqil, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Keteladanan kaum salaf dalam sikap zuhud mereka terhadap kepemimpinan
Dari Sufyan, ia berkata, “Al Ahnaf berkata, “Umar bin Khaththab pernah berkata kepada kami, “Pelajarilah ilmu agama sebelum kalian memegang kekuasaan.” Sufyan berkata, “Yang demikian, karena seseorang jika telah paham agama tidak akan meminta kekuasaan.” (Shifatush Shofwah 2/236)
Musa bin Uqbah dalam kitab Maghazinya berkata, “Salah satu peperangan yang dipimpin oleh Amr bin Aash adalah perang Dzatussalasil yang terjadi di dataran tinggi Syam. Kemudian Amr khawatir mendapat serbuan dari arah dataran tinggi itu, maka ia meminta bantuan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun mengutus Abu Bakar dan Umar dengan membawa sejumlah pasukan dari kalangan Muhajirin. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Abu Ubaidah sebagai pemimpin mereka. Ketika mereka bertemu dengan Amr bin ‘Ash, maka Amr berkata, “Aku adalah pemimpin kalian.” Lalu kaum Muhajirin berkata, “Engkau hanyalah pemimpin bagi kawan-kawanmu. Pemimpin kami adalah Abu Ubaidah.” Amr pun berkata, “Kamu hanya dijadikan bala bantuan untuk kami.”
Melihat kondisi itu, Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai seorang yang berakhlak mulia, santun, mengikuti perintah dan perjanjian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia segera menyerahkan kepemimpinannya kepada Amr.” (Siyar A’lamin Nubala 1/8-9. Sejarah tentang perang Dzatussalasil dalam ada Tarikh Thabari 3/32, Al Kamil fit Tarikh 2/156, dan Al Ishabah 5/286).
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Penduduk Najran pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Kirimkanlah kepada kami seorang yang amanah!” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَأَبْعَثَنَّ إِلَيْكُمْ رَجُلًا أَمِينًا حَقَّ أَمِيْنٍ
“Aku akan kirim kepada kalian seorang yang betul-betul amanah.”
Maka para sahabat saling menampilkan diri mereka, ternyata Beliau mengirimkan Abu Ubaidah bin Al Jarrah.
Dalam hadits ini, para sahabat yang menampilkan dirinya tidaklah bermaksud agar diberi kekuasaan, tetapi untuk memperoleh rekomendasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Bakar Al Hanafi Abdul Kabir berkata, “Telah menceritakan kepada kami Bukair bin Mismar dari Amir bin Sa’ad, bahwa bapaknya, yaitu Sa’ad mengurusi domba-dombanya, lalu datanglah anaknya yang bernama Umar. Ketika melihatnya, ia berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari keburukan pengendara yang satu ini.” Saat Umar (anaknya) sampai di dekatnya, ia berkata kepada Sa’ad, “Wahai ayah, apakah engkau ridha menjadi orang dusun yang menggembala domba-dombamu, sementara orang lain tengah sibuk memperebutkan kekuasaan di kota Madinah.” Sambil menepuk dada Umar, Sa’ad berkata, “Diamlah. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ، الْغَنِيَّ، الْخَفِيَّ»
“Sesungguhnya Allah menyukai seorang hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan menyembunyikan diri.” (Siyar A’lamin Nubala 1/102, hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad).
Dari Ibnu Sa’ad, telah mengabarkan kepada kami Abdul Aziz Al Uwaisiy, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja’far, dari Ummu Bakar, dari ayahnya Al Miswar, ia berkata, “Ketika Abdurrahman bin Auf diberi mandat dalam majlis Syura (dewan musyawarah pemilihan khalifah). Beliau adalah orang yang paling aku idamkan menjabat sebagai seorang khalifah. Jika Beliau enggan, maka sebaiknya Sa’ad, tiba-tiba Amr bin ‘Ash menjumpaiku dan berkata, “Apa pandangan pamanmu (dari ibu) yaitu Abdurrahman bin Auf kalau ia menyerahkan jabatan ini kepada orang lain, padahal ia tahu dirinya lebih baik daripada orang itu?” Maka aku mendatangi Abdurrahman dan menyebutkan hal itu kepadanya, ia pun menjawab, “Demi Allah, kalau sekiranya ada orang yang meletakkan pisau di leherku lalu menusukkannya hingga tembus, itu lebih aku sukai daripada menerima jabatan tersebut.” (Siyar A’lamin Nubala 1/87,88. Atsar ini juga diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 3/1/94,95. Para perawinya adalah tsiqah, hanyasaja Ummu Bakar binti Al Miswar tidak dikenal).
Dari Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah, dari Yahya bin Sa’id, dari Abu Ubaid bin Abdullah bin Abdurrahman bin Azhar, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Utsman pernah mengeluh karena mimisan, lalu memanggil Humran dan berkata, “Tuliskan mandat untuk Abdurrahman supaya menggantikanku sepeninggalku nanti.” Maka Humran menuliskannya lalu mendatangi Abdurrahman, dan berkata, “Ada kabar gembira.” Abdurrahman bin Auf berkata, “Kabar apa itu?” Ia menjawab, “Sesungguhnya Utsman telah menuliskan mandat untuk Anda sepeninggalnya nanti.” Maka Abdurrahman berdiri di antara kubur dan mimbar (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), lalu berdoa, dalam doanya ia berkata, “Ya Allah, jika pemberian jabatan Utsman kepadaku benar-benar terjadi, maka matikanlah aku sebelum itu.” Tidak lebih enam bulan berselang, Allah telah mencabut ruhnya.” (Siyar A’lamin Nubala 1/88).
Dari Juwairiyah bin Asma’, dari Malik, dari Az Zuhri, dari Sa’id, bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash pernah mengutus seseorang kepada Abdurrahman yang ketika itu ia sedang berdiri khutbah, ia berkata, “Wahai Abdurrahman, tampillah di hadapan orang banyak.” Artinya, ajaklah orang banyak memilihmu, maka Abdurrahman berkata, “Celaka kamu. Sesungguhnya orang yang memikul jabatan ini setelah Umar akan dicela oleh banyak orang.” (Siyar A’lamin Nubala 1/87. Para perawinya tsiqah. Adapun Sa’id di sini adalah Ibnul Musayyib).
Dari Ahmad bin Abdurrahman bin Wahb, telah menceritakan kepada kami pamanku, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Iyyasy, dari ayahnya, bahwa Yazid bin Muhallab ketika diangkat sebagai gubernur Khurasan berkata, “Tunjukkan kepadaku seorang yang berkepribadian luhur yang sempurna.” Lalu ditunjukkanlah ia kepada Abu Burdah Al Asy’ariy. Ketika menemuinya, Yazid mendapatinya sebagai seorang laki-laki yang memiliki keistimewaan.” Saat Abu Bardah berbicara, ternyata apa yang ia dengar dari ucapannya lebih baik daripada penampilan yang dilihatnya. Lalu Yazid berkata, “Aku akan menugaskanmu untuk urusan ini dan itu, yang termasuk dalam kekuasaanku.” Abu Bardah meminta maaf karena tidak bisa menerimanya, namun gubernur tidak menerima alasan yang diajukan oleh Abu Burdah, maka Abu Burdah berkata, “Wahai gubernur, maukah Anda aku beritahukan sesuatu yang disampaikan oleh ayahku, bahwa ia mendengar ucapan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Yazid menjawab, “Sampaikanlah.” Abu Burdah berkata, “Ayahku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang ditugaskan memikul suatu pekerjaan yang dia tahu bahwa dirinya bukanlah orang yang pantas dalam pekerjaan tersebut, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari api neraka.” Sesungguhnya aku bersaksi wahai gubernur, bahwa diriku tidak layak memikul tugas yang engkau tawarkan.” Yazid berkata, “Dengan ucapanmu itu, kami malah semakin berhasrat dan berharap engkau mau menerimanya. Maka laksanakanlah tugas-tugasmu. Kami tidak bisa memaafkan alasanmu.”
Selanjutnya Abu Burdah pergi dan menjalankan tugas itu selama beberapa waktu yang dikehendaki Allah, kemudian ia meminta izin untuk mendatanginya, lalu diberi izin. Kemudian Abu Burdah berkata, “Wahai gubernur, maukan aku sampaikan kepadamu sesuatu yang diceritakan ayahku kepadaku dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dilaknat orang yang meminta atas nama Allah dan orang yang diminta atas nama Allah, lalu permintaannya ditolak selama tidak meminta diputuskan hubungan persaudaraan.” Oleh karena itu, aku meminta kepadamu atas nama Allah untuk tidak menjalankan tugas lagi dan memaafkan saya atas pekerjaan  yang telah saya lakukan.” Maka Yazid memaafkannya.” (Diriwayatkan oleh Ar Ruyani dalam Musnadnya (495) dari Ahmad)[i]
Dari Yusuf bin Asbath, ia mendengar Sufyan berkata, “Aku tidak pernah melihat zuhud yang lebih sulit daripada zuhud terhadap kekuasaan. Engkau lihat seseorang zuhud terhadap makanan, minuman, harta, dan pakaian. Tetapi jika kekuasaan itu diberikan, maka ia akan membela dan siap mengadakan permusuhan untuknya.” (Siyar A’lamin Nubala 7/263).
Wallahu a’lam shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahabihi wa sallam.
Disarikan dari kitab  Aina Nahnu min Akhlaqis salaf  oleh Marwan bin Musa


[i] Pentahqiq kitab As Siyar berkata, “Para perawnya adalah tsiqah selain Abdullah bin Iyyasy. Tentangnya Abu Hatim berkata, “Tidak kuat. Jujur, tetapi ditulis haditsnya. Keadaannya hampir mirip dengan Ibnu Lahi’ah, namun didhaifkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i.  Imam Muslim mengambil riwayat darinya sebagai syahid (penguat), namun bukan menjadi inti haditsnya. Hadits tersebut secara lengkap disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikhnya (Ashim ‘Ayidz) 387 dari jalan Ar Ruyani. Adapun hadits kedua, “Dilaknat orang yang...dan seterusnya,” diriwayatkan oleh Thabrani dari hadits Abu Musa Al Asy’ari dan dihasankan oleh Al Hafizh Al Iraqi. Al Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani dari gurunya Yahya bin Utsman bin Shalih, ia adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), namun terdapat kelemahan. Sedangkan para perawi lainnya adalah para perawi kitab shahih. Jika sanad ini digabungkan dengan sanad Ar Ruyani, maka ia menjadi kuat.”

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger