بسم
الله الرحمن الرحيم
Taushiyah Harian Ramadhan (7)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut Taushiyah
Harian Ramadhan yang coba kami sampaikan melalui beberapa Media Sosial
seperti Kakao Talk, WA, BBM, Facebook, dsb. Semoga Allah menjadikan taushiyah
ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Di antara materi
ini, ada yang kami beri warna berbeda untuk dishare di media sosial agar tidak
terlalu panjang.
Hari
ke-25 : Orang-Orang Yang Berhak Menerima Zakat
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَـاتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَـاكِينِ
وَالْعَـامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ
وَالْغَـارِمِينَ وَفِى سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS. At Taubah: 60)
Berdasarkan ayat
di atas, bahwa mereka berhak menerima
zakat adalah,
1. Orang Fakir,
yaitu orang yang sangat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga
untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin,
yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan.
Para ulama
berkata, “Mereka (orang fakir dan miskin) diberi zakat dengan pemberian yang
cukup untuk mereka dan keluarga mereka selama setahun hingga tiba haul zakat
kedua. Orang yang fakir juga diberi untuk kebutuhan nikahnya, dan penuntut ilmu yang fakir
diberikan untuk membeli buku-buku yang dibutuhkannya. Demikian pula diberikan
zakat kepada orang-orang yang gajinya tidak mencukupi dirinya dan orang yang
ditanggungnya dengan pemberian yang mencukupinya, karena mereka termasuk orang
yang membutuhkan.”
3. Pengurus
zakat, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf,
yaitu orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam
yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan
budak, yaitu budak-budak mukatab (budak yang mengadakan perjanjian dengan tuannya, apabila
ia (budak tersebut) membayar uang sejumlah sekian maka ia akan bebas). Mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh
orang-orang kafir.
6. Orang
berhutang, yaitu orang yang berhutang untuk kepentingan yang bukan maksiat dan
tidak sanggup membayarnya. Demikian pula orang yang berhutang untuk memelihara
persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu
membayarnya.
7. Pada jalan
Allah (sabilillah), yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin.
di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan
umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Orang yang
sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
Catatan:
-
Zakat tidak diberikan kepada orang kafir kecuali jika ia termasuk
orang yang diharapkan masuk Islam.
-
Zakat tidak diberikan kepada orang kaya, kecuali jika ia termasuk
‘amilin, mujahidin, atau gharimin (orang yang berhutang) untuk tujuan
mendamaikan dua pihak yang bertengkar.
-
Zakat tidak diberikan untuk menggugurkan hal wajib di luar zakat,
seperti untuk tamu sebagai ganti jamuannya.
-
Zakat tidak diberikan kepada orang yang wajib dinafkahi, seperti
istri atau kerabat sebagai ganti nafkah untuk keduanya.
-
Zakat boleh dipakai membayar hutang istrinya ketika ia tidak sanggup
membayarnya, demikian pula dipakai membayar hutang kedua orang tuanya atau
salah satu kerabatnya ketika ia tidak sanggup membayarnya.
-
Zakat boleh diberikan kepada kerabatnya untuk menutupi nafkah
mereka jika ia tidak berkewajiban menafkahinya karena hartanya tidak cukup
menafkahi mereka.
-
Seorang istri boleh memberikan zakat kepada suaminya, misalnya
karena hutang yang ditanggungnya. Dalam Shahihain dari hadits Zainab Ats
Tsaqafiyyah istri Abdullah bin Mas’ud, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kaum wanita bersedekah, lalu istri Ibnu Mas’ud bertanya kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau
memerintahkan bersedekah, sedangkan aku mempunyai perhiasan yang aku ingin
sedekahkan, tetapi Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dirinya dan anaknya lebih
berhak diberikan sedekah?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ibnu Mas’ud benar. Suamimu dan anakmu lebih berhak engkau berikan sedekah.”
Dari
Salman bin Amir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْفَقِيْرِ صَدَقَةً وَعَلَى ذَوِي الرَّحَمِ صَدَقَةٌ
وَصِلَةٌ
“Sedekah
kepada orang fakir adalah sedekah. Dan jika diberikan kepada kerabat (yang jauh
atau dekat) adalah sedekah dan silaturrahim.” (HR. Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu
Khuzaimah, dan Hakim. Hakim berkata, “Shahih isnadnya.”)
-
Tidak boleh menggurkan hutang orang fakir kepadanya dengan
meniatkan sebagai zakatnya, karena zakat itu ada pemberian dan ada penerimaan.
-
Jika seorang yang wajib zakat menyerahkan zakatnya kepada orang
yang dikiranya sebagai orang yang berhak menerima zakat lalu ternyata salah,
maka zakatnya tetap sah, karena dia telah bertakwa kepada Allah sesuai
kemampuannya.
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ « قَالَ رَجُلٌ
لأَتَصَدَّقَنَّ اللَّيْلَةَ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِى
يَدِ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى
زَانِيَةٍ . قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ لأَتَصَدَّقَنَّ
بِصَدَقَةٍ . فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِى يَدِ غَنِىٍّ فَأَصْبَحُوا
يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِىٍّ . قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى
غَنِىٍّ لأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ . فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِى يَدِ
سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ . فَقَالَ
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِىٍّ وَعَلَى سَارِقٍ .
فَأُتِىَ فَقِيلَ لَهُ أَمَّا صَدَقَتُكَ فَقَدْ قُبِلَتْ أَمَّا الزَّانِيَةُ
فَلَعَلَّهَا تَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ زِنَاهَا وَلَعَلَّ الْغَنِىَّ يَعْتَبِرُ
فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ وَلَعَلَّ السَّارِقَ يَسْتَعِفُّ بِهَا عَنْ
سَرِقَتِهِ »
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada
seorang yang berkata, “Pada malam ini saya akan mengeluarkan suatu sedekah.
Maka ia keluar dengan membawa sedekahnya dan (tanpa diketahuinya) ia menaruhnya
di tangan wanita pezina. Pada pagi harinya, orang-orang membicarakan bahwa tadi
malam wanita pezina mendapatkan sedekah. Maka ia (orang yang bersedekah)
berdoa, “Ya Allah, segala puji untuk-Mu, karena ternyata diterima oleh
wanita pezina. Saya akan bersedekah kembali.” Kemudian ia keluar lagi
membawa sedekahnya dan (tanpa diketahuinya) menaruhnya di tangan orang kaya.
Pada pagi harinya, orang-orang membicarakan, bahwa ada orang kaya yang
mendapatkan sedekah, maka orang itu berdoa, “Ya Allah, untuk-Mu segala puji
karena ternyata diterima oleh orang yang kaya. Saya akan bersedekah kembali.”
Maka ia keluar membawa sedekahnya dan menaruhnya di tangan pencuri, maka pada
pagi harinya orang-orang membicarakan, bahwa ada seorang pencuri yang mendapat
sedekah. Maka ia berdoa, “Ya Allah, untuk-Mu segala puji karena ternyata diterima
oleh wanita pezina, orang yang kaya dan seorang pencuri.” Lalu ia didatangi
(dalam mimpinya) dan dikatakan kepadanya, “Adapun sedekahmu, maka sungguh
telah diterima. Wanita pezina, maka mudah-mudahan dengan sedekah itu dia
menjaga dirinya dari zina. Orang kaya, maka mudah-mudahan ia mengambil
pelajaran sehingga mau menginfakkah harta yang Allah berikan kepadanya,
sedangkan pencuri, mudah-mudahan ia menjaga dirinya dari melakukan pencurian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hari
ke-26 : Zakat Fitri
Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ
الفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى العَبْدِ وَالحُرِّ،
وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالكَبِيرِ مِنَ المُسْلِمِينَ، وَأَمَرَ
بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah shallalahu
‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri 1 sha’ kurma atau 1 sha’ sya’ir dari
budak, orang merdeka, laki-laki atau perempuan, anak kecil atau orang dewasa
dari kalangan kaum muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum
manusia keluar (menuju tempat) shalat.”
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma berkata,
«فَرَضَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً
لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ
أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا
بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ»
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mewajibkan Zakat Fitri sebagai pembersih bagi orang yang
berpuasa dari laghwu (hal sia-sia) dan rafats (kata-kata kotor), dan sebagai
pemberian makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya
sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang diterima, sedangkan barang siapa yang
mengeluarkan setelah shalat, maka itu hanyalah sedekah di antara
sedekah-sedekah.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni, dan dihasankan
oleh Al Albani).
Yang wajib dalam Zakat Fitri adalah satu
sha’ (1 Sha’ = kira-kira 2,04 kg atau 2040 gram) gandum,
sya’ir, kurma, zabib (kismis), aqith (susu kering), beras, jagung, atau makanan
pokok lainnya.
Namun sebagian Ahli Ilmu berkata, “Dari
segala jenis makanan memang 1 sha’ selain bur (gandum), maka dianggap sah hanya
½ sha’. Ini adalah pendapat Sufyan, Ibnul Mubarak, dan penduduk Kufah.”
Tetapi jika lebih dari satu sha’, maka
tidak mengapa sebagaimana dijelaskan dalam Fatawa Lajnah Da’imah (Komite
Fatwa KSA) no. 9386 ketika ada seorang yang bertanya demikian, Lajnah menjawab,
“Zakat fitri adalah satu sha’ dari gandum, kurma atau
beras dan makanan pokok lainnya pada negeri setempat dari seseorang, baik
laki-laki maupun wanita, anak-anak atau orang dewasa, dan tidak mengapa
mengeluarkan lebih dalam zakat fitri sebagaimana yang anda lakukan dengan niat
sedekah meskipun anda tidak beritahukan kepada orang fakir itu.”
Sebagian ulama menyimpulkan, bahwa
pengeluaran Zakat Fitri ada waktu fadhilah (utama) dan ada waktu jawaz (boleh).
Waktu utama adalah ketika terbit Fajar Idul Fitri sebelum pelaksanaan shalat
Ied. Sedangkan waktu bolehnya adalah sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri.
Zakat Fitri diberikan sebagaimana
zakat-zakat yang lain diberikan (8 asnaf di surat At Taubah: 60), hanyasaja
kaum fakir dan miskin lebih didahulukan dalam Zakat Fitri daripada asnaf yang
lain berdasarkan hadits Ibnu Abbas, “Wa thu’matan lil masakin” (artinya:
dan sebagai pemberian makan kepada orang-orang miskin).
Bersambung...
Marwan bin Musa
Maraji': Al Maktabatusy
Syamilah versi 3.45, Majalis Syahri Ramadhan (Syaikh Ibnu Utsaimin, attasmeem.com),
Ahkaam Qiyamil Lail (Syaikh Sulaiman Al Ulwan), Bughyatul Mutathawwi’
(M. Bin Umar Bazmul), Modul Fiqh kelas 7 (Penulis), Haalus Salaf
Ma’al Qur’an fii Ramadhaan (Dr. Ahmad Arafah, www.saaid.net), Shifat
Shaumin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Salim bin Ied Al Hilaliy dan
Ali Hasan Al Halabiy), Mausu’ah Haditsiyyah Mushagharah (Markaz Nurul
Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), ‘Aunul Ma’bud (Muhammad Asyraf Al
‘Azhim Abadiy), Latha’iful Ma’arif fimaa Limawasimil ‘Aaam minal Wazhaa’if (Ibnu
Rajab Al Hanbali), Bulughul Maram min Adillatil Ahkaam (Ibnu Hajar Al
‘Asqalani), Al Fiqhul Muyassar Fii Dhau’il Kitab was Sunnah (Tim Ahli
Fiqh, KSA), dll.
0 komentar:
Posting Komentar