بسم
الله الرحمن الرحيم
Taushiyah Harian Ramadhan (6)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut Taushiyah
Harian Ramadhan yang coba kami sampaikan melalui beberapa Media Sosial
seperti Kakao Talk, WA, BBM, Facebook, dsb. Semoga Allah menjadikan taushiyah
ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Di antara materi
ini, ada yang kami beri warna berbeda untuk dishare di media sosial agar tidak
terlalu panjang.
Hari
ke-23 : Apa Yang Dilakukan Oleh Orang Yang I’tikaf dan Pembatal-Pembatal
I’tikaf
Tentang pengertian i’tkaf, Ibnu Rajab berkata,
قَطْعُ الْعَلاَئِقِ عَنِ الْخَلاَئِقِ لِلْإِتِّصَالِ بِخِدْمَةِ الْخَالِقِ
“Memutuskan hubungan dengan makhluk untuk mengabdi kepada Allah Al
Khaliq.” (Latha’iful Ma’arif 1/191)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan
i’tikaf adalah memutuskan diri dari berhubungan dengan manusia untuk meluangkan
waktu menaati Allah di salah satu masjidnya untuk mencari karunia dan
pahala-Nya, serta untuk memperoleh malam Lailatul Qadr. Oleh karena itu,
sepatutnya bagi orang yang i’tikaf menyibukkan diri dengan dzikr, membaca Al
Qur’an, shalat, dan beribadah, serta menjauhi hal yang tidak berguna baginya
berupa obrolan dunia. Namun tidak mengapa berbicara sebentar dengan pembicaraan
yang mubah baik dengan keluarganya maupun selainnya karena suatu maslahat.
Hal ini berdasarkan hadits Shafiyyah radhiyallahu
‘anha ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا
فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلًا، فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ فَانْقَلَبْتُ،
فَقَامَ مَعِي لِيَقْلِبَنِي
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah i’tikaf, lalu aku mendatanginya di malam hari,
kemudian aku berbicara dengan Beliau, lalu aku bangun untuk pulang, kemudan
Beliau bangun untuk mengantarku pulang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan bagi orang
yang i’tikaf diharamkan melakukan jima’ dan melakukan pengantarnya seperti
mencium dan menyentuh istri dengan syahwat. Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman,
وَلاَ تُبَـاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَـاجِدِ
“Dan
janganlah kamu campuri mereka, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid.” (QS. Al Baqarah: 187)
Adapun keluar
dari masjid, jika hanya sebagian badannya, maka tidak mengapa berdasarkan
hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
وَكَانَ يُخْرِجُ رَأْسَهُ إِلَيَّ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فَأَغْسِلُهُ
وَأَنَا حَائِضٌ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengeluarkan kepalanya kepadaku (dari
masjid) saat i’tikaf, lalu aku basuh rambutnya, sedangkan aku dalam keadaan
haidh.” (HR. Bukhari, dalam sebuah riwayat, Aisyah juga menyisirnya).
Jika ia
keluarkan semua badannya (keluar dari masjid), maka dalam hal ini ada tiga
macam:
Pertama, keluar untuk hal yang memang harus dilakukan secara tabiat
maupun syara’, misalnya buang air, berwudhu karena batal, mandi karena mimpi
basah, makan dan minum karena tidak ada yang mengantarkan, maka boleh.
Kedua, keluar karena suatu ketaatan, namun tidak wajib baginya,
misalnya menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah, dsb. Maka ia jangan
lakukan, kecuali jika pada awal i’tikafnya ia mensyaratkan demikian karena ia
mempunyai seorang yang sedang sakit yang ia ingin jenguk, maka tidak mengapa.
Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata,
اَلسُّنَّةُ عَلَى اَلْمُعْتَكِفِ أَنْ لَا
يَعُودَ مَرِيضًا, وَلَا يَشْهَدَ جِنَازَةً, وَلَا يَمَسَّ امْرَأَةً, وَلَا
يُبَاشِرَهَا, وَلَا يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ, إِلَّا لِمَا لَا بُدَّ لَهُ مِنْهُ,
وَلَا اعْتِكَافَ إِلَّا بِصَوْمٍ وَلَا اعْتِكَافَ إِلَّا فِي مَسْجِدٍ جَامِعٍ
“Sunnahnya bagi seorang yang beri’tikaf adalah tidak
menjenguk orang sakit, tidak menghadiri jenazah, tidak menyentuh istri, tidak
memeluknya, dan tidak keluar (dari masjid) kecuali karena suatu keperluan yang
mendesak, dan tidak ada I’tikaf jika tidak berpuasa serta tidak ada I’tikaf kecuali
di masjid Jami’.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
Ketiga, keluar untuk sesuatu yang malah menafikan i’tikaf, seperti
untuk jual-beli, menggauli istrinya, dsb. Maka jangan ia lakukan, baik
sebelumnya mensyaratkan maupun tidak, karena hal itu membatalkan i’tikaf dan
menafikan tujuan i’tikaf.”
(Majalis
Syahri Ramadhan, Majlis ke-21)
Bagi yang
beri’tikaf juga diperbolehkan menyiapkan tenda kecil di belakang masjid untuk
i’tkafnya, karena Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menyiapkan tenda untuk
i’tikaf Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan hal itu atas perintah Beliau
shallallahu ‘alahi wa salllam (Sebagaimana dalam Shahih Muslim 1173).
Ia juga
diperbolehkan meletakkan kasur ringan di masjid. Hal ini sebagaimana riwayat
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
i’tikaf disiapkan kasur di belakang tiang At Taubah (HR. Ibnu Majah dan
Baihaqi, dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Ali Hasan dalam Shifat Shaumin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal. 94).
Hari
ke-24 : Fiqh Zakat
Allah Subhaanahu
wa Ta’ala berfirman,
وَمَآ ءَاتَيْتُمْ مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَاْ فِى أَمْوَالِ النَّاسِ
فَلاَ يَرْبُواْ عِندَ اللَّهِ وَمَآ ءاتَيْتُمْ مِّن زَكَوةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ
اللَّهِ فَأُوْلَائِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencari keridhaan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar Ruum: 39)
Berikut ini
beberapa barang yang terkena zakat:
Pertama, yang keluar dari bumi berupa biji-bijian dan buah-buahan.
Termasuk pula rikaz (harta karun).
Dalilnya Firman
Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267)
Zakat pada
biji-bijian dan buah-buahan adalah ketika telah mencapai nishab, yaitu 5 wasaq.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ فِي حَبٍّ وَلاَ ثَمَرٍ صَدَقةٌ حَتَّى يبْلُغَ خَمْسَةَ أَوْسُقٍ
“Tidak ada zakat
pada biji-bijian dan buah-buahan kecuali mencapai 5 wasaq.”(HR. Muslim)
1 wasaq = 60 sha’, sehingga 5 wasaq =
300 sha’. 1 sha’ = 2,04 Kg, jadi 5 wasaq = 612 Kg.
Kurang dari ukuran ini tidak terkena zakat. Yang wajib dikeluarkan adalah
1/10 apabila disirami tanpa beban/biaya (yakni ‘atsariy; tanaman
tersebut menyerap air dengan akarnya, terkena aliran air dari mata air atau
sungai, termasuk yang tumbuh dengan siraman air hujan) dan apabila disirami
dengan biaya/beban (seperti dengan timba atau tenaga binatang) maka yang wajib
dikeluarkan adalah 1/20.
Biji-bijian dan buah-buahan yang terkena zakat adalah
yang bisa ditakar dan disimpan, seperti gandum, sya’ir (semisal dengan beras),
jagung, beras, kurma, dan kismis.
Adapun buah-buahan lainnya seperti apel, semangka,
mangga, dsb. termasuk sayur-sayuran maka tidak terkena zakat.
Zakat pada buah dan biji-bijian ini tidak memakai haul.
Buah dan biji-bijian dikeluarkan zakatnya ketika hari memetiknya (Lihat QS. Al
An’aam: 141).
Adapun Rikaz atau harta karun
adalah harta pendaman orang-orang jahiliyyah yang diambilnya tanpa membutuhkan
biaya dan tanpa susah-payah, orang yang menemukan di area tanahnya atau di
rumahnya harta pendaman tersebut, ia wajib mengeluarkan zakatnya yaitu 1/5.
Zakat pada rikaz tidak memakai nishab dan haul.
Kedua, hewan ternak, yaitu unta, sapi
(termasuk pula kerbau), dan kambing atau domba, yakni jika hewan tersebut
mencari makan sendiri; tidak diumpani (saimah), demikian juga binatang tersebut bukan untuk
dipekerjakan, tetapi untuk ternak dan diambil susunya.
Maka apabila
telah mencapai nishab, yaitu jika unta minimal ada 5 ekor,
sapi ada 30 ekor, atau kambing ada 40 ekor, barulah terkena zakat. Dan
dikeluarkan zakatnya ketika hewan tersebut telah berlau satu tahun di sisi
pemiliknya.
Rincian yang dikeluarkan adalah sebagai
berikut:
Jumlah Onta
|
Jumlah yang dikeluarkan.
|
5 ekor
|
1
syaath
|
10 ekor
|
2 syaath
|
15 ekor
|
3 syaath
|
20 ekor
|
4 syaath
|
25 ekor
|
seekor bintu makhadh atau
ibnu labun bila tidak ada.
|
36 ekor
|
seekor bintu labun
|
46 ekor
|
seekor hiqqah
|
61 ekor
|
seekor jadza’ah
|
76 ekor
|
2 ekor bintu labun
|
91 ekor
|
2 ekor hiqqah
|
Syaath artinya kambing, yakni jika domba
(kira-kira yang usianya hampir setahun (seperti 8 atau 9 bulan)), sedangkan jika
kambing biasa (yang usianya setahun).
Bintu makhaadh adalah unta betina
yang berumur satu tahun dan masuk tahun kedua.
Ibnu Labun adalah unta jantan
yang berumur dua tahun dan masuk tahun ketiga.
Bintu labun adalah unta betina yang
berumur dua tahun dan masuk tahun ketiga.
Hiqqah adalah unta betina yang berumur tiga
tahun dan masuk tahun keempat.
Jadza’ah adalah unta betina yang berumur empat
tahun dan masuk tahun kelima.
Selanjutnya dalam setiap 40 ekor zakatnya 1 bintu
labun, dan dalam setiap 50 ekor zakatnya 1 hiqqah. Contoh:
Jumlah Unta
|
Jumlah yang dikeluarkan
|
121 ekor
|
3
ekor bintu labun
|
130 ekor
|
seekor
hiqqah dan 2 ekor binta labun
|
140 ekor
|
2
ekor hiqqah dan 1 ekor bintu labun
|
|
|
Adapun
sapi, maka rinciannya sebagai berikut:
|
|
Jumlah Sapi
|
Jumlah yang di keluarkan
|
30 ekor
|
seekor tabi’ atau tabi’ah
|
40 ekor
|
seekor Musinah
|
60 ekor
|
2 ekor tabi’ atau 2 ekor
tabi’ah
|
70 ekor
|
seekor tabi’ dan seekor
musinah
|
80 ekor
|
2 ekor Musinnah
|
Tabi’/tabi’ah adalah sapi yang berusia 1
tahun.
Musinnah adalah sapi yang berusia 2 tahun.
Selanjutnya, dalam setiap 30 ekor zakatnya 1 tabi’ dan
dalam setiap 40 ekor zakatnya 1 musinnah.
Jumlah kambing
|
Jumlah yang dikeluarkan
|
40 ekor
|
seekor syaath
|
121 ekor
|
2 ekor syaath.
|
201 ekor
|
3 ekor syaath.
|
Lebih dari 300 ekor
|
setiap seratus satu ekor
syath.
|
Sehingga jika jumlah kambing 400 ekor, maka zakatnya
empat kambing, 500 ekor zakatnya lima
kambing, dst.
Ketiga, emas dan perak.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا
فِي سَبِيلِ اللّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ - يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا
فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ
هَـذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan
perak serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, siksa yang pedih.-- Pada hari
dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka,
"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At
Taubah: 34-35)
Zakat pada emas dan perak berlaku
baik yang berbentuk logam, masih belum diolah (seperti barang tambang), sudah
menjadi perhiasan, dsb. berdasarkan keumuman dalil wajibnya zakat pada emas dan
perak tanpa perincian. Ukuran wajib zakat (nishab) pada emas adalah 20 dinar.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ -وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ- فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ, وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا, وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ, فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ, فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ, وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ اَلْحَوْلُ
“Apabila
kamu memiliki dua ratus dirham dan telah lewat satu tahun, maka zakatnya lima
dirham, dan tidak wajib bagimu zakat sampai kamu memiliki dua puluh dinar dan
berlalu satu tahun terhadapnya. Maka (jika demikian) zakatnya setengah dinar.
Jika lebih, maka zakatnya menurut perhitungan itu dan tidak ada zakat pada
harta kecuali setelah lewat satu tahun.” (Hasan, HR. Abu Dawud dan Daruquthni)
1 dinar = 4,25 gram. Jadi 20 dinar =
85 gram emas. Untuk nishab perak adalah 200 dirham (595 gram perak), zakat yang
dikeluarkan pada emas dan perak adalah 1/40 (2,5 %).
Zakat juga wajib pada uang kertas, karena ia pengganti
perak, apabila uang kertas tersebut telah mencapai nishab perak, maka wajib
dikeluarkan zakatnya setelah lewat satu tahun penuh (haul) dengan menggunakan
tahun hijriah. Kewajiban zakat pada emas, perak dan mata uang ini berlaku baik
hartanya ada padanya maupun pada tanggungan orang lain (piutang), oleh karena
itu zakat wajib pada piutang jika ada pada orang kaya atau pada seseorang, di
mana dia mampu mengambilnya kapan saja jika mau, maka ia zakatkan dengan cara
menggabungkan dengan harta yang ada di tangannya untuk setiap tahun atau ia
tunda zakatnya hingga menerima piutang tersebut lalu ia zakatkan untuk beberapa
tahun yang telah lewat. Namun jika piutang itu ada pada orang yang susah atau
suka menunda-nunda pembayaran di mana si peminjam agak sulit mengambilnya maka
tidak dikenakan zakat sampai ia menerima, lalu ia keluarkan zakatnya setahun
saja meskipun telah berlalu beberapa tahun.
Barang tambang yang lain tidak terkena zakat meskipun
nilainya lebih tinggi kecuali jika diperdagangkan, maka masuk zakat
perdagangan.
Keempat, barang
yang disiapkan untuk diperdagangkan.
Barang tersebut bisa berupa rumah, tanah, hewan,
makanan, mobil maupun barang-barang yang lain, ia jumlahkan berapa nilainya. Jika dijumlahkan telah mencapai nishab (baik nishab emas
maupun perak), maka setelah lewat haul wajib dikeluarkan zakatnya yaitu 1/40. Hal
ini untuk barang-barang dagangan mudaarah/dipasarkan (yang dijual dengan harga
hari itu juga, tanpa menunggu naiknya harga). Sedangkan untuk barang-barang
yang muhtakarah/disimpan (yang dijual ketika harga naik) maka jika telah
mencapai nishab, ia wajib mengeluarkan pada hari penjualannya untuk setahun
saja meskipun barang tersebut sudah ada padanya bertahun-tahun karena menunggu
naiknya harga. Namun menimbun barang jika mengakibatkan orang-orang menderita karena
dibutuhkannya barang tersebut, hukumnya adalah haram.
Catatan: Tidak
ada zakat pada barang-barang yang disiapkan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya misalnya makanan, minuman, kasur, tempat tinggal, hewan,
kendaraan, barang-barang yang dipakai lainnya selain perhiasan emas dan perak. Demikian
juga tidak ada zakat pada barang-barang yang disiapkan untuk disewa seperti
rumah, kendaraan, dsb. yang kena zakat adalah upahnya jika sudah mencapai
nishab atau akan mencapai nishab jika digabung dengan harta sejenisnya dan
telah lewat satu tahun.
Bersambung...
Marwan bin Musa
Maraji': Al Maktabatusy
Syamilah versi 3.45, Majalis Syahri Ramadhan (Syaikh Ibnu Utsaimin, attasmeem.com),
Ahkaam Qiyamil Lail (Syaikh Sulaiman Al Ulwan), Bughyatul Mutathawwi’
(M. Bin Umar Bazmul), Modul Fiqh kelas 7 (Penulis), Haalus Salaf
Ma’al Qur’an fii Ramadhaan (Dr. Ahmad Arafah, www.saaid.net), Shifat
Shaumin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Salim bin Ied Al Hilaliy dan
Ali Hasan Al Halabiy), Mausu’ah Haditsiyyah Mushagharah (Markaz Nurul
Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), ‘Aunul Ma’bud (Muhammad Asyraf Al
‘Azhim Abadiy), Latha’iful Ma’arif fimaa Limawasimil ‘Aaam minal Wazhaa’if (Ibnu
Rajab Al Hanbali), Bulughul Maram min Adillatil Ahkaam (Ibnu Hajar Al
‘Asqalani), Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab was Sunnah (Tim Ahli
Fiqh, KSA), dll.
0 komentar:
Posting Komentar