Mengenal Lebih Dekat Nabi Muhammad (6)

بسم الله الرحمن الرحيم
Mengenal Lebih Dekat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (6)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan risalah mengenal lebih dekat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Kasih-sayang Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kepada wanita
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpamakan wanita dengan qawarir (kaca), di mana hal ini menunjukkan keadaan diri mereka; yaitu halus, lembut, lemah dan sedikit bebannya daripada kaum lelaki.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَغُلَامٌ أَسْوَدُ يُقَالُ لَهُ أَنْجَشَةُ يَحْدُو فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَنْجَشَةُ رُوَيْدَكَ سَوْقًا بِالْقَوَارِيرِ *
Dari Anas radhiyalahu ‘anhu ia berkata, “Pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam safarnya, ketika itu ada budak hitam yang namanya Anjasyah, ia menghalau rombongan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai Anjasyah, berjalanlah pelan-pelan dengan menghalau kaca-kaca (kaum wanita).” (HR. Bukhari)
Pernah unta Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tersandung, ketika itu Beliau bersama istrinya Shafiyyah yang ikut menungganginya, sehingga Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan istrinya terjatuh, lalu ditemui oleh Abu Thalhah radhiyallahu 'anhu kemudian sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kepadanya,
عَلَيْكَ بِاْلمَرْأَةِ
“Tetaplah bersama wanita.” (sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari)
عن أَنَس بْن مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلَاةِ وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ *
Dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata, “Sungguh, aku ingin memulai shalat dengan niat memperpanjangnya, tiba-tiba aku mendengar tangis seorang anak, maka aku mempersingkat shalatku karena aku tahu rasa gelisah ibunya karena tangisnya.” (HR. Bukhari)
Rasa sayang Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para pelaku maksiat
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّهم عَنْهممَا مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ مِنْ كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَسْعَى بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ قَالَ ثُمَّ أَخَذَ عُودًا رَطْبًا فَكَسَرَهُ بِاثْنَتَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى قَبْرٍ ثُمَّ قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا *
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati dua buah kubur yang penghuninya disiksa, Beliau bersabda,  “Sesungguhnya Keduanya sedang disiksa, dan keduanya mengira bahwa perbuatan mereka bukan dosa besar, padahal dosa besar.” Ada pun yang satu (disiksa) karena ia pergi kesana-kemari mengadu domba, sedangkan yang satu lagi (disiksa) karena tidak menjaga diri dari kencingnya.” Beliau kemudian mengambil dahan yang basah, kemudian membelahnya menjadi dua bagian, lalu Beliau tancapkan ke atas masing-masing kubur, Beliau bersabda, “Mudah-mudahan hal tersebut meringankan (siksa) keduanya selama kedua dahan tersebut belum kering.” (HR. Bukhari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَكْرَانَ فَأَمَرَ بِضَرْبِهِ فَمِنَّا مَنْ يَضْرِبُهُ بِيَدِهِ وَمِنَّا مَنْ يَضْرِبُهُ بِنَعْلِهِ وَمِنَّا مَنْ يَضْرِبُهُ بِثَوْبِهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ رَجُلٌ مَا لَهُ أَخْزَاهُ اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكُونُوا عَوْنَ الشَّيْطَانِ عَلَى أَخِيكُمْ *
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Dihadapkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seorang pemabuk, lalu Beliau menyuruhnya didera, maka di antara kami ada yang menderanya dengan tangannya, ada juga yang menderanya dengan sandalnya, dan ada juga yang menderanya dengan bajunya, ketika selesai didera, seseorang berkata, “Dasar orang ini, semoga Allah menghinakannya,” maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Janganlah kamu menjadi pembantu setan terhadap saudaramu[i].” (HR. Bukhari)
Rasa sayang Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kepada musuh baik di waktu perang maupun di waktu damai
Dalam hadits riwayat Bukhari disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat shubuh bersama kaum muslimin di Hudaibiyah (kampung yang dekat dengan Makkah), tiba-tiba datang tujuh puluh atau delapan puluh orang dari Tan’im untuk menyerang kaum muslimin, mereka pun kemudian tertangkap lalu dibebaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa hukuman.
Dalam sejarah disebutkan bahwa Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menerima tebusan para tawanan perang Badar, bahkan pada waktu penaklukkan Makkah, Beliau memaafkan orang-orang Quraisy dan penduduk Makkah, di mana mereka sebelumnya merintangi dakwah Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyakiti Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah memaafkan Ghaurats ibnul Harits, setelah sebelumnya dia berusaha membunuh Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, Ghaurats pun kembali kepada kaumnya, lalu berkata, “Aku datang kepada kalian dari manusia yang paling baik.” (sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari)
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya jika mengangkat panglima perang atau pasukan, mewasiyatkan secara khusus kepadanya untuk bertakwa kepada Allah dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang bersamanya, kemudian Beliau bersabda, “Berperanglah dengan nama Allah, di jalan Allah, perangilah yang kafir kepada Allah, perangilah, jangan kamu berkhianat dalam harta ghanimah (rampasan perang), janganlah mengingkari janji, janganlah mencincang dan janganlah membunuh anak-anak. Apabila kamu menemui musuhmu kaum msyrikin, maka ajaklah mereka kepada tiga perkara; yang mana saja yang mereka setujui maka terimalah dan hentikan (menyerang) mereka, yaitu: Ajaklah mereka kepada Islam; kalau mereka setuju maka terimalah dari mereka, lalu ajaklah mereka berpindah dari daerah mereka ke daerah kaum Muhajirin, serta beritahukanlah kepada mereka bahwa apabila mereka melaksanakan hal ini maka mereka mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana hak dan kewajiban kaum Muhajirin. Tetapi, kalau mereka menolak untuk berpindah (hijrah) dari daerah mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan perlakuan seperti orang-orang badui dari kalangan kaum muslimin, berlaku bagi mereka hukum Allah Subhaanahu wa Ta'aala, sedang mereka tidak menerima bagian apa pun dari ghanimah (harta rampasan perang) dan fai’ (harta yang diambil tanpa melalui peperangan), kecuali jika mereka berjihad bersama kaum muslimin. Jika mereka menolak perkara tersebut, maka mintalah kepada mereka untuk membayar jizyah (pajak). Kalau mereka setuju, maka terimalah dari mereka dan hentikanlah (menyerang) mereka. Tetapi jika mereka masih juga menolak perkara-perkara tersebut, maka mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka. ” (HR. Muslim) [ii]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهم عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَاتَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الْوَجْهَ *
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu berperang, maka hindarilah muka.” (Bukhari)
Bersambung...
Wa shallallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah, Al Ushul Ats Tsalatsah (Muhammad bin Abdul Wahhab), Nubadz min akhlaaqin Nabi (Abdul Hamid As Suhaibani), Quthuuf minasy Syamaa’ilil Muhammadiyyah (M. bin Jamil Zaenu), Mukhtashar siiratin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (Abdul Ghaniy Al Maqdisi), I’rif Nabiyyaka Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yaa bunayya (Abdul Majid Al Bayanuni), Minhaajul Muslim (Abu Bakar Al Jaza’iri), Riyaadhush Shaalihiin (Imam Nawawi), Untaian Mutiara Hadits (Penulis), dll.


[i] Yakni dengan mengucapkan kata-kata itu, karena akan menjadikannya berputus asa untuk memperbaiki diri.
[ii] Jihad adalah salah satu syi’ar Islam yang sangat tinggi, ia adalah puncaknya Islam dan berlaku hingga tibanya hari kiamat, ia disyari’atkan bukanlah untuk menumpahkan darah, ia adalah ibadah. Jihad disyari’atkan untuk membela diri dari kezaliman dan untuk mendakwah Islam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam, ia terbagi dua:
Pertama, Jihad fath/thalab yaitu jihad yang dilakukan oleh pemerintahan Islam (tentunya mereka memiliki daulah/negara dan imam) dengan mengirim pasukan ke suatu negri yang memulai memerangi Islam (misalnya orang yang mendakwahkan Islam dan yang menerima dakwah Islam disiksa dan dihalangi), tentunya dengan didahului mendakwahkan Islam kepada mereka. Jika penduduk negri tersebut menerima Islam maka perang dihentikan. Namun jika mereka menolak memeluk Islam, maka mereka diberi pilihan lain yaitu membayar jizyah (pajak) yang diambil dari orang kafir tersebut yang baligh dan merdeka bukan anak-anak dan wanita (baik orang kafir tersebut Yahudi,.Nasrani, Majusi maupun orang musyrikin) sejumlah 1 dinar (10 dirham atau kira-kira 4 ½ gram emas) dan boleh lebih misalnya 4 dinar (40 dirham) sesuai dengan pendapat pemerintah Islam dan kemaslahatan. Jizyah ini diambil setiap akhir tahun, adapun bagi orang kafir yang fakir atau tidak punya atau tidak bisa bekerja seperti karena sakit dan sudah tua maka tidak dikenakan jizyah kepadanya. Jizyah ini diberikan untuk maslahat umum. Dengan jizyah maka harta, darah, dan kehormatan orang kafir dilindungi Islam, Namun jika mereka (orang-orang kafir tersebut) menolak membayar jizyah maka barulah diperangi.
Kedua, Jihadud difaa’ yaitu jihad yang dilakukan karena membela diri dari penindasan atau penganiayaan, misalnya neegri kaum muslimin diserang, maka wajib hukumnya bagi masing-masing penduduk negri tersebut melakukan perlawanan. Jika mereka lemah, maka bagi kaum muslimin di negeri tetangganya harus membantu.
Tentunya jihad itu memerlukan persiapan baik persiapan tarbawi (pembinaaan kepada masing-masing personel dengan Aqidah yang benar dan ibadah yang benar) serta persiapan maaddiy (dengan memiliki perlengkapan perang yang bisa digunakan untuk melumpuhkan musuh). Seeorang mujahid juga sebelum berjihad harus memiliki niat yang benar yaitu untuk meninggikan kalimat Allah, di bawah pemerintahan Islam dan izin dari imam, menyiapkan perlengkapan, meminta keridhaan kedua orang tua atau izinnya (kecuali jika musuh menyerang negrinya, atau imam/pemerintah Islam menunjuknya, maka dalam hal ini izin kedua orang tua gugur). Demikian juga ia harus taat kepada pemimpin. Jihad ini diwajibkan bagi orang muslim, baligh, ber’akal, merdeka, laki-laki, mampu berperang, dan memiliki harta untuk menanggung keluarga yang ditanggungya ketika ia pergi.
Hukum jihad adalah fardhu kifayah (jika ada yang melakukannya maka bagi yang lain tidak wajib) kecuali dalam keadaan berikut maka menjadi fardhu ‘ain, yaitu:
a.        Jika seseorang hadir dalam peperangan
b.        Jika musuh menyerang negerinya.
c.        Jika ditunjuk oleh imam.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger