بسم الله الرحمن الرحيم
Kaum Salaf Dalam Bercanda
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut
keadaan kaum Salaf dalam bercanda yang kami ambil dari kitab Aina Nahnu Min
Akhlaqis Salaf karya Abdul Aziz Al Julail dan Bahauddin Aqil, semoga Allah
menjadikan risalah ini ikhlas ditulis karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
amin.
Candaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Dari Salamah bin Al Akwa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
نَفَرٍ مِنْ أَسْلَمَ يَنْتَضِلُونَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «ارْمُوا بَنِي إِسْمَاعِيلَ، فَإِنَّ أَبَاكُمْ كَانَ رَامِيًا
ارْمُوا، وَأَنَا مَعَ بَنِي فُلاَنٍ» قَالَ: فَأَمْسَكَ أَحَدُ الفَرِيقَيْنِ
بِأَيْدِيهِمْ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا
لَكُمْ لاَ تَرْمُونَ؟» ، قَالُوا: كَيْفَ نَرْمِي وَأَنْتَ مَعَهُمْ؟ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ارْمُوا فَأَنَا مَعَكُمْ
كُلِّكُمْ»
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati
beberapa orang dari suku Aslam yang sedang berlomba memanah, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Memanahlah wahai Bani Ismail,
karena ayah kalian adalah seorang pemanah. Memanahlah dan aku ada bersama Bani
Fulan!” Maka salah satu dari dua kelompok pemanah berhenti memanah, lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak
memanah?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami memanah, sedangkan engkau bersama
mereka?” Nabi shallallahu ‘alahih wa sallam bersabda, “Memanahlah, aku
bersama kalian semua.” (HR. Bukhari)
Dari Anas, bahwa ada seseorang yang datang
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah,
naikkanlah aku.” Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kami akan naikkan engkau ke atas anak
unta.” Ia pun berkata, “Apa yang bisa kuperbuat dengan anak unta?” Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَهَلْ تَلِدُ
الْإِبِلَ إِلاَّ النُّوْقُ
“Bukankah setiap unta dewasa anak dari unta
induknya?” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al
Albani)
Dari Shuhaib ia berkata, “Aku pernah
datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam sedang di hadapannya ada roti
dan kurma, maka Beliau bersabda, “Kemarilah dan ikut makan!” Maka aku pun mulai
memakan kurma, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kamu makan
kurma, bukankah kamu sakit mata?” Aku menjawab, “Iya, tetapi aku mengunyahnya dari
sisi yang lain.” Maka Beliau pun tersenyum.” (Hr. Ibnu Majah, dan dihasankan
oleh Al Albani)
Dari Usaid bin Hudhair ia berkata, “Ketika
Shuhaib sedang berbincang dengan sekelompok orang - yang di dalamnya tedapat
candaan- ia membuat mereka tertawa, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menohok pinggangnya dengan tongkat, maka Shuhaib berkata, “Bolehkah aku
membalasmu?” Beliau bersabda, “Balaslah!” Shuhaib berkata, “Engkau mengenakan
gamis, sedangkan tadi saya tidak mengenakan gamis.” Nabi shallallahu alaihi wa
sallam pun mengangkat gamisnya, lalu Shuhaib memeluk dan mencium bagian pinggir
perut Beliau sambil berkata, “Sebenarnya ini yang kuinginkan wahai Rasulullah.”
(Hr. Abu Dawud, dan
dishahihkan oleh Al Albani)
Dari Mu’awiyah bin Haidah ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالحَدِيثِ لِيُضْحِكَ
بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah orang yang menyampaikan
cerita untuk membuat orang lain tertawa, namun ia berdusta. Celakalah dia, dan
celakalah dia.” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Sebagian
sahabat berkata kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Wahai
Rasulullah, engkau ternyata mengajak kami bercanda.” Beliau menjawab, “Akan
tetapi aku tidak berbicara kecuali yang benar.” (Hr. Tirmidzi, ia berkata, “Hasan
shahih.”)
Hadits-hadits di atas menunjukkan, bahwa Islam tidak melarang bermain
dan bercanda yang mubah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bercanda
dengan para para sahabatnya, namun Beliau tidak mengucapkan dalam candaannya
kecuali yang benar.
Bercanda
yang terlarang adalah ketika berlebihan dan terlalu sering sehingga melalaikan
seseorang dari dzikrullah dan membuat hati seseorang keras, demikian pula
ketika di dalamnya mengandung ucapan dusta dan ucapan yang menyakitkan
saudaranya serta menjatuhkannya. Jika tidak demikian, maka hukumnya mubah, dan
jika ada maslahatnya seperti untuk membuat akrab, maka menjadi dianjurkan (Lihat
Aunul Ma’bud 13/233).
Catatan:
Muhammad bin Nu’man bin Abdussalam
berkata, “Aku belum pernah melihat seorang yang rajin beribadah melebihi Yahya
bin Hammad. Aku mengira dia tidak pernah tertawa.”
Penjelasan:
Imam Adz Dzahabi mengomentar riwayat di atas dengan mengatakan, “Tertawa
ringan dan senyum lebih utama. Dan jika hal itu tidak dilakukan sebagian Ahli
Ilmu, maka ada dua kemungkinan:
Pertama, sebagai hal yang utama
jika ia meninggalkannya karena beradab dan takut kepada Allah serta merasakan
sedih terhadap dirinya yang miskin amal.
Kedua, tercela jika seseorang
melakukannya karena kejahilan, sombong, atau dibuat-buat. Orang yang banyak tertawa juga akan diremehkan orang lain. Namun tidak
diragukan lagi, bahwa tertawa yang dilakukan anak muda lebih ringan
konsekwensinya daripada dilakukan oleh orang tua.
Adapun tersenyum dan berwajah ceria,
maka kedudukannya di atas itu semua. Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu
adalah sedekah.” (Hr. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Jarir berkata, “Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam tidak melihatku melainkan selalu tersenyum.” (Hr.
Bukhari dan Muslim)
Senyum adalah akhlak Islam. Orang yang
paling tinggi kedudukannya adalah orang yang sering menangis di malam hari dan sering
tersenyum di siang hari.
Disebutkan, bahwa Beliau bersabda, “Kalian
tidak dapat mencukupkan orang lain dengan harta bendamu, akan tetapi cukupilah
mereka dengan wajah cerahmu.” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar, Abu Nu’aim, dan
Hakim, semuanya dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Namun dalam sanadnya
terdapat Abdullah bin Sa’id Al Maqburi seorang yang matruk (ditinggalkan),
lihat Taqribut Tahdzib no. 3356. Dishahihkan oleh Hakim, namun Adz
Dzahabi berkata, “Abdullah (rawi hadits ini) lemah.” (Al Mustadrak 1/124).
Hal terakhir yang perlu diperhatikan
di sini, bahwa sepatutnya bagi seorang yang sering tertawa dan tersenyum untuk
menguranginya dan mencela dirinya agar tidak diremehkan orang, sedangkan bagi
orang yang bermuka masam dan kaku berusaha untuk tersenyum serta memperbaiki
akhlaknya, marah terhadap dirinya karena buruk akhlaknya. Hal itu karena
menyimpang dari sikap pertengahan adalah tercela, dan jiwa perlu dididik dan dilatih.”
(Siyar A’lamin Nubala 10/140-141).
Adab Bercanda
Bercanda boleh-boleh saja, namun dengan syarat:
1. Tidak
bercanda yang mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah Rasul-Nya atau
syi’ar-syi’ar Islam dan perkara-perkara yang termasuk bagian Islam (Lihat Qs. At
Taubah: 65-66).
2.
Bercanda tersebut isinya benar, tidak dusta.
3. Tidak
menyakiti perasaan orang lain.
4.
Tidak terlalu
sering dan menjadikan sebagai kebiasaan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu
ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ
يَأْخُذُ عَنِّي هَؤُلَاءِ الكَلِمَاتِ فَيَعْمَلُ بِهِنَّ أَوْ يُعَلِّمُ مَنْ يَعْمَلُ
بِهِنَّ» ؟
“Siapa yang mau mengambil kalimat ini, lalu
ia mengamalkannya atau mengajarkannya kepada orang yang mau mengamalkannya?”
Abu Hurairah berkata, “Aku wahai
Rasulullah.” Maka Beliau memegang tanganku dan menyebutkan lima perkara. Beliau
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«اتَّقِ المَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ، وَارْضَ بِمَا قَسَمَ
اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ، وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا،
وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا، وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ،
فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ»
“Hindarilah perkara haram, maka engkau akan
menjadi orang yang rajin beribadah. Ridhailah pembagian Allah kepadamu niscaya
engkau akan menjadi manusia yang paling cukup. Berbuat baiklah kepada tetanggamu,
maka engkau akan menjadi seorang mukmin. Cintailah kebaikan untuk orang lain
sebagaimana engkau mencintai kebaikan untuk dirimu, maka engkau akan menjadi
seorang muslim (yang sejati). Dan jangan banyak tertawa, karena banyak tertawa
mematikan hati.” (Hr. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Alban)
Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu
berkata, “Barang siapa yang sering melakukan sesuatu, maka ia akan dikenal
dengannya. Barang siapa yang suka bercanda, maka dia akan diremehkan. Dan barang
siapa yang banyak tertawa, maka akan hilang kewibawaannya.”
Sa’id bin Ash berkata kepada
puteranya, “Wahai anakku, jangan bercanda dengan orang terhormat, sehingga ia
akan membencimu, dan jangan engkau bercanda dengan orang rendah, sehingga ia
akan berani kepadamu.”
Pernah disampaikan kepada Sufyan bin
Uyaynah, “Bercanda adalah aib.” Sufyan menjawab, “Bahkan yang demikian adaah
sunnah. Akan tetapi bagi yang baik sikapnya dan bisa memposisikan.”
Al Abbas radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam pernah bercanda sehingga hal itu menjadi sesuatu
yang sunnah.”
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu
berkata, “Enam hal termasuk sikap terhormat; tiga ketika sedang mukim dan tiga
lagi ketika sedang safar. Tiga ketika sedang mukim adalah membaca kitab Allah,
memakmurkan masjid-masjid Allah, dan mencari saudara karena Allah. Sedangkan tiga
ketika safar adalah memberikan perbekalan, berakhlak mulia, dan bercanda yang
isinya bukan maksiat.”
Wallahu a’lam shallallahu ‘alaa
Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahabihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji: Maktabah Syamilah,
Aina Nahnu Min
Akhlaqis Salaf (Abdul Aziz Al Julail dan Bahauddin Aqil), https://www.saaid.net/Doat/mongiz/8.htm, dll.
0 komentar:
Posting Komentar