Sikap Kaum Salaf Terhadap Para Ulama

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫ليس منا من لم يوقر كبيرنا‬‎
Sikap Kaum Salaf Terhadap Para Ulama
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut sikap kaum salaf terhadap para ulama atau Ahli Ilmu. Semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Adab Kaum Salaf Terhadap Para Ulama
Dari Abu Wail, bahwa Ibnu Mas’ud pernah melihat seseorang yang menjulurkan kainnya (isbal), lalu ia berkata, “Naikkanlah kainmu!” Ia pun berkata, “Engkau juga wahai Ibnu Mas’ud, naikkanlah kainmu!” Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya kedua betisku ceking sekali sedangkan aku harus mengimami manusia.” Kabar ini pun sampai kepada Umar, lalu Umar memukul laki-laki itu dan berkata, “Apakah engkau berani membantah Ibnu Mas’ud?” (Siyar A’lamin Nubala 1/491-492)
Dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, bahwa Ibnu Abbas pernah berdiri di dekat Zaid bin Tsabit dan langsung memegang tali kekang tunggangannya, lalu Zaid berkata, “Menjauhlah wahai anak paman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!” Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Demikianlah kami bersikap terhadap para ulama dan senior-senior kami.”
(Siyar A’lamin Nubala 2/437)
Ibrahim bin Ishaq Al Harbi rahimahullah berkata, “Atha bin Abi Rabah adalah seorang budak yang berkulit hitam milik salah seorang wanita penduduk Mekkah. Hidung Beliau mirip seperti kacang. Suatu ketika Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik datang bersama kedua anaknya kepada Atha, lalu mereka duduk di dekatnya ketika Atha sedang shalat. Seusai shalat, maka Beliau meluangkan waktu untuk mereka, lalu mereka terus bertanya kepadanya tentang manasik haji padahal Atha telah membelakangi mereka, lalu Sulaiman berkata kepada kedua anaknya, “Bangunlah wahai kedua anakku!” Maka mereka berdua pun bangun, lalu Sulaiman berkata, “Wahai kedua putraku, janganlah malas menuntut ilmu! Sesungguhnya aku tidak akan melupakan keadaan kita yang hina di hadapan budak hitam ini.”  
(Siyar A’lamin Nubala 1/491-492)
Dari Umar bin Mudrik, telah menceritakan kami Al Qasim bin Abdurrahman, telah menceritakan kepada kami Asy’ats bin Syu’bah Al Mushaiyyisi, ia berkata, “Ar Rasyid pernah datang ke Ar Riqqah, lalu orang-orang berdesakan di belakang Ibnul Mubarak, sehingga tali-tali sandal terputus, dan debu-debu berterbangan, lalu Ummu walad (budak yang melahirkan anak) Amirul Mukminin melihat dari sudut istana kayu sambil bertanya, “Ada apa ini?” Mereka menjawab, “Seorang ulama dari Khurasan datang.” Ia berkomentar, “Demi Allah, inilah raja yang sebenarnya, bukan raja Harun yang hanya mengumpulkan manusia dengan penjaga keamanan dan para pengawal.” (Siyar A’lamin Nubala 8/384)
Rustah berkata, “Aku mendengar Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Ada yang mengatakan, bahwa apabila seseorang berjumpa dengan orang yang berada di atasnya dalam hal ilmu, maka itu adalah hari yang menguntungkannya. Apabila seseorang berjumpa dengan orang yang semisalnya dalam hal ilmu, maka ia saling belajar dan menimba ilmu, dan apabila seseorang berjumpa dengan orang yang berada di bawahnya dalam hal ilmu, maka ia bertawadhu kepadanya dan mengajarinya. Seseorang juga tidak akan menjadi imam dalam masalah ilmu ketika menyampaikan semua yang didengarnya, atau menyampaikan dari semua orang, atau menyampaikan hadits yang ganjil, dan hafalan itu bermanfaat untuk melekatkan ilmu.”
(Siyar A’lamin Nubala 9/203)
Ibnu Basykuwal berkata menceritakan tentang pengalaman Ibrahim Al Harbiy, “Aku pernah menukil dari buku Ibnu Attab, bahwa Ibrahim adalah sosok laki-laki yang saleh. Beliau pernah mendengar ada kaum yang suka duduk di dekatnya tetapi lebih mengutamakan dirinya daripada Ahmad bin Hanbal. Beliau mengecek kebenarannya, ternyata mereka mengakuinya, maka ia pun berkata, “Kalian telah menzalimiku dengan mengutamakan diriku di atas orang yang tidak bisa aku tandingi dan tidak bisa aku ikuti jejaknya. Oleh karena itu, aku bersumpah dengan nama Allah untuk tidak menyampaikan apa pun ilmu kepada kalian selamanya, maka mulai hari ini jangan datangi aku lagi.” (Siyar A’lamin Nubala 13/364)
Abdurrahman bin Mahdiy rahimahullah berkata, “Aku tidak sanggup memandang Sufyan ats Tsauriy karena malu dan karena kewibawaannya.”
Abu Zur’ah Ar Razi berkata, “Aku pernah berada di dekat Ahmad bin Hanbal, lalu ia menyebut Ibrahim bin Thuhman. Saat itu ia bersandar karena sedang sakit, lalu duduk biasa dan berkata, “Tidak selayaknya ketika orang-orang saleh disebut seseorang bersandar.”  (Siyar A’lamin Nubala 7/381)
Abu Mush’ab berkata, “Dahulu manusia berdesakan mendatangi majlis Imam Malik sampai seperti berkelahi, dan kami ketika telah berada di sisinya tidak menoleh kesana-kemari; tidak ada yang menoleh kepada yang lain. Mereka menunjukkan seperti ini –dengan isyarat- dengan kepala mereka (diam memperhatikan). Ketika itu para penguasa merasa segan dengan Beliau. Saat itu, ia menjawab pertanyaan dengan ‘ya’ dan ‘tidak’, dan tidak ada yang berkata, “Dari mana pendapatmu ini?”
Khalid bin Abdussalam Ash Shadafi berkata, “Aku menghadiri jenazah Al Laits bin Sa’ad bersama ayahku. Ketika itu, aku tidak pernah melihat jenazah yang lebih mulia daripadanya. Aku melihat manusia semua bersedih, satu dengan yang lain saling bertakziyah dan menangis. Aku pun berkata (kepada ayahku), “Wahai ayah, sepertinya semua orang teman jenazah ini.” Ayahku menjawab, “Wahai anakku, engkau tidak akan melihat orang yang semisalnya.”
Imam Al Auza’i saat ditanya suatu masalah sedangkan Sa’id bin Abdul Aziz hadir maka ia berkata, “Bertanyalah kepada Abu Muhammad (Sa’id bin Abdul Aziz)!” (Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir 21/200).
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf (Abdul Aziz bin Nashir Al Julail dan Bahauddin bin Fatih Aqil), Maktabah Syamilah, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger