بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqih
Zakat (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang fiqih zakat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah
ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Hukum Orang Yang Enggan
Mengeluarkan Zakat
Zakat termasuk kewajiban
yang telah disepakati para ulama dan termasuk perkara yang sangat penting,
dimana barang siapa yang mengingkari kewajibannya, maka dia keluar dari Islam
dan dibunuh karena kafir, kecuali jika seseorang baru masuk Islam, maka dia
diberi uzur karena tidak tahu terhadap hukum-hukumnya.
Adapun orang yang enggan
membayar zakat namun meyakini kewajibannya, maka dia berdosa besar karena
keengganannya mengeluarkan zakat, namun tidak keluar dari Islam, dan bagi hakim
(pemerintah) berhak mengambilnya secara paksa dan memberikan hukuman ta’zir (yang
membuatnya jera).
Dalam mengambil zakat,
hakim tidak boleh mengambil melebihi kewajibannya, kecuali menurut pendapat
Imam Ahmad dan Imam Syafi’i dalam qaul qadimnya (pendapat lamanya), maka hakim
mengambil harta zakat itu dan menyita separuh harta kekayaannya sebagai hukuman
baginya[i].
Hal ini berdasarkan hadits
riwayat Ahmad, Nasa’i, Abu Dawud, Hakim, dan Baihaqi dari Bahz bin Hakim, dari
ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«فِي كُلِّ سَائِمَةِ إِبِلٍ فِي أَرْبَعِينَ
بِنْتُ لَبُونٍ، وَلَا يُفَرَّقُ إِبِلٌ عَنْ حِسَابِهَا مَنْ أَعْطَاهَا مُؤْتَجِرًا فَلَهُ أَجْرُهَا، وَمَنْ مَنَعَهَا فَإِنَّا آخِذُوهَا
وَشَطْرَ مَالِهِ، عَزْمَةً مِنْ عَزَمَاتِ رَبِّنَا عَزَّ وَجَلَّ، لَيْسَ لِآلِ مُحَمَّدٍ
مِنْهَا شَيْءٌ»
“Setiap unta yang
bergembala sendiri (tidak dibiayai makannya oleh pemiliknya) ketika berjumlah
40, maka zakatnya seekor bintu Labun[ii].
Tidak ada satu ekor unta pun yang dipisahkan dari penghitungannya[iii].
Barang siapa yang menyerahkan unta itu karena mengharap pahala, maka ia akan
mendapatkan pahala, namun barang siapa yang enggan menyerahkannya, maka kami
akan mengambilnya berikut separuh hartanya sebagai perintah tegas di antara
perintah-perintah Tuhan kami[iv],
dan tidak ada bagian zakat untuk keluarga Nabi Muhammmad shallallahu alaihi wa
sallam sedikit pun.” (Imam Ahmad ditanya tentang isnad hadits ini, maka ia
menjawab, “Isnadnya baik.” Hakim berpendapat, bahwa hadits Bahz adalah shahih. Hadits
ini juga dihasankan oleh Al Albani) [v]
Dan jika suatu kaum
enggan membayar zakat namun mereka meyakini kewajibannya, sedangkan mereka
memiliki kekuatan, maka mereka diperangi sampai mau membayarkan zakatnya. Hal
ini berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu
anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ،
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي
دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى
اللهِ تَعَالىَ
"Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tidak ada
tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu, maka
darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan hisab
mereka diserahkan kepada Allah Azza wa Jalla." (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Jamaah Ahli hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Saat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat, ketika itu tampuk kepemimpinan
dipegang oleh Abu Bakar. Pada masanya sebagian orang-orang Arab ada yang
murtad, maka Umar berkata, “Bagaimana engkau memerangi manusia? [vi]
Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا: لاَ
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَمَنْ قَالَهَا فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلَّا
بِحَقِّهِ، وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka
mengucapkan ‘tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.’ Barang siapa
yang telah mengucapkannya, maka harta dan jiwanya terjaga dariku kecuali dengan
haknya, dan hisabnya diserahkan kepada Allah.”
Abu Bakar pun berkata, “Demi Allah, aku akan memerangi
orang yang memisahkan antara shalat dengan zakat, karena zakat adalah hak
harta. Demi Allah, kalau mereka enggan menyerahkan ‘inaq (kambing betina yang
belum mencapai setahun) yang dulu mereka serahkan kepada Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, tentu aku akan memeranginya.”
Umar berkata, “Demi Allah, pada hakikatnya Allah telah
melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku pun tahu bahwa hal
itu adalah yang benar.”
(Dalam lafaz Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi disebutkan ‘Kalau
mereka enggan menyerahkan kepadaku ‘iqal (tali untanya)’ sebagai ganti
lafaz ‘inaq))
Orang Yang Wajib Membayar zakat
Zakat wajib bagi seorang
muslim, merdeka, dan memiliki nishab (ukuran wajib zakat) dari segala jenis
harta yang terkena zakat.
Harta bdianggap telah
mencapai nishab apabila terpenuhi syarat berikut:
1. Lebih dari kebutuhan
pokok, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat-alat
kerja.
2. Telah berlalu haul
(setahun) hijriyah, dan mulainya dari hari ketika memiliki nishab, dan harus
sempurna setahun.
Jika harta berkurang
dari nishab di tengah-tengah haul, lalu mencapai nishab lagi, maka haul dimulai
ketika mencapai nishab tersebut.
Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Madzhab kami, madzhab Malik, Ahmad, dan jumhur (mayoritas) para ulama
bahwa disyaratkan untuk harta yang terkena zakat pada ‘ain (barangnya) dan
berlaku haul padanya seperti emas, perak, dan hewan ternak harus mencapai
nishab pada setahun penuh. Jika terjadi kekurangan nishab di tengah haul, maka
terputuslah haul itu, dan ketika sempurna lagi setelahnya, maka dimulai haulnya
ketika telah mencapai nishabnya.”
Imam Abu Hanifah rahimahullah
berkata, “Yang dijadikan patokan adalah telah mencapai nishab di bagian awal
haul dan akhirnya, dan tidak mengapa berkurang di bagian tengahnya. Oleh karena
itu, jika seseorang memiliki 200 dirham, lalu di sela-sela haul semuanya habis
kecuali hanya tersisa satu dirham, atau sebelumnya hewan ternaknya berupa
kambing telah mencapai 40 ekor kambing, lalu semuanya binasa selain seekor
saja, kemudian di akhir tahun sempurna kembali 200 dirham atau 40 ekor kambing,
maka zakat wajib pada semua harta itu[vii].”
Akan tetapi syarat ini
(haul) tidak berlaku pada zakat tanaman dan buah-buahan, karena zakat keduanya
diwajibkan untuk dikeluarkan pada hari ketika memanennya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
“Dan tunaikanlah haknya
di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya kepada fakir miskin).” (Qs. Al An’am: 141)
Al ‘Abdari rahimahullah
berkata, “Harta zakat ada dua macam: Pertama, yang tumbuh dengan
sendirinya, seperti biji-bijan dan buah-buahan, maka hal ini wajib ketika
panen. Kedua, harta yang diperkembangkan manusia, seperti dirham, dinar,
barang-barang perniagaan, dan hewan ternak, maka harta-harta ini berlaku haul
padanya, sehingga tidak ada zakat ketika mencapai nishab sampai berlalu haul.
Inilah yang dikatakan oleh semua para fuqaha (Ahli Fiqh).” (Lihat Al Majmu
karya Imam Nawawi).
Bersambung...
Wallahu
a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus
Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah (Syaikh
M. Nashiruddin Al Albani), Asy Syarhul Mumti’ (Syaikh Ibnu Utsaimin), ‘Aunul
Ma’bud (Muhammad bin Asyraf Al ‘Azim
Abadi), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
[i] Termasuk pula dalam hal ini orang yang menyembunyikan hartanya dan tidak
mau membayar zakat, lalu keadaannya diketahui oleh hakim.
[ii] Yaitu unta yang sudah berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-3.
[iii] Maksudnya bahwa pemilik hewan tersebut tidak boleh
memisahkan bagian miliknya dari milik orang lain yang bersekutu dengannya,
karena hendak mengurangi atau lari dari zakat. Bisa juga maksudnya, bahwa
hewan-hewan itu semuanya dihitung termasuk yang kurus, yang kecil dan
sebagainya, namun pemungut zakat hanya mengambil bagian yang pertengahan, wallahu
a’lam.
[iv] Dalam hal ini para ulama memiliki beberapa pendapat:
Pertama, diambil zakatnya dan separuh harta yang ia enggan keluarkan zakatnya. Misalnya seseorang memiliki 100 ekor unta dan 100 ekor kambing, namun ia tidak mau mengeluarkan zakat kambingnya, maka
pemerintah mengambil 50 ekor kambing, serta zakat kambing juga diambil.
Kedua, diambil zakat dan separuh dari harta kekayaannya. Misalnya seseorang memiliki 100 ekor unta dan 100 ekor kambing, namun ia tidak mau mengeluarkan zakat kambingnya, maka
pemerintah mengambil 50 ekor kambing, juga 50 ekor unta, serta zakat kambing juga diambil.
Kandungan hadits di
atas mengandung dua kemungkinan tersebut, namun zhahirnya kita mengambil
pendapat paling ringan karena lebihnya masih diragukan, sedangkan hukum asalnya
adalah terpelihara harta seorang muslim, kecuali jika sanksi di atas tidak
membuat seseorang jera dan waliyyul amri (pemerintah) memandang perlu
memberikan sanksi lebih, maka bisa diambil zakat dan separuh dari harta
kekayaannya. Hal ini sebagaimana praktek Umar radhiyallahu anhu yang menambah
sanksi peminum khamr (arak) sehingga mendera pelakunya sebanyak 80 kali
dera.
Ketiga, bahwa hartanya itu dibagi dua bagian, lalu pemungut zakat mengambil dari
bagian yang dia inginkan.
Keempat, harta orang yang enggan berzakat itu dibagi menjadi dua
bagian, yang nanti pemungut zakat mengambil zakat dari yang terbaik di salah
satu dari dua bagian harta tersebut sebagai hukuman buatnya –yang sebelumnya jika si pemilik harta mau mengeluarkan zakat maka diambil
yang pertengahan, tetapi karena ia enggan maka diambil yang terbaiknya-.
[v] Imam Baihaqi meriwayatkan, bahwa Imam Syafi’i berkata,
“Hadits ini tidak dianggap sah oleh Ahli Ilmu dalam bidang hadits. Kalau
sekiranya shahih, tentu kami berpendapat dengannya.”
Imam Baihaqi dan
lainnya menyatakan bahwa hadits Bahz ini mansukh (dihapus), namun Imam Nawawi
mengkritiknya dan menyatakan, bahwa pernyataan sanksi dengan harta terhadap
harta hanya berlaku di awal-awal Islam tidaklah sahih dan tidak dikenal, atau
menyatakan bahwa hadits itu sudah mansukh tidak bisa diterima karena tidak
diketahui tarikh (mana yang lebih dulu dan terakhir datangnya hadits).
[vi] Mereka ini adalah Bani Yarbu. Pada awalnya mereka telah mengumpulkan zakat
dan hendak mengirimkannya kepada Abu Bakar, namun dicegah oleh Malik bin
Nuwairah dan malah membagi-bagikannya di antara mereka. Merekalah sebenarnya
yang dipermasalah oleh Umar yang kemudian ia mendiskusikan kepada Abu Bakar dan
menolak untuk memerangi mereka karena berargumen dengan hadits tersebut. Mereka
diperangi pada awal pemerintahan Abu Bakar pada tahun ke-11 H.
[vii] Menurut Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah, jika
dijual harta yang telah mencapai nishab itu di sela-sela haul atau diganti
dengan harta yang tidak sejenis dengannya, maka terputus haul zakat dan memulai
haul kembali.
0 komentar:
Posting Komentar