بسم الله الرحمن الرحيم
Syarat-Syarat
Shalat (2)
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada
Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini
lanjutan pembahasan tentang syarat-syarat shalat, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
AURAT
LAKI-LAKI
Aurat
yang wajib ditutup oleh seseorang ketika shalat adalah qubul dan dubur, selain
itu seperti paha, pusar, dan lutut, maka terdapat beberapa pandangan dari para
ulama karena melihat beberapa riwayat. Ada yang berpendapat, bahwa itu tidak
termasuk aurat, dan ada yang berpendapat, bahwa itu semua aurat –dan inilah
yang rajih insya Allah-.
Alasan
mereka yang berpendapat, bahwa paha, pusar, dan lutut bukan aurat
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ جَالِسًا كَاشِفًا عَنْ فَخِذِهِ، فَاسْتَأْذَنَ
أَبُو بَكْرٍ، فَأَذِنَ لَهُ، وَهُوَ عَلَى حَالِهِ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ،
فَأَذِنَ لَهُ، وَهُوَ عَلَى حَالِهِ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ، فَأَرْخَى
عَلَيْهِ ثِيَابَهُ، فَلَمَّا قَامُوا، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، اسْتَأْذَنَ
عَلَيْكَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَأَذِنْتَ لَهُمَا، وَأَنْتَ عَلَى حَالِكَ، فَلَمَّا
اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ أَرْخَيْتَ عَلَيْكَ ثِيَابَكَ، فَقَالَ: " يَا
عَائِشَةُ أَلَا أَسْتَحْيِي مِنْ رَجُلٍ، وَاللهِ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَسْتَحِي
مِنْهُ "
Dari
Aisyah Ummul Mu’minin, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
duduk dalam keadaan pahanya terbuka, lalu Abu Bakar meminta izin untuk masuk,
maka Beliau mengizinkannya, sedangkan keadaan Beliau tetap seperti keadaan
sebelumnya. Kemudian Umar meminta izin untuk masuk, maka Beliau mengizinkannya,
sedangkan keadaan Beliau tetap seperti itu, lalu Utsman datang meminta izin
untuk masuk, maka Beliau mengulurkan kainnya. Ketika mereka telah berdiri
(pergi), aku berkata, “Wahai Rasulullah, ketika Abu Bakar dan Umar meminta izin
(untuk masuk) menemuimu, engkau mengizinkan sedangkan keadaanmu tidak berubah,
tetapi ketika Utsman meminta izin masuk, maka engkau menjulurkan kainmu?” Maka
Beliau bersabda, “Wahai Aisyah! Tidakkah aku malu dengan seseorang yang demi
Allah, malaikat saja sampai malu kepadanya.” (HR. Ahmad, dan Bukhari
menyebutkannnya secara mu’allaq. Hadits ini dinyatakan shahih oleh pentahqiq Musnad
Ahmad cet. Ar Risalah).
Dari
Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam pada saat
perang Khaibar pernah membuka kain dari pahanya, sehingga aku melihat putihnya
paha Beliau.” (HR. Ahmad dan Bukhari)
Ibnu
Hazm menyebutkan dengan isnadnya yang sampai kepada Hubair bin Huwairits, bahwa
ia pernah melihat paha Abu Bakar dalam keadaan terbuka, dan bahwa Anas bin
Malik pernah mendatangi Qais bin Syammas, sedangkan kedua pahanya terbuka.
Alasan
mereka yang berpendapat bahwa paha, pusar, dan lutut adalah aurat
Dari
Muhammad bin Jahsy, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melewati Ma’mar yang ketika itu kedua pahanya terbuka, maka Beliau
bersabda,
يَا مَعْمَرُ غَطِّ فَخِذَيْكَ فَإِنَّ الْفَخِذَيْنِ عَوْرَةٌ
“Wahai
Ma’mar! Tutuplah kedua pahamu, karena kedua paha adalah aurat.” (HR. Ahmad,
Hakim, Bukhari dalam Tarikhnya, dan ia sebutkan secara mu’allaq dalam Shahihnya,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4157).
Dari
Jarhad, ia berkata, “Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah lewat
ketika aku sedang memakai burdah. Saat
itu pahaku terbuka, maka Beliau bersabda,
غَطِّ فَخِذَيْكَ فَإِنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ
“Tutuplah
kedua pahamu. Sesungguhnya paha itu adalah aurat.” (HR. Malik, Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi, ia berkata, “Hasan,” dan disebutkan oleh Bukhari secara
mu’allaq dalam Shahihnya).
Imam
Bukhari berkata, “Hadits Anas lebih bersanad (lebih shahih sanadnya), sedangkan
hadits Jarhad lebih hati-hati.”
Di
antara kedua pendapat di atas, yang rajih adalah pendapat kedua, yaitu bahwa
paha, pusar, dan lutut adalah aurat, karena hadits yang berupa qaul
(pernyataan) lebih didahulukan daripada hadits yang berupa fi’il (perbuatan),
dan fi’il mengandung kemungkinan khushusiyyah (kekhususan bagi Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam) atau kemungkinan lainnya, di samping tidak
tampaknya tanda-tanda kesengajaan dalam hadits yang dipakai alasan mereka yang
menyatakan bahwa itu semua bukan aurat, dan karena hal itu pada kejadian
tertentu saja yang tidak ada keumumannya.
Dalam
hadits lain juga disebutkan,
«مَا
بَيْنَ السُّرَّةِ إِلَى الرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ»
“Antara
pusar dan lutut adalah aurat.” (HR. Hakim, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 5583).
AURAT
WANITA
Tubuh
wanita seluruhnya adalah aurat sehingga wajib ditutup kecuali muka dan telapak
tangan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak
daripadanya.”
(QS. An Nuur: 31)
Yakni
janganlah menampakkan bagian-bagian perhiasan kecuali muka dan kedua telapak
tangan sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Aisyah,
Dari
Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَا
يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ حَائِضٍ إِلَّا بِخِمَارٍ»
“Allah
tidak menerima shalat wanita yang sudah haidh (baligh) kecuali dengan
mengenakan kerudung.” (HR. Lima Imam Ahli Hadits selain Nasa’i, dan dishahihkan
oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Al Albani. Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”)
Dari
Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa ia pernah ditanya, “Berapa pakaian yang
dipakai wanita untuk shalat?” Aisyah menjawab, “Bertanyalah kepada Ali bin Abi
Thalib, kemudian kembalilah menemuiku dan sampaikanlah jawabannya kepadaku,”
maka ia mendatangi Ali dan bertanya
kepadanya tentang hal itu, lalu Ali menjawab, “Yaitu dengan memakai kerudung dan gamis yang lebar.” Kemudian
orang ini kembali menemui Aisyah dan memberitahukan jawabannya, maka Aisyah
berkata, “Benar.” (HR. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf 3/128, Ibnu Abi
Syaibah 2/224 dari jalan Makhul dari seseorang yang bertanya kepada
Aisyah...dst. Menurut Al Albani, para perawinya adalah tsiqah, namun di
dalamnya terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya antara Makhul dan
Aisyah. Akan tetapi Abdurrazzaq meriwayatkan dari jalan Ummul Hasan, ia
berkata, “Aku melihat Ummu Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat memakai gamis dan kerudung.” Dan isnadnya shahih).
Imam
Malik, Ibnu Abi Syaibah, dan Baihaqi meriwayatkan dari Ubaidullah Al Khaulani
–ia adalah seorang anak yatim yang berada di bawah asuhan Maimunah-, bahwa
Maimunah shalat memakai gamis dan kerudung tanpa kain sarung. Menurut Al
Albani, isnadnya shahih.
Al
Albani dalam Tamamul Minnah berkata, “Dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat yang lain yang menunjukkan bahwa shalatnya seorang wanita
memakai gamis dan kerudung adalah hal yang sudah biasa di kalangan mereka, dan
inilah kewajiban minimal bagi mereka dalam menutup aurat ketika shalat. Dan hal
ini tidaklah menafikan riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi dari Umar bin
Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Seorang wanita shalat memakai tiga
kain; gamis, kerudung, dan kain sarung.” Dan isnadnya juga shahih.
Dari
Ibnu Umar melalui jalan yang lain, ia berkata, “Apabila seorang wanita shalat,
maka hendaklah ia shalat memakai semua kainnya, yaitu gamis, kerudung, dan
selimutnya.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, dan sanadnya shahih).
Perintah
memakai semua kain ini hanyalah menunjukkan lebih sempurna dan lebih utama
baginya, wallahu a’lam. (Lihat Tamamul Minnah karya Syaikh Al Albani rahimahullah).
Bersambung...
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (S.
Sabiq), Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli Fiqh, KSA), Tamamul Minnah (Syaikh
Al Albani), Mausu’ah Haditsiyyah Mushghgharah dan Mausu’ah Ruwathil
Hadits (Markaz Nurul Islam Li abhatsil Qur’ani was Sunnah), Maktabah
Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar