Akhlak Adil

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫خلق العدل‬‎
Akhlak Adil
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang akhlak adil.  Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Pada saat Fathu Makkah, ada seorang wanita yang mencuri, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin menegakkan had kepadanya dan memotong tangannya, maka keluarga wanita itu pergi menemui Usamah bin Zaid dan memintanya agar memberikan syafaat (pembelaan) untuknya di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan agar Beliau tidak memotong tangannya, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat mencintai Usamah. Ketika Usamah berusaha memberikan syafaat untuk wanita itu, maka berubahlah wajah (marah) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Beliau bersabda kepadanya, “Apakah kamu hendak memberikan syafaat pada salah satu di antara had-had Allah?” Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dan berkhutbah kepada manusia, Beliau bersabda,
إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Sesunggguhnya binasanya orang-orang sebelum kamu adalah karena apabila orang terhormat di kalangan mereka mencuri, maka mereka membiarkannya, dan apabila orang yang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka tegakkan had terhadapnya. Demi Allah, kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku akan potong tangannya.” (HR. Bukhari)
*****
Ada seorang dari penduduk Mesir yang datang kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu dan berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, aku berlomba bersama anak ‘Amr bin ‘Ash gubernur Mesir, lalu aku memenangkan perlombaan, maka ia malah memukulku dengan cambuknya, dan ia berkata kepadaku, “Aku adalah putera dua orang terhormat.” Maka Umar bin Khaththab menulis surat kepada ‘Amr bin ‘Ash, isinya, “Apabila suratku ini datang kepadamu, maka hendaknya kamu dan anakmu datang.” Ketika keduanya telah hadir, maka Umar bin Khaththab memberikan cambuk kepada orang Mesir agar ia memukul putera ‘Amr sambil berkata, “Pukullah anak dua orang terhormat.”
*****
Di zaman Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, salah seorang dari pemuka bangsa Arab masuk Islam dan ia pergi untuk naik haji. Ketika ia mengelilingi ka’bah, maka ada seseorang yang menginjak ujung selendangnya, lalu orang itu pun memukul wajahnya dengan keras. Maka orang yang dipukul ini pergi ke Umar bin Khaththab dan mengeluh kepadanya. Umar pun meminta orang yang memukul dihadirkan. Ketika ia hadir, Umar memerintahkan orang yang dipukul melakukan qishas terhadapnya, yaitu dengan memukul wajahnya seperti yang ia lakukan terhadapnya, ia pun berkata karena heran, “Apakah saya disamakan dengan dia dalam hal ini?”  Maka Umar berkata, “Ya, agama Islam menyamakan antara kamu berdua.”
*****
Suatu hari, Ali radhiyallahu 'anhu berselisih dengan seorang Yahudi dalam masalah baju besi, maka keduanya pergi menghadap hakim, lalu Ali radhiyallahu 'anhu berkata, “Orang Yahudi ini telah mengambil baju besiku.” Maka orang Yahudi mengingkarinya. Kemudian si hakim berkata kepada Ali, “Apakah kamu mempunyai saksi?” Ali berkata, “Ya.” Lalu ia membawakan anaknya, yaitu Husain, maka Husain pun bersaksi bahwa baju besi itu milik bapaknya. Tetapi si hakim berkata kepada Ali, “Apakah kamu punya saksi lagi yang lain?” Ali menjawab, “Tidak.” Maka si hakim menetapkan bahwa baju besi itu untuk orang Yahudi karena Ali tidak mempunya saksi lagi selain anaknya. Lalu orang Yahudi itu berkata, “Amirul Mukminin datang bersamaku kepada hakim kaum muslimin, lalu ia memberikan keputusan terhadap Amirul Mukminin dan ia pun ridha. Engkau benar demi Allah, wahai Amirul Mukminin! Sesungguhnya ia adalah baju besimu yang jatuh dari untamu lalu aku pungut. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Maka Ali pun memberikan baju besi itu kepadanya karena senang dengan Keislamannya.
Apakah adil itu?
Adil artinya bersikap inshaf (menyadari), memberikan kepada seseorang haknya dan melakukan kewajibannya.
Banyak ayat-ayat dalam Al Qur’anul Karim yang memerintahkan berlaku adil, mendorong kepadanya dan mengajak untuk tetap di atasnya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat ihsan, dan memberi kepada kerabat.” (QS. An Nahl: 90)
Dia juga berfirman,
وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ
“Dan apabila kamu memutuskan di antara manusia, maka hendaklah kamu memutuskan dengan adil.” (QS. An Nisaa’: 58)
Adl (Adil) juga merupakan salah satu nama di antara nama-nama Allah yang indah (Al ‘Adlu) dan salah satu sifat di antara sifat-sifat-Nya.
Macam-macam adil
Adil ada banyak macamnya, di antaranya:
1.       Adil antara dua pihak yang bertikai.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan sosok orang yang mewujudkan keadilan. Pernah ada dua orang Anshar yang bertikai datang kepadanya dan meminta Beliau memutuskan di antara keduanya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan, bahwa orang yang mengambil hak saudaranya sesunguhnya sama saja mengambil potongan api neraka, maka kedua orang itu menangis dan saling merelakan bagiannya untuk saudaranya.
2.       Adil dalam timbangan dan takaran.
Seorang muslim memenuhi timbangan dan takaran, ia menimbang dan menakar dengan adil dan tidak mengurangi hak manusia. Ia tidaklah menjadi orang yang mengambil lebih haknya ketika membeli, dan mengurangi timbangan dan takaran ketika menjual. Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam orang yang melakukan hal itu. Dia berfirman,
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5)
 “Celakalah orang-orang yang curang-- (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,--Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi--Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,-- Pada suatu hari yang besar,” (Al Muthaffifin: 1-5)
3.       Adil terhadap para istri
Bersikap adil terhadap istri adalah dengan memenuhi haknya. Jika seseorang memiliki istri lebih dari satu, maka ia bersikap adil terhadap mereka dalam hal makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, giliran bermalam, dan nafkah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ»
“Barang siapa yang mempunyai dua istri, lalu ia lebih cenderung ke salah satunya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan separuh badannya miring.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6515)
Sikap cenderung dalam hadits ini adalah tidak adil terhadap hak-haknya dalam urusan lahiriah, adapun dalam urusan batiniyah seperti rasa cinta, maka seseorang tidak sanggup menyamakan rasa cinta kepada semua istrinya (lihat QS. An Nisaa’: 129).
4.       Adil terhadap anak-anaknya
Seorang muslim juga menyamakan anak-anaknya, sampai-sampai dalam masalah mencium anaknya. Ia juga tidak melebihkan sebagian mereka dengan suatu hadiah atau pemberian agar anak-anaknya satu sama lain tidak saling membenci dan agar tidak menyala api permusuhan dan kebencian di antara mereka.
Nu’man bin Basyir berkata, “Bapakku memberiku suatu pemberian. Lalu ‘Amrah binti Rawahah (ibu Nu’man) berkata, “Aku tidak ridha sampai engkau angkat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai saksi.” Maka ia (bapak Nu’man) mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya aku memberikan kepada anakku dari ‘Amrah binti Rawahah suatu pemberian, dan ia menyuruhku agar engkau wahai Rasulullah sebagai saksinya.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau memberikan juga kepada semua anakmu seperti ini?” Ia menjawab, “Tidak.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ
“Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah di antara anak-anakmu.” (HR. Bukhari)
5.       Adil kepada semua manusia
Seorang muslim dituntut bersikap adil kepada semua manusia, baik mereka muslim maupun non muslim. Allah memerintahkan agar tidak mengurangi hak manusia. Dia berfirman,
وَلاَ تَبْخَسُواْ النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ
“Dan janganlah kamu kurangi bagi manusia hak-hak mereka.” (QS. Al A’raaf: 85)
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
 “Janganlah kebencian kamu kepada suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena hal itu lebih dekat kepada ketakwaan.” (Al Maa’idah: 8)
Maksudnya, janganlah kebencian dan permusuhanmu kepada suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil, bahkan adil wajib dilakukan kepada semuanya, baik mereka kawan maupun lawan.
Keutamaan adil
1. Adil merupakan kedudukan yang besar di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Dan berbuat adillah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (QS. Al Hujurat: 9)
Seorang sahabat yang mulia, yaitu Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, “Amal yang dilakukan oleh pemimpin yang adil kepada rakyatnya sehari saja lebih utama daripada ibadah ahli ibadah di tengah keluarganya selama seratus tahun.”
2. Adil merupakan keamanan bagi manusia di dunia. Ada riwayat, bahwa utusan raja-raja  pernah datang untuk menghadap Umar bin Khaththab, lalu ia menemukan Umar dalam keadaan tidur di bawah sebuah pohon. Ia heran, mengapa ada seorang pemerintah kaum muslimin yang tidur tanpa penjaga, ia pun berkata,”Engkau telah memerintah secara adil sehingga engkau merasakan keamanan dan engkau pun dapat tidur wahai Umar.”
3. Adil adalah dasar kekuasaan
Salah seorang gubernur pernah menulis surat kepada Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz radhiyallahu 'anhu, dimana ia meminta kepadanya harta dalam jumlah besar untuk membangun pagar di sekeliling kota pemerintahannya, maka Umar berkata kepadanya, ”Apa manfaatnya pagar-pagar? Bentengilah dengan keadilan dan bersihkanlah jalan-jalannya dari kezaliman.”
4. Adil dapat memberikan keamanan bagi orang yang  lemah dan fakir serta membuatnya merasa bangga dan percaya diri.
5. Adil menyebarkan kecintaan di antara manusia dan antara pemerintah dengan rakyatnya.
6. Adil menghalangi orang zalim dari melakukan kezaliman, orang yang rakus dari sikap serakahnya serta dapat memelihara hak, kepemilikan, dan kehormatan.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji':  Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (http://islam.aljayyash.net/), Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah & Mausu’ah Ruwathil Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah), Al Bahits versi 5.0, Al Qur’anul Karim ma’a Tafsir (islamspirit.com), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger