Belajar Mudah Ilmu Tauhid (10)

بسم الله الرحمن الرحيم

Belajar Mudah Ilmu Tauhid (10)

(Tawassul, Hukum Menyembelih dan Bernadzar Kepada Selain Allah, dan Hukum Memohon Pertolongan Kepada Selain Allah)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini pembahasan tentang tawassul, hukum menyembelih dan bernadzar Kepada selain Allah, dan hukum memohon pertolongan kepada selain Allah yang kami terjemahkan dari kitab At Tauhid Al Muyassar karya Syaikh Abdullah bin Ahmad Al Huwail; semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
KAJIAN TENTANG TAWASSUL
Ta’rif (definisi) Tawassul
Tawassul secara bahasa dari kata Al Wasilah (sarana) yang asalnya sesuatu yang dipakai untuk menghubungkan kepada sesuatu dan mendekatkan kepadanya. Adapun secara istllah, tawassul adalah menggunakan sebab yang disyariatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Pembagian Tawassul
Tawassul terbagi dua, yaitu:
1.  Tawassul yang masyru’ (disyariatkan)
2.  Tawassul yang mamnu’ (dilarang)
Tawassul yang masyru’ (disyariatkan)
Hal ini ada tiga macam, yaitu:
1.     Bertawassul dengan salah satu nama Allah Tabaaraka wa Ta’ala atau salah satu sifat-Nya[i].
2.     Bertawassul dengan amal saleh yang dilakukan oleh orang yang berdoa[ii].
3.     Bertawassul dengan doa orang saleh yang masih hidup[iii].
Tawassul yang mamnu’ (terlarang)
Yaitu bertawassul tidak menggunakan tiga hal yang disebutkan dalam tawassul yang masyru’, misalnya:
1.     Bertawassul kepada Allah Ta’ala dengan menggunakan hak atau kedudukan seseorang.
2.     Berdoa dan bernadzar kepada para wali dan orang-orang saleh.
3.     Menyembelih hewan untuk arwah para wali dan diam beribadah di sekitar kuburan.
KAJIAN TENTANG MENYEMBELIH UNTUK SELAIN ALLAH TA’ALA
Ta’rif dzabh (menyembelih)
Dzabh atau menyembelih secara bahasa artinya membelah atau yang menunjukkan seperti itu. Sedangkan secara istilah, dzabh adalah menghilangkan nyawa dan menumpahkan darah sebagai bentuk ta’zhim (pengagungan) dan pendekatan diri dengan cara tertentu.
Pembagian dzabh
Dzabh terbagi tiga, yaitu:
1.  Penyembelihan yang masyru’
2.  Penyembelihan yang mubah
3.  Penyembelihan yang syirk
Penyembelihan yang mayru’ (disyariatkan)
Contohnya adalah menyembelih udh-hiyyah (hewan kurban pada hari raya Idul Adh-ha), menyembelih hewan karena bernadzar kepada Allah, menyembelih hewan hadyu, menyembelih karena fidyah dalam ibadah haji dan umrah, menyembelih hewan aqiqah untuk bayi yang baru lahir, menyembelih hewan untuk bersedekah agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, dan menyembelih hewan untuk memuliakan tamu.
Penyembelihan yang mubah
Contohnya adalah penyembelihan yang dilakukan oleh penjagal untuk dijual, atau menyembelih hewan untuk dimakan.
Penyembelihan yang syirk
Contohnya adalah menyembelih hewan untuk berhala, jin, kubah dan kuburan, menyembelih hewan sebelum menempati rumah yang baru dengan maksud mengusir jin, menyembelih pada saat pengantin baru masuk ke dalam rumah serta berjalan di atas darah hewan sembelihan, dan menyembelih untuk Allah namun dengan menyebut nama selain Allah.
Kesimpulan
1.     Menyembelih adalah ibadah, sehingga tidak boleh diarahkan kepada selain Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, kurbanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah; Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’aam: 162)
2.     Menyembelih untuk selain Allah dipandang sebagai syirk akbar dan pelakunya dilaknat. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah.” (HR. Muslim)
KAJIAN TENTANG BERNADZAR UNTUK SELAIN ALLAH TA’ALA
Ta’rif (definisi) Nadzar
Nadzar secara bahasa artinya mewajibkan. Nadzar secara syara’ adalah seorang mukallaf (akil-baligh) mewajibkan kepada dirinya sebuah ketaatan yang tidak wajib sebagai bentuk ta’zhim (pengagungan) kepada yang karenanya dia bernadzar.
Nadzar adalah ibadah
Ketahuilah! Nadzar adalah ibadah untuk Allah saja; tidak boleh diarahkan kepada selain-Nya. Barang siapa yang mengarahkannya kepada selain Allah, maka dia telah berbuat syirk dengan syirk yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يُوفُونَ بِالنَّذْرِ
“Mereka menunaikan nadzar.” (QS. Al Insaan: 7)
Oleh karena itu, barang siapa yang bernadzar untuk selain Allah, maka tidak boleh dipenuhi.
Kapankah nadzar menjadi syirk?
Nadzar menjadi syirk ketika seseorang mewajibkan kepada dirinya suatu perkara karena selain Allah sebagai bentuk pengagungannya dan pendekatan dirinya kepada selain Allah itu. Misalnya:
1.       Seseorang berkata, “Jika Allah menyembuhkan  orang yang sakit di tengah-tengahku, maka untuk kubur wali fulan akan saya sembelihkan hewan berupa kambing atau akan saya keluarkan sekian harta karenanya.”
2.       Seseorang berkata, “Jika saya mendapatkan seorang anak, maka saya akan menyembelih hewan untuk wali fulan di dekat kuburnya.”
3.       Seseorang berkata, “Saya bernadzar untuk menyembelih tiga hewan untuk wali fulan atau untuk jin anu.”
4.       Bernadzar untuk berhala.
5.       Bernadzar untuk matahari dan bulan.
KAJIAN TENTANG MEMOHON PERTOLONGAN KEPADA SELAIN ALLAH TA’ALA
Beberapa istilah dan maknanya
Isti’anah artinya meminta pertolongan.
Istighatsah artinya meminta bantuan agar dihilangkan dari derita.
Isti’adzah artinya meminta perlindungan.
Dalil yang menunjukkan bahwa tiga hal di atas (isti’anah, istighatsah, dan isti’adzah) adalah ibadah
Pertama, tentang isti’anah. Allah Ta’ala berfirman,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 5)
Kedua, tentang istighatsah. Allah Ta’ala berfirman,
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
“(Ingatlah), ketika kamu memohon bantuan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu.” (QS. Al Anfaal: 9)
Ketiga, tentang isti’adzah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Katakanlah, "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.” (QS. An Naas: 1)
Hukum isti’anah, istighatsah, dan isti’adzah kepada selain Allah
Hal ini terbagi dua hukum, yaitu:
Pertama, boleh, yaitu ketika terpenuhi empat syarat berikut (dua syarat terkait dengan perkara yang dimohonkan, sedangkan dua syarat lagi terkait kepada siapa dimohonkan):
Dua syarat yang terkait dengan perkara yang dimohonkan adalah: (1) tidak termasuk perkara yang khusus bagi Allah, dan (2) makhluk mampu melakukannya.
Dua syarat yang terkait kepada siapa dimohonkan adalah: (1) makhluk tersebut masih hidup, dan (2) hadir di hadapan.
Kedua, syirk, yaitu ketika tidak ada salah satu syarat di atas[iv].
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Diterjemahkan dari kitab At Tauhid Al Muyassar oleh Marwan bin Musa



[i] Misalnya mengucapkan, “Yaa Razzaq urzuqnaa” (artinya: Wahai Yang Maha Pemberi rezeki, karuniakanlah kami rezeki) -pent.
[ii] Misalnya mengucapkan, “Ya Allah, jika sedekah yang aku lakukan ini ikhlas karena-Mu maka mudahkanlah urusan kami.” –pent,
[iii] Misalnya mengucapkan, “Ya Allah, jika sedekah yang aku lakukan ini ikhlas karena-Mu maka mudahkanlah urusan kami.” –pent.
[iv] Misalnya perkara yang dimohonkan termasuk perkara yang khusus bagi Allah, atau makhluk tidak mampu melakukannya, atau makhluk tersebut sudah mati, atau makhluk itu tidak ada di hadapan meskipun masih hidup -pent.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger