Fiqh Waqaf (1)


بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqh Waqaf (1)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang waqaf, semoga Allah menjadikannya ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Ta'rif (definisi) waqaf:
Waqaf maksudnya menahan asalnya dan melanjutkan manfaatnya. Maksud asal di sini adalah barang yang bisa dimanfaatkan dengan tetapnya barang seperti rumah, kios, kebun, dsb. Sedangkan yang dimaksud manfaat adalah hasil yang muncul dari asal tersebut seperti buah, upah, bisa ditempati dan sebagainya.
Contoh waqaf adalah seseorang mewaqafkan sebuah rumah, ia menyewakannya, dan hasil sewaannya ia alihkan untuk kebutuhan orang-orang fakir, masjid, percetakan buku-buku agama, dan lain-lain.
Dalil disyari'atkannya waqaf
Allah mensyariatkan waqaf, menganjurkannya dan menjadikannya sebagai jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Kaum jahiliyyah dahulu tidak mengenal waqaf, bahkan hal itu merupakan hal yang baru diadakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan dianjurkannya sebagai sikap berbuat baik kepada kaum fakir dan rasa sayang kepada orang-orang yang butuh.
Dalil waqaf adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain bahwa Umar pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mendapatkan harta di Khaibar yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya harta yang lebih berharga darinya menurutku, lalu apa yang engkau perintahkan?” Beliau menjawab,
إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا
“Jika kamu mau, kamu tahan asalnya dan kamu bersedekah dengannya”,
Maka Umar menyedekahkannya. Saat itu harta asalnya tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Umar pun menyedekahkannya kepada kaum fakir, kerabat, budak, untuk fii sabiilillah, tamu, Ibnus Sabil dan orang lemah. Dan tidak mengapa bagi pengurusnya untuk makan daripadanya secara ma'ruf atau memberikan kepada teman tanpa maksud memperkaya diri.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat setelahnya atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim, Abu dawud, Tirmidzi dan Nasa'i)
Maksud sedekah jariyah di sini adalah waqaf. Hadits di atas menerangkan bahwa amalan orang yang sudah meninggal itu terputus, dan ia tidak dapat memperoleh pahala yang baru kecuali dari tiga hal di atas, itu semua merupakan usahanya.
Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ، وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ، وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ، أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ، أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ، يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ»
"Sesungguhnya di antara perkara yang akan sampai kepada orang mukmin dari amal dan kebaikannya setelah ia meninggal adalah; ilmu yang disebarkannya, anak saleh yang ditinggalkannya, mus-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnus sabil yang dibangunnya, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dikeluarkan dari hartanya di saat sehat dan ketika hidupnya; semua itu akan sampai kepadanya setelah ia meninggal." (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Ada lagi beberapa amal yang sampai juga kepadanya berdasarkan dalil-dalil yang lain, Imam As Suyuuthiy telah menghimpunnya dalam syair berikut:
اِذَا مَاتَ ابْنُ ادَمَ يَجْرِي  عَلَيْهِ مِنْ فِعَالٍ غَيْرِ عَشْرٍ
عُلُوْمٍ بَثَّهَا وَدُعَاءِ نَجْلٍ  وَغَرْسِ النَّخْلِ وَالصَّدَقَاتُ تَجْرِي
وَرَاثَةِ مُصْحَفٍ وَرِبَاطِ ثَغْرٍ   وَحَفْرِ الْبِئْرِ أَوْ إِجْرَاءِ نَهْرٍ
وَبَيْتٍ لْلْغَرِيْبِ بَنَاهُ يَأْوِى    إلَِيْهِ أَوْ بِنَاءِ مَحَلِّ ذِكْرٍ
Apabila anak Adam meninggal, maka tidak ada perbuatan yang mengalir selain sepuluh saja
ilmu yang disebarkannya, doa anak saleh, menanam pohon kurma dan sedekah jariyah
mus-haf yang diwariskan, menjaga pertahanan, menggali sumur atau mengalirkan sungai
rumah yang dibuatkan untuk orang singgah asing atau membangun tempat dzikr (masjid).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan waqaf, demikian juga para sahabatnya baik beripa masjid, tanah,  sumur, kebun maupun kuda. Dan orang-orang juga senantiasa melakukan waqaf dari sejak dahulu hingga sekarang.
Macam-macam waqaf
Waqaf terkadang untuk anak cucu atau kerabat dan generasi setelah mereka sampai kepada kaum fakir, waqaf ini disebut waqaf ahliy atu dzurriy (yakni waqaf keluarga), dan terkadang waqaf untuk pintu-pintu kebaikan sebagai awalnya, hal ini dinamakan waqaf khairiy (sosial).
Beberapa contoh waqaf di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : لَمَّا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ وَأَمَرَ بِبِنَاءِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا بَنِي النَّجَّارِ، ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا» فَقَالُوا: وَاللَّهِ، لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ .
Dari Anas radhiyallahu 'anhu ia berkata: Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah dan memerintahkan membangun masjid, Beliau bersabda: "Wahai Bani Najjar, berilah harga kebun kalian ini?" Mereka menjawab: "Demi Allah, kami tidak meminta harganya selain kepada Allah Ta'ala", maka Beliau mengambilnya dan membangunkan masjid. (HR. Tiga orang, dan dinyatakan shahih oleh Al Albani)
عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " مَنْ يَحْفِرْ بِئْرَ رُومَةَ فَلَهُ الجَنَّة . قَالَ : فَحَفَرْتُهَا "
Dari Utsman radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang menggali sumur "Ruumah," maka ia akan memperoleh surga", Utsman berkata, "Maka saya menggalinya." (HR. Bukhari, Tirmidzi dan Nasa'i)
وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبَغَوِيِّ : " أَنَّهَا كَانَتْ لِرَجُلٍ مِنْ بَنِي غِفَارٍ عَيْنٌ يُقَالُ لَهَا رُوْمَةُ ، وَكَانَ يَبِيْعُ مِنْهَا الْقِرْبَةَ بِمُدٍّ ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَبِيْعُنِيْهَا بِعَيْنٍ فِي الْجَنَّةِ ؟ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهَ ، لَيْسَ لِيْ وَلاَ لِعِيَالِيْ غَيْرُهَا . فَبَلَغَ ذَلِكَ عُثْمَانُ . فَاشْتَرَاهَا بِخَمْسَةٍ وَثَلاَثِيْنَ أَلْفِ دِرْهَمٍ . ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَتَجْعَلُ لِيْ مَا جَعَلْتَ لَهُ ؟ قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : قَدْ جَعَلْتُهَا لِلْمُسْلِمِيْنَ .
Sedangkan dalam riwayat Al Baghawiy disebutkan, "Bahwa sumur itu sebelumnya mata air milik salah seorang Bani Ghifar, nama mata air itu bernama Ruumah, pemiliknya biasa menjualnya satu mud se girbah. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, "kamu mau menjual kepadaku dengan ganti mata air yang ada di surga?" Lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, saya dan keluarga saya tidak memiliki harta selainnya?" Maka sampailah berita itu kepada Utsman, lalu Utsman membelinya seharga 35.000 dirham, lalu Utsman datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Apakah engkau akan menjadikan untukku sesuatu yang sebelumnya hendak engkau jadikan untuknya?" Beliau bersabda, "Ya." Utsman berkata, "Aku telah menjadikannya untuk kaum muslimin."
عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ، أَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّ سَعْدٍ مَاتَتْ، فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟، قَالَ: «الْمَاءُ» ، قَالَ: فَحَفَرَ بِئْرًا، وَقَالَ: هَذِهِ لِأُمِّ سَعْدٍ
Dari Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu sa'ad meninggal, lalu apa sedekah yang lebih utama (lebih besar pahalanya)?" Beliau menjawab, "Air." Maka Sa'ad menggali sumur dan berkata, "Ini untuk ibu Sa'ad." (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : "كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا، وَكَانَ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ، وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ المَسْجِدِ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ، فَلَمَّا نَزَلَتْ: {لَنْ تَنَالُوا البِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ} [سورة: آل عمران، آية رقم: 92] قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي كِتَابِهِ: {لَنْ تَنَالُوا البِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ} [سورة: آل عمران، آية رقم: 92] وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءَ، وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا، وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ، فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ، فَقَالَ: «بَخٍ، ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ، ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ، قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا، وَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الأَقْرَبِينَ» ، قَالَ: أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّهِ
Dari Anas radhiyallahu 'anhu ia berkata: Abu Thalhah adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya di Madinah, dan di antara harta yang paling dicintainya adalah Bairuhaa'[i]. Kebun itu menghadap ke masjid. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa memasukinya dan meminum airnya yang nikmat. Ketika turun ayat yang mulia ini:
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai." (Terj. QS. Ali Imran: 92)
maka Abu Thalhah pergi mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya:
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai." (Terj. QS. Ali Imran: 92)
dan sesungguhnya hartaku yang paling aku cintai adalah Bairuhaa, ia sekarang saya jadikan sebagai sedekah karena Allah, saya mengharapkan kebaikannya dan simpanannya di sisi Allah. Oleh karena itu, taruhlah wahai Rasulullah ke mana yang engkau kehendaki." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bakh[ii], itu adalah harta yang beruntung. Itu adalah harta yang beruntung. Aku telah mendengar yang kamu katakan, dan menurutku kamu jadikan untuk kerabat[iii]." Maka Abu Thalhah membagikan di antara kerabat-kerabatnya dan anak-anak pamannya.[iv] (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أَصَابَ عُمَرُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَصَبْتُ مَالًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ، فَمَا تَأْمُرُنِي، قَالَ: «إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا» ، فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهَا لَا يُبَاعُ أَصْلُهَا، وَلَا يُوهَبُ، وَلَا يُورَثُ، تَصَدَّقَ بِهَا فِي الفُقَرَاءِ، وَالقُرْبَى، وَالرِّقَابِ، وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَابْنِ السَّبِيلِ، وَالضَّيْفِ، لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالمَعْرُوفِ، أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقًا غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ فِيهِ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma ia berkata, "Umar pernah memperoleh tanah di Khaibar, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya dapatkan harta yang paling berharga bagiku daripadanya, lantas apa yang engkau perintahkan kepadaku?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, "Jika kamu mau, kamu bisa menahan asalnya dan kamu sedekahkan manfaatnya," maka Umar menyedekahkannya, dengan ketentuan tanah tersebut tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan, dan disedekahkan kepada kaum fakir, kerabat, budak, fii sabilillah, Ibnus Sabil dan tamu yang datang. Tidak ada salahnya bagi pengurusnya memakan daripadanya secara ma'ruf dan memberi orang lain makan selama tidak menjadikannya sebagai harta miliknya."
Tirmidzi berkata, "Prakteknya seperti hadits ini menurut ahli ilmu dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan selain mereka. Kami juga tidak mengetahui salah seorang dari kalangan mutaqaddimin (dahulu) yang berselisih tentang masalah ini. Hal itu merupakan waqaf pertama dalam Islam."
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنِ احْتَبَسَ فَرَسًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِيمَانًا بِاللَّهِ وَتَصْدِيقًا بِوَعْدِهِ، فَإِنَّ شِبَعَهُ وَرِيَّهُ وَرَوْثَهُ وَبَوْلَهُ فِي مِيزَانِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang menahan kuda di jalan Allah karena iman dan mengharap pahala, maka semakin kenyangnya binatang itu, kotoran dan air kencingnya merupakan beberapa kebaikan di timbangan-Nya pada hari kiamat." (HR. Ahmad dan Bukhari)
Dalam hadits Khalid bin Al Waliid disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَمَّا خَالِدٌ فَقَدِ احْتَبَسَ أَدْرَاعَهُ وَأَعْتَادَهُ  فِي سَبِيْلِ اللهِ
"Adapun Khalid, ia telah menahan baju besi dan peralatan perangnya di jalan Allah."
Bersambung…
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Fiqhul Muyassar Fii Dhau'il Kitab was Sunnah (beberapa ulama), Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Al Mulakhkhash Al Fiqhiy (Shalih Al Fauzan), Al Maktabatusy Syamilah, dll.



[i] Kebun kurma di samping masjid nabawi.
[ii] Kalimat takjub dan menunjukkan hebat.
[iii] Yakni kamu jadikan untuk kerabat, ini dalil adanya waqaf untuk keluarga.
[iv] Imam Syaukani berkata, "Dibolehkan bersedekah dari orang yang hidup ketika sakit yang bukan membawa kepada kematian melebihi sepertiga harta, hal itu karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bertanya lebih rinci kepada Abu Thalhah tentang jumlah sedekah yang dikeluarkannya.  Namun Beliau bertanya kepada Sa'ad bin Abi waqqash ketika sakit (yang membawa kepada kematiannya), "Dan sepertiga itu sudah banyak."

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger