بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah
Jum'at
Keutamaan
10 Pertama bulan Dzulhijjah
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
Khutbah I
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada
Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat,
terutama nikmat Islam, nikmat iman, nikmat hidayah, nikmat taufiq, nikmat sehat
wal afiyat dan nikmat-nikmat lainnya yang sama-sama kita rasakan yang semuanya
patut untuk kita syukuri.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.
Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun
kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah
yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Sebentar
lagi hari-hari kebaikan akan tiba, hari dimana amal saleh yang dikerjakan pada
hari-hari itu sangat dicintai Allah, bahkan melebihi jihad fii sabiilillah,
itulah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ
الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبُّ إِلىَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هَذِهِ
الْأَيَّامِ - يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ - قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلاَ
الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ "وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ
بِشَيْءٍ
“Tidak
ada hari dimana amal saleh pada hari itu lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla
daripada hari-hari ini –yakni sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah)- para
sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fii sabiilillah?” Beliau
menjawab, “Tidak juga jihad fii sabiilillah, kecuali orang yang keluar
(berjihad) dengan jiwa-raga dan hartanya, kemudian tidak bersisa lagi.” (Hr.
Bukhari)
Oleh
karena itu, seorang tabi’in yang bernama Sa’id bin Jubair jika memasuki sepuluh
hari pertama bulan Dzulhijjah bersungguh-sungguh sekali dalam beribadah, sampai
hampir tidak ada seorang yang mampu beribadah sepertinya di zamannya.
Jika
kita memperhatikan hadits di atas, maka kita dapat mengambil beberapa
kesimpulan:
Þ Hari-hari
di dunia yang paling utama adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Þ Amal
saleh yang dikerjakan pada hari itu dilipatgandakan pahalanya.
Þ Allah
mencintai amal saleh yang dikerjakan di hari-hari itu.
Tentu
hal ini membuat seorang muslim berupaya untuk memanfaatkan hari-hari tersebut
dengan ketaatan dan ibadah.
Dalil
lain yang menunjukkan keutamaan 10 pertama bulan Dzulhjjah adalah bahwa Allah sampai
bersumpah dengan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dalam Al Qur’an, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
“Demi
waktu fajar—Dan malam yang sepuluh.” (Qs. Al Fajr: 1-2)
Banyak
para mufassir yang menafsirkan ‘malam yang sepuluh’ di ayat ini dengan sepuluh
malam yang pertama bulan Dzulhijjah. Di antaranya adalah Ibnu Abbas, Ibnuz
Zubair, Ikrimah, Mujahid dan lain-lain. Pendapat ini dipilih pula oleh Ibnu
Jarir Ath Thabariy dan Ibnu Katsir dalam kedua tafsir mereka (lihat Zaadul
Masiir karya Ibnul Jauzi 9/103).
Dalam
surat Al Hajj, Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga berfirman,
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ
الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya
mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka menyebut nama
Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan
(sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (Qs.
Al Hajj: 28)
Sebagian
ulama ada yang berpendapat bahwa “hari-hari yang telah ditentukan” adalah
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, di antara merera adalah Abu Hanifah,
Syafi’i dan Ahmad berdasarkan riwayat yang masyhur darinya.
Hari apa yang paling utama di antara sepuluh hari ini?
Di
antara sepuluh hari ini yang paling utama adalah adalah hari haji akbar yaitu
hari nahr (10 Dzulhijjah), berdasarkan hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُرْطٍ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ
عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ *
(ابوداود)
Dari
Abdullah bin Qurth dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Tabaaraka wa Ta’aala adalah
hari nahar, lalu hari qar (setelah hari nahar).” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan
oleh Hakim dan Syaikh Al Albani)
Lalu
mana yang lebih utama antara 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dengan 10 hari
terakhir bulan Ramadhan?” Ibnul Qayyim rahimahullah menjawab,
"Malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan lebih utama daripada malam 10 hari
pertama bulan Dzulhijjah, sedangkan siang hari 10 pertama bulan Dzulhijjah
lebih utama dari siang hari sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dengan perincian
ini kesamaran akan hilang. Yang menunjukkan demikian juga adalah karena malam
10 terakhir bulan Ramadhan memiliki kelebihan dengan lailatul qadrnya, dimana
hal itu terjadi di malam hari, sedangkan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah
memiliki kelebihan di siang harinya, karena terdapat hari nahr, hari 'Arafah
dan hari tarwiyah (8 Dzulhijjah)."
Di
antara amal saleh yang disyariatkan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah
Setelah
kita mengetahui keutamaan beramal saleh di sepuluh hari ini, maka berikut ini
di antara amal-amal saleh yang disyariatkan pada hari-hari tersebut:
1.
Melaksanakan ibadah Haji dan Umrah.
Haji
dan Umrah termasuk amalan yang sangat utama yang balasannya adalah surga.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
وَالْحَجُّ
الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ اِلاَّ الْجَنَّةُ
“Dan
hajji mabrur, tidak ada balasan untuknya selain surga.” (HR. Muslim)
Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ
فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Barang
siapa yang berhajji dengan tidak berkata kotor dan tidak berbuat kefasikan,
maka ia akan kembali seperti hari ketika dilahirkan ibunya.” (HR.
Bukhari-Muslim)
2.
Memperbanyak shalat sunah setelah
mengerjakan yang fardhunya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكَ
بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلَّا
رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Hendaknya
kamu memperbanyak sujud (yakni dengan banyak melakukan shalat sunah) karena
Allah, karena tidaklah kamu bersujud kepada Allah sekali saja, kecuali Allah
akan mengangkat derajatmu karenanya dan menggugurkan dosamu karenanya.” (Hr.
Muslim)
Demikian
juga hendaknya seseorang menjaga shalat fardhu yang lima waktu dengan
berjamaah, karena besarnya pahala pada shalat berjamaah. Apalagi bertepatan
dengan hari-hari yang utama (10 hari pertama bulan Dzulhijjah).
3.
Berpuasa selama sembilan harinya (yakni
dari tanggal 1-9), terutama hari ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah).
Berdasarkan
hadits yang tsabit (sah) dalam riwayat Ahmad dan Nasa’i dari Hafshah
radhiyallahu 'anha sebagai berikut:
أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِي
الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
“Bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
biasa berpuasa sembilan hari bulan Dzulhijjjah, hari ‘Asyura (10 Muharram)
serta tiga hari dalam setiap bulan.” (Dishahihkan oleh Al Albani).
Imam
Nawawiy menjelaskan bahwa puasa tersebut sangat dianjurkan sekali.
Bahkan
ini adalah pendapat jumhur ulama tanpa ada perselisihan lagi, dan mereka
sepakat tentang keutamaannya (lih. Haasyiyah Ar Raudhil Murabba’ 3/452)
Lebih
ditekankan lagi pada tanggal sembilannya (yakni hari ‘Arafah) bagi yang tidak
berada di ‘Arafah. Tentang keutamaannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ
عَرَفَةَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“Berpuasa
pada hari ‘Arafah dapat menghapuskan dosa di tahun yang lalu dan setelahnya.”
(HR. Muslim)
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ
اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَرَ أَوْ أَرَادَ شُكُوْرًا،
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، فَمَا أَعْظَمَهُ
رَباًّ وَمَلِكًا قَدِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الَّذِي أَرْسَلَهُ إِلَى جَمِيْعِ الثَّقَلَيْنِ بَشِيْراً وَنَذِيْرًا وَدَاعِيًا
إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى محمد وَعلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ:
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Amalan lainnya yang disyariatkan pada sepuluh
pertama bulan Dzulhijjah adakah:
4.
Bertakbir dan berdzikr pada hari-hari
tersebut.
Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta'aala, “Dan agar mereka menyebut nama Allah
pada hari-hari yang telah ditentukan.”(Qs. Al Hajj: 28)
Imam
Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut sambil mengumandangkan takbir,
lalu orang-orang mengikuti takbirnya. Riwayat ini juga disebutkan oleh Abu
Bakar Al Marwaziy dalam Al Iedain.
Tsabit
bin Aslam Al Banani (salah seorang murid Anas bin Malik) berkata, “Dahulu
orang-orang (para sahabat) bertakbir pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
hingga Al Hajjaj (seorang pemimpin yang zalim) melarang mereka. Namun keadaan
di Mekkah tetap seperti itu sampai sekarang; orang-orang bertakbir pada sepuluh
hari itu di pasar-pasar.” (Isnadnya shahih, diriwayatkan oleh Al Fakihiy dalam Akhbar
Makkah 2/372).
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, bahwa
takbir ada dua macam, yaitu: takbir mutlak (kapan saja) dan takbir muqayyad
(terikat). Takbir mutlak dimulai dari awal bulan Dzulhijjah dan dibaca pada
setiap waktu, sedangkan takbir muqayyad dimulai dari Subuh hari Arafah sampai
tenggelam matahari akhir hari tasyriq di samping dibaca pula secara mutlak.
Oleh karena itu, jika seseorang selesai salam dari shalat fardhu, lalu
beristighfar 3 kali dan mengucapkan “Allahumma antsas salam wa minkassalam
tabaarakta yaa dzal jalaali wal Ikram, “ maka ia mulai bertakbir.
(Diringkas dari Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin)
Syaikh Abdul
Aziz bin Baz rahimahullah berkata, "Adapun takbir muqayyad,
maka dimulai dari Subuh hari Arafah sampai tenggelamnya matahari hari tasyriq
yang terakhir di samping tetap dilakukan takbir mutlak. Oleh karena itu, ketika
seseorang selesai shalat fardhu, beristighfar tiga kali dan mengucapkan
'Allahumma antas Salam wa minkas salam Tabarakta yaa Dzal Jalali wal ikram',
maka ia mulai bertakbir. Namun hal ini untuk selain jamaah haji. Adapun orang
yang haji, maka ia memulai bertakbir
muqayyad dari seusai shalat Zhuhur hari Nahar (10 Dzulhijjah)." (Majmu
Fatawa 13/17)
Lafaz takbirnya adalah:
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ
اَكْبَرُ لَاِالهَ اِلَّا اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ
اْلحَمْدُ
"Allah
Mahabesar 2X, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah
Mahabesar, milik-Nyalah segala puji."
Adapun
dalil takbir muqayyad adalah bahwa Imam
Ahmad pernah ditanya, “Berdasarkan hadits apa anda berpendapat bahwa takbir
diucapkan setelah shalat Subuh hari ‘Arafah sampai akhir hari tasyriq?” Ia
menjawab, “Berdasarkan ijma’; yaitu dari Umar, Ali, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud
radhiyallahu 'anhum.”
Dianjurkan juga menjaharkan suara takbirnya
ketika di pasar, rumah, jalan-jalan dsb. Sunnahnya adalah masing-masing orang
bertakbir sendiri-sendiri (tidak dipimpin), dan hal ini berlaku pada semua
dzikr dan doa, kecuali karena tidak hapal sehingga ia harus belajar dengan
mengikuti orang lain.
5.
Berkurban pada hari nahar (10
Dzulhijjah) atau pada hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) jika tidak
sempat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ
سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barang
siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak berkurban, maka janganlah
sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan shalat ‘Ied).” (Hr. Ibnu
Majah dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6490)
Sebagian
ulama berpendapat wajibnya berkurban bagi yang mampu berdasarkan hadits ini.
6.
Banyak beramal saleh.
Dianjurkan memperbanyak amal saleh
lainnya seperti shalat sunnah, sedekah, membaca Al Qur'an, birrul waalidain
(berbakti kepada kedua orang tua), silaturrahim, dsb.
Demikian juga memenuhi kebutuhan kaum
muslimin, menghibur orang yang tertimpa musibah di kalangan mereka serta
membantu mereka.
7.
Bertobat dari dosa dan maksiat serta
menjauhi larangan Allah.
Dengan
bertobat seseorang akan mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah serta
mendapatkan rezeki dan keberkahan dari-Nya.
Sedangkan
tentang kewajiban menjauhi larangan Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
«
إِنَّ اللَّهَ يَغَارُ وَإِنَّ الْمُؤْمِنَ يَغَارُ وَغَيْرَةُ اللَّهِ أَنْ
يَأْتِىَ الْمُؤْمِنُ مَا حَرَّمَ عَلَيْهِ » .
“Sesungguhnya
Allah cemburu, orang mukmin pun cemburu, dan kecemburuan Allah adalah apabila
seorang mukmin mengerjakan larangan-Nya.” (HR. Muslim)
8.
Melaksanakan shalat Idul Adh-ha.
Hukum shalat 'ied menurut pendapat yang
rajih adalah fardhu ‘ain karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa
mengerjakannya, bahkan menyuruh para sahabat untuk mendatanginya sampai-sampai
menyuruh semua wanita keluar baik yang gadis, yang dipingit maupun yang haidh,
hanyasaja bagi wanita yang haidh
diperintahkan menyingkir dari tempat shalat (sebagaimana dalam hadits riwayat
Bukhari). Di samping itu, shalat Jum’at sampai bisa menjadi gugur jika
bertepatan dengan hari raya.
Kita
meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya
dan memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ،
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
عِبَادَ اللهِ: إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ
عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
0 komentar:
Posting Komentar