Khutbah Idul Fitri 1444 H : Setelah Ramadhan Berlalu

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Idul Fitri 1444 H

Setelah Ramadhan Berlalu

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :  

Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Pertama-tama, marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Azza wa Jalla atas nikmat-nikmat-Nya yang telah Dia berikan kepada kita, terutama adalah nikmat beragama Islam, yang merupakan agama yang hak dan sebagai jalan hidup yang lurus yang membawa kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula atas nikmat taufiq, yakni bantuan dan pertolongan-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menjalankan ajaran-ajaran Islam seperti di bulan Ramadhan kemarin dengan berpuasa, shalat tarawih, membaca Al Qur’an, bersedekah dan lain-lain, walaa haula walaa quwwata illaa billah.

Semoga Allah menerima amal ibadah yang kita lakukan selama di bulan Ramadhan, Aamin Yaa Rabbal ‘aalamiin.

Shalawat dan salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang telah mengeluarkan manusia –dengan izin Allah- dari berbagai kegelapan kepada cahaya; dari gelapnya kebodohan kepada cahaya ilmu, dari gelapnya kemusyrikan kepada cahaya tauhid, dari gelapnya kekafiran kepada cahaya iman, dan dari gelapnya kemaksiatan kepada cahaya ketaatan.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Puasa yang Allah Azza wa Jalla syariatkan kepada kita tujuannya adalah agar kita menjadi insan yang bertakwa. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al Baqarah: 183)

Dalam ibadah puasa itulah kita dididik oleh Allah Azza wa Jalla untuk terbiasa melaksanakan perintah-Nya, terbiasa menjauhi larangan-Nya, dan terbiasa menahan nafsu yang keadaannya sering mendorong seseorang kepada perbuatan maksiat sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla ketika menceritakan ucapan Nabi Yusuf alaihis salam,

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Yusuf: 53)

Oleh karenanya, seorang yang berpuasa memiliki pengendalian diri, tidak mudah memperturutkan hawa nafsunya lagi, sehingga keadaannya menjadi dekat dengan ketakwaan dan siap menjadi orang-orang yang bertakwa.

Di samping itu, dalam puasa seseorang merasakan penderitaan lapar dan haus, sehingga ia pun merasakan beban yang dialami saudara-saudaranya yang fakir dan miskin, yang membuatnya memiliki kepekaan dan kepedulian, sehingga ia tidak bakhil untuk bersedekah dan membantu mereka. Bukankah ini bagian dari ketakwaan?

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Oleh karena yang diinginkan Allah dari hamba-hamba-Nya setelah menjalankan puasa adalah menjadi manusia yang bertakwa, maka tidak sepatutnya bagi kita setelah menjalankan ibadah puasa kita kembali kepada kebiasaan yang dahulu berupa mengerjakan kemaksiatan, seperti meninggalkan shalat, enggan melaksanakannya dengan berjamaah, durhaka kepada orang tua, memutuskan tali silaturrahim, bermusuhan, menyakiti tetangga, tidak menjaga lisannya dari dusta, ghibah (membicarakan orang lain), namimah (mengadu domba), memfitnah, dan menghina orang lain, melepas jilbab bagi wanita atau mengumbar aurat, dan melakukan maksiat lainnya, wal ‘iyadz billah.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Sesungguhnya tanda diterimanya ibadah dari seorang hamba adalah ketika hamba tersebut diberi taufik oleh Allah untuk mengerjakan ibadah-ibadah lainnya, mengerjakan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi maksiat. Maka perhatikanlah dirimu, apakah selanjutnya engkau berada di atas ketaatan atau berada di atas kemaksiatan?

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." (Terj. QS. At Tahrim: 6)

Ayat yang mulia ini menunjukkan, bahwa di samping kita memperhatikan diri kita, hendaknya kita memperhatikan pula keluarga kita; anak dan istri kita; apakah mereka berada di atas ketakwaan atau di atas kemaksiatan. Tidakkah Anda kasihan jika keluarga Anda di neraka karena kemaksiatan yang mereka lakukan? Oleh karena itu, jika Anda memang sayang kepada mereka, maka jangan biarkan mereka (anak dan istri anda) bergelimang di atas kemaksiatan; di atas meninggalkan shalat, memamerkan aurat, memutuskan tali silaturrahim, berkata kotor, dan berbuat buruk lainnya.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Berpuasa di bulan Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai ibadah juga dimaksudkan agar setelah Ramadhan berlalu, kita menjadi terbiasa mengisi hidup dengan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, dimana untuk tujuan inilah manusia diciptakan, yaitu untuk menyembah hanya kepada Allah saja dan mengisi hidup di dunia dengan beribadah, sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Adz Dzaariyat: 56)

Hendaknya kita ketahui, bahwa perintah beribadah ini, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi terus diperintahkan di setiap hari, di setiap bulan, di setiap tahun, hingga ajal menjemput. Allah Ta'ala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (QS. Al Hijr: 99)

Ibadah adalah amanah yang diembankan kepada manusia, yang nantinya setelah mereka menjalankannya, maka Allah akan membalas mereka dengan balasan yang besar, yaitu masuk ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Penghuninya akan kekal dan tidak akan mati, akan senang dan tidak akan sedih, akan bahagia dan tidak akan sengsara, akan sehat dan tidak akan sakit, akan muda terus dan tidak akan tua, dan apa yang diinginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja keras dan bersusah payah. Sebaliknya, barang siapa yang meninggalkan ibadah (menyembah selain Allah dan enggan mengisi hidupnya dengan beribadah, minimal yang wajib) dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka nerakalah tempatnya, wal 'iyadz billah. Allah Azza wa Jalla berfirman,

فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39)

“Adapun orang yang melampaui batas,--Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,--Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).” (Qs. An Naazi’at: 37-39)

Saudaraku, surga yang penuh dengan kenikmatan itu adalah mahal. Penghuninya akan kekal dan tidak akan mati, akan senang dan tidak akan sedih, akan bahagia dan tidak akan sengsara, akan sehat dan tidak akan sakit, akan muda terus dan tidak akan tua, dan apa yang diinginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja dan berusaha. Namun, apakah kenikmatan ini diberikan kepada orang-orang yang malas beribadah atau enggan melakukannya; ketika ada seruan yang memanggilnya untuk beribadah (seperti seruan untuk shalat), lalu ia tidak mau menyambutnya, bahkan memilih bersenang-senang dengan dunia dan berleha-leha.

Fikirkanlah wahai saudaraku, untuk memperoleh dunia saja, seperti harta, kekayaan, rumah, kendaraan, dan semisalnya seseorang tidak mungkin memperolehnya dengan santai, tiduran, dan bermalas-malasan. Akankah kesenangan itu diperoleh dengan bermalas-malasan, tidur, dan bersantai sambil menunggu rezeki turun dari langit? Tidak wahai saudaraku, ini semua harus dikejar dengan berusaha dan bekerja. Lalu bagaimana dengan kenikmatan surga, akankan diperoleh dengan bermalas-malasan? Ini pun sama, engkau harus mengejarnya dengan beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, menyambut seruan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak cukup hanya keinginan di hati dan ucapan di lisan.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Setelah kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan kita mengagungkan-Nya, Dia berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Oleh karena itu, sebagian ulama berpendapat bahwa takbiran tersebut dimulai dari malam hari tanggal satu Syawwal hingga shalat Ied ditunaikan berdasarkan ayat ini. Namun mayoritas para ulama berpendapat, bahwa takbir pada 'Idul Fitri dimulai dari keluarnya menuju tempat shalat hingga ditunaikan shalat 'Idul Fithri. Ini adalah untuk Idul Fitri, sedangkan untuk Idul Ah-ha takbiran dimulai dari Subuh hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dan tetap terus bertakbir hingga Ashar akhir hari tasyriq.

Adapun bacaan takbirnya di antaranya:

اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَاِالهَ اِلَّا اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ اْلحَمْدُ

Artinya: Allah Mahabesar. Allah Mahabesar. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Allah Mahabesar. Allah Mahabesar. Dan segala puji untuk Allah.  (Ini adalah takbir Ibnu Mas’ud. dan tidak mengapa ucapan takbirnya 3 kali).

Dalam membaca takbir ini, dianjurkan dikeraskan sebagai syi’ar Islam, namun tidak dengan alat musik. Imam Daruquthni meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu Umar berangkat pada hari Idul Fithri dan Idul Adh-ha dengan mengeraskan takbirnya, sampai tiba di lapangan, ia pun tetap terus bertakbir sampai imam datang.

Adapun wanita, maka cukup dengan mensirr(pelan)kan suaranya ketika bertakbir.

Dan dianjurkan berangkat menuju lapangan shalat Ied menempuh jalan yang berbeda dengan pulangnya, serta dianjurkan pula dengan berjalan kaki. Ini semua merupakan syi’ar Islam di hari raya.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Di sini khatib juga ingin mengingatkan beberapa kekeliruan yang sering terjadi di hari raya, di antaranya:

1.   Menganggap bahwa ‘Ied hanyalah sekedar adat kemasyarakatan biasa, bukan merupakan ibadah. Padahal ‘Ied memiliki sunnah-sunnah, syi’ar, dampak dan harapan.

2.   Meremehkan shalat ‘Ied, sehingga sampai tidak melaksanakannya.

3.   Kurangnya perhatian kaum wanita untuk ikut serta keluar rumah memeriahkan ‘Ied.

Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar kaum wanita keluar, baik yang gadis, yang dipingit maupun yang sedang haidh, bahkan wanita yang tidak memiliki jilbab disarankan agar dipinjamkan jilbab untuk keluar memeriahkan ‘Ied.

4.   Tidak mempraktekkan adab-adab di hari raya.

5.   Lebih menonjolkan penampilan daripada memperhatikan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal yang dilihat Allah adalah hati dan amal kita (berdasarkan hadits riwayat Muslim).

Alangkah indahnya jika berkumpul dua keindahan; keindahan batin dan keindahan lahir. Keindahan lahir adalah dengan mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berhias dan berpakaian, misalnya dengan tidak mencukur janggut bagi laki-laki, tidak mengenakan celana atau sarung melewati mata kaki (isbal), tidak memakai cincin emas bagi laki-laki, tidak mencukur rambut dengan model qaza’ (dicukur sebagian rambut dan dibiarkan sebagian lagi) dsb.

Bagi wanita dengan tidak melepas jilbab, dan dengan memperhatikan syarat-syaratnya, juga tidak memakai pakaian yang tipis, ketat, membentuk lekuk tubuh dan tembus pandang serta tidak diberi wewangian.

6.   Bergadang di malam hari raya dengan asyik menonton sinetron atau melakukan permainan-permainan yang melalaikan seperti kartu remi, domino, catur, dsb.

7.   Memberikan uang kepada anak untuk membeli mercon (petasan), yang sama sekali tidak bermanfaat bahkan membahayakan dan mengganggu orang lain.

8.   Kembali lagi meremehkan ibadah, seperti meninggalkan shalat berjamaah, membaca Al Qur’an, dsb. Padahal tanda diterimanya amal kebaikan adalah apabila orang tersebut dapat melakukan amal saleh selanjutnya.

9.   Berjabat tangan antara pria dan wanita, berikhthilat (bercampur baur pria-wanita) dan berkhalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahramnya).

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat, sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal," (Terj. Qs. Ali Imran: 190)

Ya, pada penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah, ilmu-Nya yang sempurna, hikmah-Nya yang dalam, dan rahmat-Nya yang luas.

Allah Ta'ala menjadikan malam dan siang sebagai kesempatan beramal, tahapan menuju ajal, ketika tahapan yang satu lewat, maka akan diiringi oleh tahapan selanjutnya. Siapa saja di antara mereka yang tidak sempat memperbanyak amal di malam harinya, ia bisa mengejar di siang hari. Ketika tidak sempat di siang hari, ia bisa mengejar di malam hari,

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا

"Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Qs. Al Furqan: 62)

Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang mukmin mengambil pelajaran dari pergantian malam dan siang, karena malam dan siang membuat sesuatu yang baru menjadi bekas, mendekatkan hal yang sebelumnya jauh, memendekkan umur, membuat muda anak-anak, membuat binasa orang-orang yang tua, dan tidaklah hari berlalu kecuali membuat seseorang jauh dari dunia dan dekat dengan akhirat. Orang yang berbahagia adalah orang yang menghisab dirinya, memikirkan umurnya yang telah dihabiskan, ia pun memanfaatkan waktunya untuk hal yang memberinya manfaat baik di dunia maupun di akhiratnya. Jika dirinya kurang memenuhi kewajiban, ia pun bertobat dan berusaha menutupinya dengan amalan sunah. Jika dirinya berbuat zalim dengan mengerjakan larangan, ia pun berhenti sebelum ajal menjemput, dan barang siapa yang dianugerahi istiqamah oleh Allah Ta'ala, maka hendaknya ia memuji Allah serta meminta keteguhan kepada-Nya hingga akhir hayat.

Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, Allahumma aamiin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Marwan Hadidi, M.PdI

Telegram: wawasan_muslim

Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.com

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger