بسم
الله الرحمن الرحيم
Ringkasan Musthalah Hadits (5)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan
ringkasan Musthalah Hadits merujuk kepada kitab At Ta’liqaat Al
Atsariyyah ‘alal Manzhuumah Al Baiquuniyyah oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali
Abdul Hamid dan lain-lain, semoga Allah
menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Hadits
Mudraj
Hadits Mudraj adalah hadits yang diketahui bahwa dalam sanadnya
atau matannya ada tambahan atau selipan yang bukan bagian darinya, tetapi
merupakan tambahan dari salah satu rawi tanpa diterangkan tentang tambahan itu.
Catatan:
Sebab adanya idraj (selipan) dalam hadits ada dua:
1. Maksudnya menafsirkan kalimat yang asing, atau menerangkan yang
masih musykil (samar), atau menerangkan yang masih mujmal, atau berdalih dengan
matan hadits terhadap suatu hukum syar’i yang disebutkannya.
2. Maksudnya menyembunyikan, menjadikan salah, atau menjadikannya
asing.
Telah disusun beberapa karya untuk menerangkan hadits mudraj,
namun belum ada yang dicetak selain Al Madraj karya As Suyuthi dan At Tashil karya Ibnush Shiddiq.
Contoh idraj dalam sanad adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Tirmidzi[i]
dari jalan Ibnu Mahdiy dari Ats Tsauriy dari Washil Al Ahdab, Manshur dan Al
Amasy dari Abu Wa’il dari Amr bin Syurahbil dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata,
“Aku berkata, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar?” Beliau menjawab, “Yaitu
kamu adakan tandingan bagi Allah, padahal Dia telah menciptakanmu…dst.”
Washil tidak menyebutkan ‘Amr bin Syurahbil dalam riwayatnya, ia
hanya meriwayatkan dari Abu Wa’il dari Ibnu Mas’ud secara langsung[ii].
Oleh karena itu, disebutkan ‘Amr bin Syurahbil merupakan idraj (selipan)
terhadap riwayat Manshur dan Al A’masy.
Sedangkan contoh mudraj pada matan adalah hadits Abu Hurairah
secara marfu’[iii],
“Untuk budak yang dimiliki ada dua pahala. Demi Allah yang diriku di
Tangan-Nya. Seandainya tidak ada jihad fii sabilillah, haji dan berbakti kepada
ibuku, tentu aku ingin mati dalam keadaan sebagai budak.”
Kata-kata, “Demi Allah yang diriku di Tangan-Nya…dst.” adalah
ucapan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu[iv],
karena mustahil perkataan itu muncul dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, karena Beliau tidak mungkin berharap menjadi budak, dan lagi ibunya
tidak ada sehingga tidak dapat berbakti[v].
Aqran
dan Mudabbaj
Aqran adalah para perawi yang yang berdekatan usia atau isnadnya.
Mudabbaj adalah dua orang rawi yang berdekatan usia atau isnadnya
yang meriwayatkan, dimana masing-masingnya meriwayatkan dari yang lain (saling
meriwayatkan).
Contoh:
1. Di kalangan sahabat,
yaitu riwayat Aisyah dari Abu Hurairah, dan riwayat Abu Hurairah dari Aisyah
radhiyallahu 'anha.
2. Di kalangan tabi’in,
yaitu riwayat Az Zuhriy dari Umar bin Abdul ‘Aziz, dan riwayat Umar bin Abdul
‘Aziz dari Az Zuhriy.
3. Di kalangan Atbaa’uttaabi’in,
yaitu riwayat Malik dari Al Auza’iy, dan riwayat Al Auzaa’iy dari Malik.
Faedah:
Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Fat-h (1/510) berkata
mengomentari hadits Bukhari no. 9 dari jalan Sulaiman bin Hilal dari Abdullah
bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, “Iman itu itu ada tujuh puluh cabang lebih…dst.”:
“Di dalam isnad yang disebutkan terdapat riwayat Aqran, yaitu
Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih, karena keduanya adalah tabi’in, dan jika
ditemukan riwayat Abu Shalih darinya, maka termasuk Mudabbaj.”
Muttafiq
dan Muftariq
Muttafiq (sepakat) dan Muftariq (berbeda) adalah samanya nama-nama
perawi dan nama bapak-bapak mereka baik tulisan maupun lafaznya, namun berbeda
orangnya.
Ada sejumlah Ahli Ilmu yang menyusun tentang masalah ini, di
antara mereka adalah Al Khatib Al Baghdadi, namun bukunya belum dicetak.
Contoh:
1. Al Khalil bin Ahmad: Ada enam
orang yang ikut serta dalam nama ini, pertama adalah guru Sibawaih.
2. Ahmad bin Ja’far bin Hamdan: Ada
empat orang yang bernama ini dalam satu masa.
Mu’talif
dan Mukhtalif
Mu’talif dan Mukhtalif adalah sama nama atau gelar atau kunyah
(panggilan) atau nasab dalam tulisannya, namun berbeda di lafaznya, baik sumber
ikhtilaf di lafaznya adalah titik maupun syakal(harakat)nya.
Contoh:
1. سلام dan سلام : yang pertama ditakhfifkan (tidak ditasydid) lamnya,
sehingga dibaca “Salaam”, sedangkan yang kedua ditasydidkan lamnya, sehingga
dibaca “Sallam.”
2. الثوري dan التوزي
: yang pertama dengan tsa’ dan raa’, sehingga dibaca “Ats Tsauriy”, sedangkan
yang kedua dengan taa’ dan zay, sehingga dibaca “At Tauziy.”
Hadits
Munkar
Hadits Munkar menurut sebagian Ahli Musthalah adalah hadits yang
diriwayatkan sendiri oleh orang yang banyak salahnya, atau banyak lengahnya
atau jelas kefasikannya selain dusta.” Hal ini menurut mereka yang tidak mensyaratkan terhadap hadits munkar
menyelisihi riwayat orang-orang yang tsiqah.
Tetapi pendapat yang dipegang di kalangan
ahli hadits, terutama Ahli Hadits di kalangan mutaakhirin, bahwa maksud hadits
munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lemah yang
menyelisihi orang-orang yang tsiqah.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari
jalan Hubayyib bin Habib –yaitu saudara Hamzah bin Habib Az Zayyat Al Muqri’-
dari Abu Ishaq dari Al ‘Aizaar bin Huraits dari Ibnu Abbas dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Barang siapa yang
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji, berpuasa, dan menjamu tamu, maka
ia akan masuk surga…dst.”
Hadits ini adalah hadits munkar seperti yang dihukumi oleh Abu
Hatim, karena selain Hubayyib yang terdiri dari orang-orang yang tsiqah
meriwayatkan dari Abu Ishaq secara mauquf (tidak sampai kepada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam), dan itulah yang ma’ruf.
Matruk
Matruk adalah hadits yang diriwayatkan sendiri oleh orang yang
dha’if (lemah), dimana sebab kelemahannya adalah karena tertuduh dusta dalam
haditsnya, atau banyak kesalahan, atau sangat lemah.
Contohnya adalah hadits ‘Amr bin Syimr Al Ju’fiy Al Kufiy Asy
Syii’iy dari Jabir dari Abut Thufail dari Ali dan ‘Ammar; keduanya berkata, “Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan qunut di waktu fajar, bertakbir pada
hari ‘Arafah dari (setelah) shalat Subuh dan memutuskan (takbir) setelah shalat
Ashar pada akhir hari tasyriq.” (Nasa’i, Daruquthni dan selainnya berkata
tentang ‘Amr bin Syimr, “Matruk haditsnya.”)
Hadits
Maudhu’ (Palsu)
Hadits Maudhu’ adalah hadits yang di dalamnya terdapat dusta atas
nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik sengaja atau tidak.
Sebagian Ahli Mushthalah membedakan antara dusta yang terjadi
dengan sengaja dengan yang tidak disengaja. Jika disengaja disebut Hadits Maudhu’,
sedangkan jika tidak disengaja, maka disebut Hadits Bathil.
Contohnya adalah hadits yang dibuat untuk membela madzhab, seperti
hadits, “Siraaju ummati Abu Hanifah.” (artinya: Pelita umatku adalah Abu
Hanifah) yang dibuat oleh orang yang fanatik terhadap madzhab Hanafi. Demikian
pula hadits, ‘Ali khairul basyar, man syakka fiihi kafar…dst.” (artinya:
Ali adalah sebaik-baik manusia. Siapa saja yang meragukannya kafir) yang dibuat
oleh sebagian kaum Rafidhah.
Dan ada lagi hadits-hadits yang maudhu’ yang dibuat karena
beberapa sebab yang sudah dikenal oleh ulama, lihat sebab-sebabnya dalam kitab Al
Wadh’ fil Hadits oleh Dr. Umar Fallatah.
Faedah:
Di antara kaedah umum untuk mengetahui suatu hadits sebagai hadits
maudhu’ adalah:
1. Hadits tersebut ucapannya tidak
mirip dengan ucapan para nabi.
2. Hadits tersebut isinya batil.
Ketika isinya batil sudah dapat diketahui bahwa ia bukanlah ucapan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam.
3. Hadits tersebut menyelisihi
ketegasan Al Qur’an.
4. Hadits tersebut jelek dan
dijadikan bahan olok-olokan.
Dan lain-lain.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, At Ta’liqaat Al Atsariyyah ‘alal Manzhuumah Al
Baiquuniyyah (Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdul Hamid Al Atsari), Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (M.
Nashiruddin Al Albani), Musthalah Hadits Muyassar (Dr. Imad Ali
Jum’ah) dll.
[i] No. 3182. Demikian pula
diriwayatkan oleh Bukhari (7520) dari jalan Al A’masy, dan pada no. 6001 dari
jalan Manshur. Muslim (86/141 dan 142) juga meriwayatkan dari jalan Manshur dan
Al A’masy.
[ii] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam
Shahihnya (4761) –dan bandingkanlah dengan yang disebutkan dalam Tuhfatul
Asyraf (9311)-, Tirmidzi (3183), Nasa’i (4014) dari jalan Washil dari Abu
Wa’il dari Ibnu Mas’ud.
[iii] Imam Bukhari (2548) meriwayatkan
asalnya, dan Muslim (1665).
[iv] Sebagaimana dalam riwayat Ahmad
(2/330) dan Bukhari dalam Al Adabul Mufrad (32).
[v] Lihat Fat-hul Bari (5/176), Ash Shahiihah
(2/565) dan Tadriburraawi (1/227).
0 komentar:
Posting Komentar