Khutbah Idul Fitri di Tahun Corona (1441 H/2020 M)

بسم الله الرحمن الرحيم
بعد تسجيل إصابتين في السلطنة: أسئلة وأجوبة عن فيروس كورونا المستجد ...
Khutbah Idul Fitri di Tahun Corona (1441 H/2020 M)
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :  
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Bulan Ramadhan telah berlalu dan kita tidak tahu, apakah bulan itu akan kita jumpai lagi atau tidak? Orang yang malang adalah orang yang tidak memperoleh kebaikan dan keberkahan di bulan itu dan dosa-dosanya tidak diampuni. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
رَغمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Sungguh rugi seorang yang memasuki bulan Ramadhan kemudian bulan itu berlalu namun dosa-dosanya dalam keadaan belum diampuni.” (Hr. Tirmidzi, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
Kaum salaf terdahulu seusai Ramadhan berkata kepada sebagian yang lain, “Siapakah orang-orang yang malang di bulan ini? Orang yang malang adalah orang yang terhalang dari memperoleh kebaikan. Orang yang malang adalah orang yang terhalang dari istiqamah di atas ketaatan.”
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia memberikan kesempatan lagi kepada kita untuk dapat menjumpai kembali bulan Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai amalan saleh.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Ramadhan di tahun ini 1441 H atau 2020 M tampak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Di tahun ini, Allah memberikan cobaan kepada kita dengan virus kecil bernama Corona atau Covid 19.
Oleh karenanya, kita tidak dapat melakukan ibadah secara maksimal.
Akan tetapi, ketika seseorang memiliki niat yang baik dan memiliki kebiasaan beramal saleh lalu ada penghalang dari luar, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat ihsan.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam riwayatnya dari Rabbnya Yang Maha Suci dan Maha Tinggi,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ : فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَةَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ  ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut: barang siapa yang berniat melakukan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya sebagai satu kebaikan penuh. Jika dia berniat melakukannya kemudian dilaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan jika dia berniat melakukan keburukan kemudian tidak melaksanakannya maka dicatat baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat melakukan keburukan kemudian dia melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu keburukan. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا»
“Apabila seorang hamba sakit atau bersafar, maka akan dicatat pahala untuknya amal yang biasa dikerjakan pada saat mukim dan sehat.” (Hr. Bukhari)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Kita harus yakin bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini adalah atas kehendak Allah. Dia berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (Qs. At Taghabun: 11)
Demikian pula bahwa musibah yang menimpa ini disebabkan dosa-dosa kita. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Qs. Asy Syuuraa: 30)
Musibah itu sebagai peringatan dari-Nya dan agar kita kembali kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali.” (Qs. Al A’raaf: 168)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Kalau tidak karena cobaan dan musibah dunia, niscaya manusia terkena penyakit kesombongan, ujub (bangga diri) dan kerasnya hati. Padahal sifat-sifat ini merupakan kehancuran baginya di dunia maupun akhirat. Di antara rahmat Allah, kadang-kadang manusia tertimpa musibah yang menjadi pelindung baginya dari penyakit-penyakit hati dan menjaga kebersihan ibadahnya. Mahasuci Allah Yang merahmati manusia dengan musibah dan ujian."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Musibah yang diterima karena Allah semata, lebih baik bagimu daripada nikmat yang membuat lupa mengingat-Nya."
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Allah adalah Al Hakim (Mahabijaksana), Dia Mahabijaksana dalam firman-Nya, perbuatan-Nya, syariat yang Dia tetapkan dalam agama-Nya, dan takdir yang Dia tetapkan di alam semesta. Oleh karenanya, dalam musibah yang menimpa kita ada hikmah di dalamnya. Di antara hikmah yang dapat kita petik adalah:
Pertama, bantahan terhadap kaum Atheis yang mengingkari adanya tuhan, namun anehnya mereka percaya adanya virus ini meskipun tidak terlihat jelas kecuali dengan kaca pembesar seperti mikroskop karena ada bekas pengaruhnya, padahal adanya Allah Ta’ala lebih banyak lagi buktinya, seperti adanya mereka, langit, bumi, planet, bintang-bintang, dan tersusun rapihnya alam semesta ini, dst.
Kedua, kelemahan manusia dengan segala teknologi dan kecerdasannya, ternyata mereka tumbang oleh virus yang kecil ini. Oleh karenanya, mereka tidak pantas berlaku sombong dan menyatakan ‘tidak ada yang lebih hebat daripada kami’ seperti kaum Aad yang dibinasakan Allah Azza wa Jalla dan sekarang diikuti oleh rezim Komunis Cina.
Ketiga, kemahakuasaan Allah Azza wa Jalla, dimana dengan dikirimkan virus yang kecil ini ternyata dapat mengguncang dunia, membuat keadaan tidak stabil, ekonomi anjlok, dan lain-lain.
Keempat, menyadarkan manusia agar tidak berlebihan mengejar dunia sampai meninggalkan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Kelima, kebenaran Islam ketika mengharamkan mengkonsumsi makanan tertentu seperti babi, kucing, anjing, kelelawar, ular, tikus, hewan bertaring, dsb.
Keenam, bahayanya pergaulan bebas.
Ketujuh, semakin nyata kebenaran syariat Islam.
Kedelapan, pentingnya bersuci untuk menghilangkan hadats dan najis.
Kesembilan, pentingnya menutup aurat.
Dan lain-lain.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di antara prinsip Islam adalah mencegah lebih baik daripada mengobati yang disimpulkan dari banyak ayat dan hadits sehingga muncullah kaidah fiqih Dar’ul Mafasid muqaddam ‘ala jalbil Mashalih (menolak bahaya didahulukan daripada menarik maslahat). Maka syariat datang menerangkan berbagai bentuk pencegahan, baik dengan berdoa maupun dengan melakukan tindakan tertentu.
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ، فِي الْأَرْضِ، وَلَا فِي السَّمَاءِ، وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، لَمْ تُصِبْهُ فَجْأَةُ بَلَاءٍ، حَتَّى يُصْبِحَ، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ ثَلَاثُ مَرَّاتٍ، لَمْ تُصِبْهُ فَجْأَةُ بَلَاءٍ حَتَّى يُمْسِيَ
“Barang siapa yang mengucapkan “Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai’un fil ardhi walaa fis samaa wa huwas sami’ul aliim” (artinya: dengan nama Allah yang tidak ada sesuatu pun dapat membahayakan bersama nama-Nya baik di langit maupun di bumi, dan Dia Mahamendengar lagi Mahamengetahui) sebanyak tiga kali, maka dia tidak akan ditimpa musibah yang datang tiba-tiba sampai sore hari (dari pagi hari), dan barang siapa yang mengucapkannya di pagi hari sebanyak tiga kali, maka dia tidak akan ditimpa musibah yang datang tiba-tiba sampai sore hari.” (Hr. Abu Dawud no. 5088, dishahihkan oleh Al Albani)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan doa ini di pagi dan sore,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، وَاحْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta maaf dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku meminta maaf dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah aibku, tenangkanlah rasa takutku. Jagalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri, atas, dan bahaya tiba-tiba dari bawahku.” (Hr. Ibnu Majah dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
Al Bazzar meriwayatkan dalam Kasyful Astar dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melewati segolongan kaum yang mendapat bala musibah, maka Beliau bersabda,
أَمَا كَانَ هَؤُلاءِ يَسْأَلُونَ اللهَ الْعَافِيَةَ
“Apakah mereka tidak meminta afiyah (keselamatan) kepada Allah Azza wa Jalla?” (Dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 2197).
Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, bahwa Umar pernah keluar menuju Syam. Ketika sampai di daerah Sargh (kampung ke arah Syam dekat Hijaz) sampai berita kepadanya, bahwa telah tersebar wabah di Syam, kemudian Abdurrahman bin Auf  menyampaikan kepadanya, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ، فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا، فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ»
“Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah mendatanginya. Tetapi jika wabah itu menimpa sebuah tempat sedangkan kalian berada di sana, maka jangan keluar daripadanya karena hendak melarikan diri daripadanya.”
Maka Umar bin Khaththab pulang kembali dari daerah Sargh (Hr. Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«غَطُّوا الْإِنَاءَ، وَأَوْكُوا السِّقَاءَ، فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيهَا وَبَاءٌ، لَا يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ، أَوْ سِقَاءٍ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ، إِلَّا نَزَلَ فِيهِ مِنْ ذَلِكَ الْوَبَاءِ»
“Tutupilah wadah makanan dan rapatlah bejana minuman, karena dalam setahun ada suatu malam yang pada malam itu wabah turun, dimana tidaklah wabah itu melewati wadah atau bejana yang tidak ada tutupan atau tidak dirapatkan melainkan akan masuk ke dalamnya.” (Hr. Muslim)
Wabah adalah penyakit merata yang biasanya membawa kepada kematian.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Meskipun demikian, kalau pun musibah telah menimpa, Islam telah mengajarkan amalan dan tindakan yang dapat menghindarkan bala musibah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ مِنْ آيَاتِ اللهِ، وَإِنَّهُمَا لَا يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ، وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَكَبِّرُوا، وَادْعُوا اللهَ وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidaklah terjadi gerhana karena meninggalnya seseorang dan hidupnya seseorang. Apabila kalian melihatnya, maka bertakbirlah, berdoalah kepada Allah, shalat, dan bersedekahlah.” (Hr. Muslim)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ath Thayyibi berkata, “Mereka diperintahkan menghindarkan bala musibah dengan berdzikir, berdoa, shalat, dan sedekah.”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan ketika terjadi gerhana untuk shalat, memerdekakan budak, bersegera berdzikir kepada Allah Ta’ala, dan bersedekah. Ini semua dapat menolak sebab terjadinya musibah.”
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa amalan yang dapat menghindarkan musibah adalah:
Pertama, shalat dengan khusyu dan thumaninah.
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dalam hadits terdapat dalil bahwa barang siapa yang ditimpa perkara dahsyat seperti cobaan yang berat sepatutnya segera shalat.”
Kedua, beristighfar dan bertobat kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidak pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Qs. Al Anfaal: 33)
Ketiga, banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ
“Kenalilah Allah di waktu senggang, niscaya Allah akan mengenalimu di waktu susah.” (Hr. Ahmad, Thabrani, Abu Nu’aim, dan Hakim dari Ibnu Abbas, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 2961)
Keempat, bersedekah.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar pada saat Idul Adh-ha atau Idul Fitri, lalu Beliau mendatangi kaum wanita dan bersabda,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai kaum wanita! Bersedekahlah, karena aku diperlihatkan bahwa kalian adalah penghuni neraka paling banyak.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Al Hafizh Ibnu Hajar menerangkan, bahwa di antara faedah hadits ini adalah bahwa sedekah dapat menolak bala musibah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 
صَنَائِعُ الْمَعْرُوْفِ تَقِي مَصَارِعَ السُّوْءِ وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِي الْعُمُرِ
“Perbuatan baik kepada orang lain dapat menjaga dari kematian yang buruk, sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dapat memadamkan kemurkaan Allah, dan silaturrahim dapat memanjangkan umur.” (Hr. Thabrani  dari Abu Umamah, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3797)
Kelima, berdoa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُغْنِي حَذَرٌ مِنْ قَدَرٍ، وَالدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ، وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ، وَإِنَّ الْبَلَاءَ لَيَنْزِلُ فَيَتَلَقَّاهُ الدُّعَاءُ فَيَعْتَلِجَانِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Sikap hati-hati tidaklah berfaedah di hadapan takdir, dan doa bermanfaat terhadap musibah yang telah menimpa dan yang belum menimpa. Sesungguhnya musibah ketika turun lalu ditemui oleh doa, maka keduanya beradu (saling mengalahkan yang lain) sampai hari Kiamat.” (Hr.  Hakim, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 7739)
Demikianlah keadaan yang terjadi di antara langit dan bumi. Ketika musibah turun, lalu doa naik sehingga saling berhadapan, ketika ini ada tiga keadaan:
a.  Doa lebih kuat (karena terpenuhi syarat dikabulkan doa) daripada musibah, sehingga musibah itu kalah dan terangkat.
b.  Doa sama kuat dengan musibah, ketika inilah saling beradu sampai hari Kiamat seperti yang disebutkan dalam hadits di atas.
c.  Doa kalah kuat oleh musibah, ketika itulah musibah itu turun, namun doa meringankannya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Doa adalah obat paling bermanfaat. Dia adalah musuhnya bala musibah, menghindarkan dan mengatasinya, serta menolak turunnya musibah.”
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Saudaraku, meskipun bulan Ramadhan telah berlalu, namun kesempatan meraih pahala yang banyak masih ada, di antaranya adalah dengan melanjutkan berpuasa selama enam hari di bulan Syawwal, dimana bagi mereka yang melakukannya akan dianggap seperti berpuasa setahun. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun.” (HR. Jama’ah Ahli Hadits selain Bukhari dan Nasa’i)
Para ulama mengatakan, “Dianggap seperti berpuasa setahun adalah karena satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan, bulan Ramadhan dihitung sepuluh bulan, sedangkan enam hari di bulan Syawwal dihitung dua bulan.”
Sungguh sangat beruntung orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa sebelum waktunya habis.
Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, aamiin.
هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ ، وخُصَّ مِنْهُمُ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Marwan bin Musa

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger