بسم
الله الرحمن الرحيم
Ikhtishar Ilmu Hadits (1)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat,
amma ba'du:
Berikut
Ikhtishar (Ringkasan) Ilmu hadits merujuk kepada kitab Musthalahul Hadits Al
Muyassar karya Dr. Imad Ali Jum’ah, Mushthalahul Hadits karya Syaikh
M. Bin Shalih Al Utsaimin, dan lain-lain, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Pengantar
Pembagian Ilmu Hadits
Ilmu
hadits terbagi dua:
1. Ilmu
Hadits Dirayah, yaitu ilmu hadits untuk menetapkan sahih tidaknya suatu
hadits dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ilmu ini biasa disebut Ilmu Musthalah Hadits yang akan kita pelajari pada kesempatan ini,
insya Allah.
2. Ilmu
Hadits Riwayah, yaitu ilmu yang membahas redaksi atau matan hadits yang
telah ditetapkan derajatnya melalui ilmu hadits dirayah, baik terkait sabda,
perbuatan, taqrir (persetujuan) Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maupun sifat Beliau, sehingga mencakup penjagaan setiap hadits dan penukilannya. Dengan ilmu hadits
riwayah dapat dijaga baik-baik sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
dapat terhindar dari kesalahan dalam menukilkan segala yang disandarkan kepada
Beliau.
Beberapa
Istilah Dalam Ilmu Hadits
1. Sanad secara bahasa artinya sandaran, secara
istilah adalah silsilah para perawi yang menyampaikan matan.
2. Matan secara bahasa artinya bagian yang keras dan
meninggi dari bumi, secara istilah adalah redaksi yang disampaikan dari sanad.
3. Hadits
secara bahasa artinya baru, secara istilah adalah segala yang
disandarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam baik berupa sabda,
perbuatan, taqrir (persetujuan), hammiyyah (keinginan), maupun sifat.
4. Khabar secara bahasa artinya berita, secara
istilah adalah semakna (muradif) dengan hadits. Ada pula yang mengatakan, bahwa
‘khabar’ dari selain Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sedangkan ‘hadits’ dari
Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Yang lain mengatakan, bahwa khabar lebih
umum daripada hadits, yakni khabar dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan
dari selainnya, sedangkan hadits dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam saja.
5. Atsar secara bahasa artinya bekas, secara istilah
adalah segala yang disandarkan kepada sahabat dan tabiin, baik berupa ucapan
maupun perbuatan. Terkadang atsar juga dipakai untuk hadits.
6. Isnad secara istilah artinya menyandarkan hadits
kepada orang yang mengatakannya, bisa juga diartikan sama seperti sanad.
7. Musnad secara istilah hadits yang marfu (sampai
kepada Nabi shallallahu alaih wa sallam) yang bersambung sanadnya. Bisa juga
diartikan dengan kitab yang memuat setiap sahabat berikut haditsnya. Bisa juga
diartikan dengan sanad.
Gelar Ahli Hadits
1. Muhaddits, yaitu orang yang sibuk dengan hadits
baik secara riwayah maupun dirayah, dan banyak mengetahui riwayat dan keadaan
para perawinya, dan tidak menjadi syarat harus hafal
hadits-hadits. Misalnya Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Al Albani, Syaikh Syu’aib
Al Arnauth, dsb.
2. Hafizh, yaitu sama seperti muhaddits. Namun ada
yang mengatakan, bahwa hafizh lebih tinggi tingkatannya daripada muhaddits,
dimana yang ia ketahui dari setiap thabaqah (lapisan) sanad lebih banyak
daripada yang tidak diketahuinya. Ada yang
mengatakan, bahwa hafizh adalah orang yang hafal 100.000 hadits. Misalnya Imam
Nawawi, Ibnu Hajar Al Asqalani, Adz Dzahabi, Ibnu Katsir, Ibnul Qayyim, Ibnu
Rajab, As Suyuthi, dan Al Mundziri.
3. Hakim, yaitu orang yang ilmunya meliputi banyak
hadits, sehingga tidak ada yang dilewatinya kecuali sedikit.
4. Musnid, yaitu orang yang meriwayatkan hadits
dengan isnadnya, baik ia memiliki ilmu terhadapnya maupun tidak.
5. Hujjah, yaitu orang yang mengetahui 300.000
hadits.
6. Amirul Mukminin fil Hadits, yaitu orang yang terkenal hafizh (kuat dan
banyak hafalan) dan banyak mengetahui urusan hadits di zamannya, ia termasuk
tokoh atau imamnya. Misalnya Imam Ahmad
bin Hanbal, Imam Bukhari, Imam Daruquthni, dsb.
Pembagian Khabar atau Hadits
Dari sisi Sampainya
kepada kita
Dari sisi sampainya
kepada kita,
hadits ada yang Mutawatir dan ada yang Ahad.
1. Mutawatir, secara bahasa artinya berturut-turut.
Secara istilah adalah hadits yang diriwayatkan
oleh sejumlah besar orang yang secara adat kebiasaan menyatakan mustahil mereka
sepakat berdusta.
Syarat hadits mutawatir
adalah: (1) diriwayatkan oleh sejumlah besar orang, dan para ulama berbeda
pendapat terkait jumlah minimalnya. Pendapat terpilih dalam hal ini adalah
minimal 10 orang. (2) Jumlah yang banyak itu ada pada semua lapisan sanad, (3)
secara adat kebiasaan menganggap mustahil mereka sepakat berdusta, (4) sandaran
berita mereka adalah inderawi seperti mengatakan ‘kami mendengar’ atau ‘kami
melihat’.
Mutawatir ini terbagi 2,
yaitu:
1.1 Mutawatir Lafzhi, yaitu yang lafaz dan maknanya diriwayatkan secara mutawatir.
Contoh hadits:
«مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ»
“Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka
hendaknya dia mengambil tempat di neraka.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh tujuh puluh orang lebih para sahabat radhiyallahu anhum.
1.2 Mutawatir Maknawi, yaitu hadits yang maknanya mutawatir; namun
tidak pada lafaznya. Contohnya hadits-hadits tentang mengangkat tangan dalam
berdoa.
2. Ahad, secara bahasa artinya satu. Secara istilah adalah hadits yang tidak terpenuhi syarat-syarat mutawatir.
Dilihat
dari jumlah orang yang meriwayatkan
Hadits
ahad dilihat dari jumlah orang yang meriwayatkan ada yang disebut Masyhur,
Aziz, dan Gharib.
2.1. Masyhur, secara bahasa artinya terkenal. Secara istilah
adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau
lebih dalam setiap lapisan sanad dan belum mencapai tingkatan mutawatir.
Contohnya hadits:
«إِنَّ
اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ
يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ
النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara langsung
dicabut-Nya dari hati hamba-hamba-Nya. Akan tetapi, Dia mencabut ilmu dengan
mewafatkan para ulama, sehingga ketika Dia tidak menyisakan seorang yang alim
(mengerti agama), maka manusia mengangkat tokoh-tokoh yang jahil (tidak
mengerti agama). Mereka pun ditanya, lalu mereka berftawa dengan tanpa ilmu,
dan akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.”
(Hr. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad dari Abdullah bin
Amr, Thabrani dari Abu Hurairah, dan Al Bazzar dari Aisyah radhiyallahu anha)
Contoh
lainnya:
«الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ»
“Orang muslim (yang sempurna Islamnya) adalah orang yang kaum
muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (Hr. Bukhari dari
Abdullah bin Amr dan Abu Musa Al Asy’ariy, Muslim dari Abdullah bin Amr dan
Jabir , Tirmidzi dari Abu Hurairah, Abu Dawud dari Abdullah bin Amr)
2.2. Aziz, secara bahasa artinya kuat. Secara
istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang dalam setiap lapisan
sanad. Maksudnya adalah tidak ditemukan dalam setiap lapisan sanad kurang dari
dua orang rawi. Jika lebih tidak mengapa, dengan syarat minimal dua orang dalam lapisan sanad
meskipun di salah satunya. Contohnya
hadits:
«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ
وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ»
“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sampai aku
lebih dicintainya daripada ayahnya, anaknya, dan manusia semuanya.” (Hr.
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah dan Anas radhiyallahu anhuma)
2.3. Gharib, secara bahasa
artinya asing. Secara istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi.
Contoh hadits:
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا
نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ
يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
“Sesungguhnya amal tegantung dengan niat, dan seseorang akan
mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang
hendak diperolehnya atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya sesuai
niat hijrahnya.”
Hadits tersebut tidak diriwayatkan dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam kecuali oleh seorang saja yaitu Umar bin Khaththab
radhiyallahu 'anhu, dan tidak ada yang meriwayatkan dari Umar selain ‘Alqamah
bin Waqqash, dan tidak ada yang meriwayatkan dari ‘Alqamah bin Waqqash selain
Muhammad bin Ibrahim At Taimiy, dan tidak ada yang meriwayatkan darinya selain
Yahya bin Sa’id Al Anshaariy, mereka semua tergolong tabiin, lalu dari Yahya
orang-orang banyak meriwayatkan.
Dilihat
dari sisi diterima dan ditolak
Hadits Ahad dilihat dari sisi
diterima dan ditolak, ada yang maqbul dan ada yang mardud.
2.4. Maqbul (diterima)
Maqbul
dilihat dari tingkatannya ada shahih lidzatihi, hasan lidzatihi, shahih
lighairih, dan hasan lighairihi.
2.4.1. Shahih Lidzatihi, yaitu hadits yang
diriwayatkan secara bersambung sanadnya, dinukil oleh orang yang adil dan
dhabit (kuat ingatan atau terjaga tulisan) dan seterusnya seperti itu, tanpa
ada syadz (menyelisihi orang yang tsiqah atau di atasnya lagi) dan tanpa ada illat
(cacat tersembunyi).
Contoh:
Imam Bukhari berkata:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ:
أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ،
عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «قَرَأَ
فِي المَغْرِبِ بِالطُّورِ»
Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, ia berkata: telah mengabarkan
kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari
ayahnya ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
membaca surah Ath Thur pada saat shalat Maghrib.”
Hadits
di atas sanadnya bersambung, karena setiap rawi mendengar dari gurunya,
sedangkan pernyataan ‘an’ (dari) oleh Malik dan Ibnu Syihab serta Ibnu Jubair,
maka dibawa ke arah ‘bersambung’ karena mereka bukan mudallis (orang yang suka
menyamarkan cacat).
Di
samping itu, para perawinya adil dan dhabith sebagaimana komentar para Ahli Jarh
wa Tadil (dalam mencacatkan atau mentsiqahkan rawi), bisa lihat Maktabah
Syamilah dan pilih menu ‘bahts’ lalu arahkan ke fit tarajum (Ctrl + T) :
Abdullah
bin Yusuf : Tsiqah (terpercaya) dan mutqin (hati-hati)
Malik
bin Anas : Tsiqah
Ibnu
Syihab Az Zuhri: seorang ahli fiqih, hafizh, disepakati kemuliaan dan
kehati-hatiannya.
Muhammad
bin Jubair: tsiqah
Jubair
bin Muth’im: seorang sahabat
Hadits
di atas juga tidak syadz, yakni tidak menyelisihi yang lebih kuat, dan tidak
ada illat (cacat) tersembunyi.
Catatan:
1.
Para ulama berbeda pendapat dalam menilai isnad yang paling shahih sebagaimana
yang diterangkan di bawah ini:
a.
Menurut Ishaq bin Rahawaih dan Ahmad, isnad yang paling shahih adalah Az Zuhri,
dari Salim, dari ayahnya.
b.
Menurut Ibnul Madini dan Al Fallas, isnad yang paling shahih adalah Ibnu Sirin,
dari Ubaidah, dari Ali.
c.
Menurut Ibnu Ma’in, isnad yang paling shahih adalah Al A’masy, dari Ibrahim,
dari Alqamah, dari Abdullah bin Mas’ud.
d.
Menurut Abu Bakar bin Abi Syaibah, isnad yang paling shahih adalah Az Zuhri,
dari Ali bin Al Husain, dari ayahnya, dari Ali.
e.
Menurut Bukhari, isnad yang paling shahih adalah Malik, dari Nafi, dari Ibnu
Umar.
2.
Tingkatan shahih dari sisi isnad dan para perawinya adalah sebagai berikut:
a.
Malik, dari Nafi, dari Ibnu Umar
b.
Hammad bin Salamah, dari Tsabit, dari Anas
c.
Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah
3.
Urutan hadits shahih secara umum:
a.
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
b.
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
c.
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
d.
Hadits yang diriwayatkan sesuai syarat Bukhari dan Muslim, namun keduanya tidak
menyebutkan.
e.
Hadits yang diriwayatkan sesuai syarat Bukhari, namun Bukhari tidak
menyebutkan.
f.
Hadits yang diriwayatkan sesuai syarat Muslim, namun Muslim tidak menyebutkan.
g.
Hadits yang shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan tidak di atas
syarat keduanya, wallahu a’lam.
Isnad yang
paling shahih
Yang benar adalah
tidak dihukumi suatu isnad sebagai “isnad yang paling shahih”, namun dihukumi dengan
melihat sahabat, negeri, atau masalahnya. Sehingga dikatakan isnad yang paling shahih kepada Abu
Bakar adalah...dst., isnad yang paling shahih penduduk Hijaz adalah...dst.,
isnad yang paling shahih tentang nuzul (turunnya Allah Azza wa Jalla ke langit
dunia) adalah...dst.. Para
ulama menyebutkan isnad yang paling shahih jika melihat kepada sahabatnya di
antaranya sbb:
1.
Isnad yang paling shahih kepada Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu adalah Az Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyib dari Abu
Hurairah.
2.
Isnad yang paling shahih kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma adalah Malik, dari Nafi, dari Ibnu
Umar.
3.
Isnad yang paling shahih kepada Anas bin Malik radhiyallahu anhu adalah Malik, dari Az Zuhri, dari Anas.
4.
Isnad yang paling shahih kepada
Aisyah radhiyallahu 'anha adalah Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dari Aisyah.
5.
Isnad yang paling shahih kepada
Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma adalah Az Zuhri, dari Ubaidullah bin
Utbah dari Ibnu Abbas.
6.
Isnad yang paling shahih kepada
Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma adalah Sufyan bin Uyaynah, dari Amr bin
Dinar, dari Jabir.
Adapun
riwayat ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya (Syu’aib) dari kakeknya, yaitu Abdullah
bin ‘Amr bin ‘Ash, maka sebagian ulama ada yang berlebihan sampai menjadikannya
termasuk isnad yang paling shahih, namun sebagian ulama ada yang menolaknya
karena Syu’aib tidak bertemu dengan kakeknya sehingga terputus. Yang rajih (kuat)
adalah bahwa isnadnya adalah shahih dan diterima. Imam Bukhari berkata,
“Aku
melihat Ahmad bin Hanbal, Ali bin Al Madiniy, Ishaq bin Raahawaih, Abu ‘Ubaid
dan umumnya para sahabat kami berhujjah dengan hadits Amr bin Syu’aib dari
bapaknya dari kakeknya, salah seorang di antara kaum muslimin tidak ada yang
meninggalkannya.” Bukhari
melanjutkan kata-katanya, “Siapa lagi setelah
mereka (yang lebih dipandang)?”
Adapun
alasan penolakan sebagian ulama karena Syu’aib tidak bertemu dengan kakeknya
adalah tertolak. Hal itu, karena Syu’aib telah tetap mendengar dari kakeknya,
yaitu Abdullah, sehingga ketika itu tidak terputus. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata,
“Imam-imam kaum muslimin dan jumhur (mayoritas)
ulama berhujjah dengan hadits Amr bin Syu’aib jika memang shahih periwayatan
kepadanya.”
Bersambung….
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi
wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi
3.45, Musthalah Hadits Muyassar (Dr. Imad Ali Jum’ah), Al
Haditsul Hasan (Ibrahim bin Saif Az Za’abiy), Ilmu
Musthalahil Hadits (Syaikh M. Bin Shalih Al Utsaimin), Ilmu
Musthalah Hadits (Abdul Qadir Hasan), At Ta’liqat Al Atsariyyah
ala Manzhumah Al Baiquniyyah (Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid), Tamamul
Minnah (M. Nashiruddin Al Albani), Silsilatul Ahadits Adh
Dha’ifah (M. Nashiruddin Al Albani), dll.
0 komentar:
Posting Komentar