بسم
الله الرحمن الرحيم
Ringkasan Musthalah Hadits (3)
Segala
puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan
pembahasan ringkasan Musthalah Hadits merujuk kepada kitab At
Ta’liqaat Al Atsariyyah ‘alal Manzhuumah Al Baiquuniyyah
oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdul Hamid dan lain-lain, semoga Allah
menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Hadits ‘Ali Isnad dan Nazil Isnad
Hadits ‘Ali Isnad adalah hadits
yang sedikit jumlah perawinya jika melihat kepada sanad lain yang haditsnya
datang dengan jumlah perawi yang banyak, sehingga para perawi sanadnya dekat
dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau dekat dengan salah satu
dari imam Ahli Hadits.
Hadits Nazil Isnad adalah
kebalikan dari hadits ‘Ali Isnad.
Hadits Mursal
Hadits Mursal adalah hadits yang
dimarfu’kan oleh seorang tabi’in kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam baik berupa ucapan, perbuatan, maupun taqrir tanpa menyebutkan para
perawi yang mendengarkan hadits melalui perantaraan mereka, baik mereka sahabat
atau tabi’in. Kesimpulannya, hadits mursal adalah hadits yang terputus di akhir
sanad.
Contoh:
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dalam Al Maraasil[i]
dari Az Zuhri, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meminta
bantuan dengan beberapa orang Yahudi di Khaibar dalam perangnya, lalu Beliau
memberikan bagian untuk mereka.”
Az Zuhri adalah salah seorang imam
dari kalangan tabi’in (bukan sahabat), ia meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam secara langsung tanpa menyebutkan perantara yang mendengar
hadits itu, yaitu sahabat atau tabi’in.
Faedah:
Mursal Sahabiy adalah seorang
sahabat mengabarkan perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau
perbuatannya, namun ia tidak mendengar langsung atau menyaksikannya. Sebabnya
adalah karena usianya yang masih kecil, terlambat masuk Islamnya, atau sedang
tidak hadir di hadapan Beliau. Banyak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para
sahabat kecil seperti Ibnu Abbas, Ibnuz Zubair, dan lainnya. Hukum mursal
sahabat adalah diterima, karena para sahabat semuanya adil.
Hadits Gharib
Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan
oleh seseorang di bagian mana saja dari sanad. Dinamakan dengan gharib karena
ia seperti orang asing yang tidak memiliki keluarga di dekatnya atau karena
jauhnya dari tingkatan masyhur apalagi mutawatir.
Contohnya adalah hadits “Innamal
a’maalu bin niyyat…dst.” Hadits ini diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam oleh Umar bin Khaththab, lalu oleh ‘Alqamah, lalu oleh
Muhammad bin At Taimiy, lalu oleh Yahya bin Sa’id Al Anshariy, kemudian setelah
itu menjadi masyhur.
Hadits Munqathi’
Hadits Munqathi’ adalah hadits
yang tidak bersambung isnadnya disebabkan gugurnya seorang rawi atau lebih di
salah satu tempat atau beberapa tempat dalam sanad dengan syarat tidak
berturut-turut gugurnya.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dalam Sunannya no. 3586, ia berkata:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ
وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ الرَّأْيَ إِنَّمَا كَانَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُصِيبًا لِأَنَّ اللَّهَ كَانَ يُرِيهِ وَإِنَّمَا هُوَ مِنَّا
الظَّنُّ وَالتَّكَلُّفُ
“Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud Al Mahriy,
telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb dari Yunus bin Yazid dari Ibnu Syihab,
bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata -ketika ia berada di atas
mimbar-, “Wahai manusia! Sesungguh pendapat itu jika berasal dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, maka akan benar, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala
menunjukkannya kepada Beliau, tetapi jika dari kita, maka itu adalah sangkaan
dan sikap memberatkan diri.”
Imam Al Mundziri berkata, “Hadits ini munqathi’, Az Zuhriy (Ibnu
Syihab) tidak bertemu dengan Umar radhiyallahu 'anhu.” Sehingga sanadnya tidak
bersambung.
Hadits Mu’dhal
Hadits Mu’dhal adalah hadits yang gugur dalam isnadnya dua orang
rawi atau lebih secara berurutan di satu tempat dari sanad atau di
tengah-tengahnya.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim[ii]
dengan sanadnya yang sampai kepada Qa’nabiy, dari Malik,
عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بِالْمَعْرُوفِ
وَلَا يُكَلَّفُ مِنْ الْعَمَلِ إِلَّا مَا يُطِيقُ
Dari Malik, bahwa sampai kepadanya, Abu Hurairah berkata, “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bagi budak berhak mendapatkan makanan
dan pakaian secara ma’ruf, dan tidak dibebani pekerjaan kecuali sesuai
kesanggupannya.”
Hakim berkata, “Hadits ini mu’dhal dari Malik, ia memu’dhalkannya
dalam Al Muwaththa’[iii].
Sebab mu’dhalnya adalah bahwa dalam sanadnya terdapat dua rawi
yang gugur secara berurutan, yakni antara Malik dan Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, yaitu Muhammad bin ‘Ajlan dan bapaknya.
Hadits Mudallas
Hadits Mudallas adalah hadits yang disembunyikan cacat dalam
isnadnya agar tampak baik di luarnya. Tadlis secara bahasa artinya menyembunyikan
cacat.
Macam-macam tadlis:
- Tadlis Taswiyah.
Tadlis Taswiyah adalah periwayatan oleh rawi dari gurunya lalu
digugurkan seorang rawi yang dha’if antara dua orang tsiqah yang satu bertemu
dengan yang lain. Orang yang paling masyhur melakukan tadlis ini adalah
Baqiyyah bin Al Walid.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
(‘Ilalul Hadits 2/155) ia berkata: Aku mendengar bapakku –ia sebutkan hadits
yang diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah- : Telah menceritakan
kepadaku Abu Wahb Al Asdiy dari Nafi’ dari Ibnu Umar sebuah hadits yang
berbunyi, “Janganlah kamu puji keislaman seseorang sampai kamu mengetahui
bagusnya pendapatnya.”
Bapakku (Abu Hatim) berkata, “Hadits ini ada masalah, yang hanya
segelintir orang memahaminya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ubaidullah bin ‘Amr –ia
adalah tsiqah- dari Ishaq bin Abi Farwah –ia adalah dha’if- dari Nafi’ –ia
adalah tsiqah- dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ubaid
bin ‘Amr kunyahnya adalah Abu Wahb, yakni Asadiy, lalu Baqiyyah menyebutnya
dengan kunyah(panggilan)nya dan menisbatkannya kepada Bani Asad agar tidak
disadari, sehingga ketika Ishaq bin Abi Farwah telah ditinggalkan, maka tidak
ada yang tahu…dst.[iv]”
- Tadlis Isnad
Tadlis Isnad adalah seorang rawi meriwayatkan dari orang yang
mendengar sebuah hadits, namun rawi ini tidak mendengarnya darinya, tanpa menyebutkan bahwa ia mendengarnya secara tegas, yakni
menyebutkan dengan lafaz yang kesannya mendengarkan, seperti kata ‘An” (dari),
“Anna” (bahwa) atau “Qaala” (ia berkata)…dst.”
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’i dalam ‘Amalul
Yaumi Wal Lailah hal. 431 dengan sanadnya dari dua jalan dari Abuz Zubair
dari Jabir ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setiap malam tidak tidur sampai
membaca surat Tanzil As Sajdah dan Tabarakalladzii biyadihil
mulk…dst.”
Lalu ia (Nasa’i) meriwayatkan setelahnya dengan sanadnya yang
sampai kepada Zuhair bin Mu’awiyah, bahwa ia berkata, “Aku bertanya kepada Abuz
Zubair, “Apakah engkau mendengar Jabir menyebutkan bahwa Nabiyyullah
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tidur sampai membaca Alif Laam Miim
Tanzil (As Sajdah) dan Tabaarak (Al Mulk)?” Ia menjawab, “Jabir
tidak menceritakannya kepadaku, tetapi yang menceritakannya kepadaku adalah
Shafwan atau Abu Shafwan.”
Ini adalah contoh Abuz Zubair melakukan tadlis, ia gugurkan
perantara mendengarnya hadits ini dari Jabir.
- Tadlis Syuyukh
Tadlis Syuyukh adalah seorang rawi meriwayatkan dari seorang guru
sebuah hadits yang ia dengar darinya, lalu rawi itu menamai gurunya itu atau
menyebut kunyahnya atau menyifatinya dengan sifat yang tidak dikenal agar tidak
diketahui dan disadari oleh orang lain.
Contohnya adalah ucapan Abu Bakar bin Mujahid –salah satu imam
qari’-: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abi Abdillah…dst, maksudnya
adalah Abu Bakar bin Abi Dawud As Sijistaniy, perbuatannya ini memutuskan jalan
bagi pendengar untuk mengetahuinya dan menjadikannya sukar diketahui.
Ada contoh lain dari tadlis yang diterangkan oleh Ahlul Hadits,
lihat Mukaddimah Ibnush Shalah (hal. 66), Al Iqtirah (hal. 208)
oleh Ibnu Daqiqil ‘Ied, Tadribur Rawi (1/223) dan At Taqyid wal
Iidhah (hal. 95).
Hadits Syadz
Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan
oleh seorang yang tsiqah, namun menyelisihi orang yang lebih kuat darinya baik
dari sisi hapalan maupun jumlah yang meriwayatkan.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya
(1/321) ia berkata,
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ
هِشَامٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عُرْوَةَ
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوفِ
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah, telah
menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Hisyam, telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari Usamah bin Zaid dari Utsman bin ‘Urwah dari Urwah dari Aisyah ia berkata, “Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya bershalawat kepada shaf bagian kanan.”
Syaikh Ali bin Hasan berkata, “Isnadnya, para perawinya adalah
tsiqah dan zhahirnya adalah sahih, tetapi dalam matan, Usamah bin Zaid keliru,
ia meriwayatkan dengan lafaz, “Alaa mayaaminish shufuuf.” Sedangkan
jamaah para rawi yang tsiqah[v]
meriwayatkan dengan dengan lafaz:
عَلَى
الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوْفَ
“Kepada orang-orang yang menyambung shaf.”
Oleh karena itu, Imam Baihaqi dalam Sunannya (3/103)
mengisyaratkan syadznya dengan berkata, “Itulah yang mahfuzh.”
Bersambung….
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, At Ta’liqaat Al Atsariyyah ‘alal Manzhuumah Al
Baiquuniyyah (Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdul Hamid Al Atsari), Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (M.
Nashiruddin Al Albani), Musthalah Hadits Muyassar (Dr. Imad Ali
Jum’ah) dll.
[i] Nomor 281, Abdurrazzaq (9329) dan Ibnu Abi Syaibah (12/395). Baihaqi
dalam Sunannya (9/53) berkata, “Isnadnya dha’if dan terputus.”
[ii] Dalam Ma’rifatu Ulumil Hadits
hal. 46.
[iii] Syaikh Ali bin Hasan dalam At
Ta’liiqat Al Atsariyyah hal. 46 berkata, “Perlu diketahui, bahwa Muslim
memaushulkan (menyambung) hadits ini (1662) dari jalan Ibnu Wahb dari ‘Amr bin
Harits dari Bukair bin Asyajj dari ‘Ajlan dari Abu Hurairah.
Ibnu Abdil Bar dan Al Mizziy dalam
Al Athraf berkata, “Diriwayatkan oleh Ibrahim bin Thuhman dari Malik
dari Ibnu ‘Ajlan dari bapaknya dari Abu Hurairah, dan dimutaba’ahkan oleh
Nu’man bin Abdussalam dari Malik.” Demikian yang dikatakan As Suyuthiy dalam Tanwirul
Hawalik Syarh Muwaththa’ Malik (2/146), dan lihat At Talkhishul Habiir
(4/13) oleh Al Hafizh Ibnu Hajar.
[iv] At Taqyid wal Idhah
(78) dan At Tadrib (1/225).
[v] Lihat ‘Ulumul Hadits hal. 91.
0 komentar:
Posting Komentar