Fiqih Shalat Jumat (7)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫صلاة الجمعة‬‎
Fiqih Shalat Jumat (7)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan lanjutan tentang fiqih shalat Jumat, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Mendapatkan satu rakaat shalat Jumat atau kurang
Menurut mayoritas Ahli Ilmu, bahwa barang siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat Jumat bersama imam, maka ia dianggap mendapatkan shalat Jumat dan ia menambahkan satu rakaat lagi yang kurang.
Dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلَاةِ اَلْجُمُعَةِ وَغَيْرِهَا فَلْيُضِفْ إِلَيْهَا أُخْرَى, وَقَدْ تَمَّتْ صَلَاتُهُ
“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat Jumat atau shalat lainnya, maka tambahkanlah satu rakaat yang kurang, dan shalatnya sempurna.” (Hr. Nasa’i, Ibnu Majah, Daruquthni, lafaz ini adalah lafaznya, dishahihkan oleh Al Albani)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصَّلَاةِ رَكْعَةً، فَقَدْ أَدْرَكَهَا كُلَّهَا
“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat, maka ia mendapatkan shalat itu semuanya.” (Hr. Jamaah Ahli Hadits)
Akan tetapi, jika seseorang mendapatkan kurang dari satu rakaat, maka ia tidak dianggap mendapatkan shalat Jumat dan ia melakukan shalat Zhuhur empat rakaat menurut pendapat kebanyakan ulama.
Yakni ia meniatkan di awal shalat Jumat dan menyempurnakannya dengan shalat Zhuhur.
Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat Jumat, maka tambahkanlah yang kurangnya (satu rakaat lagi). Dan barang siapa yang tidak mendapatkan dua rakaat, maka hendaknya ia kerjakan empat rakaat.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dengan sanad hasan)
Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata, “Apabila engkau mendapatkan satu rakaat shalat Jumat, maka tambahkanlah lagi yang kurang, dan jika engkau mendapatkan mereka dalam keadaan duduk, maka kerjakanlah empat rakaat.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)
Ini adalah pendapat ulama madzhab Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan Muhammad bin Al Hasan.
Akan tetapi, Abu Hanifah dan Abu Yusuf berpendapat, bahwa barang siapa yang mendapatkan tasyahud bersama imam, maka ia mendapatkan shalat Jumat itu, sehingga cukup shalat dua rakaat setelah imam salam dan shalat Jumatnya sempurna.
Shalat Ketika Berdesakan
Imam Ahmad dan Baihaqi meriwayatkan dari Sayyar ia berkata, “Aku mendengar Umar berkata saat khutbah, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membangun masjid ini dan kami turut menyertainya, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar. Ketika berdesakan, maka hendaknya seseorang sujud di atas punggung saudaranya.”  Ketika dilihatnya ada beberapa orang yang shalat di jalanan, maka ia (Umar) berkata, “Shalatlah di masjid.”
Shalat sunah sebelum dan setelah shalat Jumat
Disunahkan melakukan shalat sunah empat rakaat atau dua rakaat setelah shalat Jumat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُصَلِّيًا بَعْدَ الْجُمُعَةِ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا
“Barang siapa yang hendak shalat setelah shalat Jumat, maka kerjakanlah setelahnya empat rakaat.” (Hr. Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat pada hari Jumat di rumahnya.” (Hr. Jamaah)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila selesai shalat Jumat, masuk ke rumahnya dan shalat dua rakaat, dan memerintahkan orang yang henak shalat sunah mengerjakannya empat rakaat.”
Ia (Ibnul Qayyim) juga berkata, “Guru kami Ibnu Taimiyah berkata, “Jika seseorang shalat di masjid, maka hendaknya ia shalat empat rakaat, dan jika shalat di rumahnya, maka ia shalat dua rakaat,” demikianlah yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yang ada.”
Dari Atha dari Ibnu Umar ia berkata, “Dirinya apabila berada di Mekkah dan shalat Jumat, maka ia maju lalu mengerjakan shalat dua rakaat, kemudian maju dan mengerjakan shalat empat rakaat, dan apabila ia berada di Madinah, maka ia shalat Jumat, lalu pulang ke rumahnya dan shalat dua rakaat namun tidak shalat di masjid,” kemudian dirinya ditanya tentang hal itu, maka ia menjawab, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan hal itu.” (Shahih Abu Dawud no. 1035 dan Baihaqi 3/240).
Dalam Shahihain dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat dua rakaat di rumahnya.
Penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
Abu Bakar dari Riyadh bertanya, “Mana yang lebih utama tentang shalat rawatib Jum’at; dua rakaat di rumah atau empat rakaat di masjid setelah shalat Jum’at?”
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Segala puji Allah Rabbul alamin, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya, dan para sahabatnya. Telah shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu shalat Jum’at, maka hendaknya ia shalat setelahnya empat rakaat.” Demikian pula telah shahih dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat dua rakaat di rumahnya. Di antara ulama ada yang berpendapat, bahwa setelah Jum’at seseorang shalat empat rakaat baik di rumah maupun di masjid dengan alasan karena sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam lebih didahulukan daripada perbuatan Beliau. Ada pula yang berpendapat, bahwa shalat setelah Jumat adalah enam rakaat; empat rakaat berdasarkan sabda Beliau, dua rakaat berdasarkan praktek Beliau. Ada pula yang berpendapat, bahwa jika di rumah shalat dua rakaat, dan jika di masjid shalat empat rakaat mengikuti sabda Beliau. Namun yang rajih (kuat) menurutku adalah melakukan shalat empat rakaat baik di rumah atau di masjid berdasarkan keumuman sabda Beliau shallallahu alaihi wa sallam.”
(Silsilah Fatawa Nur ‘alad Darb, kaset no. 356).
Apabila seseorang shalat empat rakaat, maka prakteknya bisa langsung empat rakaat. Ada pula yang berpendapat, bahwa ia bisa shalat dua rakaat salam, lalu dua rakaat salam, namun lebih utama shalat di rumahnya.
Dan jika seseorang shalat di masjid, maka hendaknya ia berpindah dari tempat dimana ia melakukan shalat fardhu.
Adapun tentang shalat sunah sebelum shalat Jumat, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka Beliau tidak melakukan shalat sunah sedikit pun setelah azan, dan tidak ada seorang pun yang menukilkan demikian, karena di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam azan tidak dikumandangkan kecuali setelah Beliau duduk di atas mimbar, lalu Bilal azan, kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallm melakukan khutbah dua kali, setelah itu Bilal iqamat, dan Beliau melakukan shalat mengimami manusia, sehingga tidak mungkin Beliau shalat setelah azan, demikian pula tidak mungkin seorang pun dari kaum muslimin yang ikut shalat dengan Beliau shallallahu alaihi wa sallam, dan tidak ada nukilan dari seorang pun yang menyebutkan bahwa Beliau shalat di rumahnya sebelum berangkat menuju masjid. Dan mengenai shalat sebelum azan, maka Beliau tidak membatasi waktunya, bahkan sabda Beliau shallallahu alaihi wa sallam hanyalah dorongan untuk shalat apabila seseorang tiba di masjid pada hari Jumat tanpa ada batas  waktu tertentu. Misalnya sabda Beliau, “Barang siapa yang berpagi-pagi dan datang lebih cepat dengan berjalan kaki tanpa menaiki kendaraan lalu shalat semampunya…dst.” Inilah yang diriwayatkan dari para sahabat…dst.” Mereka ketika tiba di masjid pada hari Jumat melakukan shalat dari sejak masuk sesuai yang mudah bagi mereka. Di antara  mereka ada yang shalat sepuluh rakaat, ada yang dua belas rakaat, ada yang delapan rakaat, ada yang kurang dari itu. Oleh karena itu, mayoritas para imam sepakat bahwa tidak ada sebelum shalat Jumat shalat sunah yang dibatasi waktunya dengan jumlah tertentu, karena hal itu hanyalah sah dari sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau perbuatan Beliau, sedangkan Beliau tidak mensunnahkan hal itu, baik dengan sabda maupun dengan perbuatan Beliau.”
Bertemunya hari Jumat dengan hari raya dalam satu hari
Apabila bertemu hari Jumat dengan hari raya dalam hari yang sama, maka shalat Jumat gugur bagi orang yang telah shalat Ied.
Dari Zaid bin Arqam ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat (Ied), lalu memberikan keringanan untuk shalat Jumat, Beliau bersabda,
«مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَلْيُصَلِّ»
“Barang siapa yang ingin shalat (Jumat), maka silahkan shalat Jumat.” (Hr. Lima Imam Ahli Hadits selain Tirmidzi, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Hakim, demikian pula oleh Ibnul Madini dan Adz Dzahabi) 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ، وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ»
“Telah berkumpul dalam satu harimu ini dua hari raya, barang siapa yang ingin, maka shalat Ied sudah cukup baginya sehingga tidak shalat Jumat, namun kami melakukannya.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
Dan dianjurkan bagi imam untuk mengadakan shalat Jumat agar orang yang hendak shalat Jumat bisa melakukannya, demikian pula orang yang tadi pagi tidak shalat Ied bisa ikut shalat Jumat. Hal ini berdasarkan hadits di atas.
Menurut ulama madzhab Hanbali, bahwa bagi orang yang tidak shalat Jumat karena telah melakukan shalat Ied wajib menggantinya dengan shalat Zhuhur.
Memberikan Makanan Pada Hari Jumat
Al Hafizh Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah menyebutkan,  bahwa dianjurkan memberikan jamuan makanan pada hari Jumat, khususnya untuk kaum muslimin yang fakir.
Oleh karena itu memberikan makanan kepada kaum fakir pada hari itu adalah perkara baik yang dianjurkan.
Al Hafizh Ibnu Rajab berdalih dengan hadits wanita yang menyiapkan makanan untuk para sahabat radhiyallahu anhum setelah shalat Jumat pada setiap pekannya." (Fathul Bari 5/431)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu anhu ia berkata, “Kami sangat bergembira pada hari Jumat, karena ada wanita tua yang mengambil sejenis ubi yang kami tanam di sebelah aliran air, lalu ia memasaknya dalam sebuah periuk dan mencampurnya dengan biji gandum tanpa ada lemak maupun minyak. Setelah kami shalat jumat, maka kami datangi wanita itu, lalu ia menghidangkan makanan itu kepada kami, maka kami bergembira pada hari Jumat karena sebab itu, dan kami tidak makan dan tidak tidur siang kecuali setelah shalat Jumat.” (Hr. Bukhari no. 2349)
Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam walhamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Tamamul Minnah (M. Nashiruddin Al Albani), Subulus Salam (Imam Ash Shan'ani), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger