Membantah Syubhat Musuh Islam

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫فتنة الشبهات والشهوات‬‎
Membantah Syubhat Musuh Islam

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut pembahasan tentang membantah syubhat musuh Islam. Semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Pengantar

Berdebat dalam masalah agama terbagi dua:

Pertama, maksudnya adalah menjunjung kebenaran dan menegakkannya, serta menyingkirkan kebatilan. Maka dalam hal ini hukumnya masyru (disyariatkan), dan hukumnya bisa wajib atau sunah tergantung kondisi. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Qs. An Nahl: 125)

Contohnya adalah perdebatan antara Nabi Ibrahim alaihis salam dengan Namrud raja Babilonia sebagaimana dalam ayat berikut:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Qs. Al Baqarah: 258)

Maksud raja Namrudz dengan ‘menghidupkan’ adalah membiarkan hidup, dan yang dimaksudnya dengan ‘mematikan’ adalah membunuh. Perkataan itu untuk mengejek Nabi Ibrahim alaihis salam.

Kedua, maksudnya hanya membuat bingung lawan debatnya, membela dirinya, ingin menampakkan kelebihan dirinya, bukan mencari kebenaran, atau malah membela kebatilan, maka ini adalah perdebatan buruk dan terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلاَّ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir.” (Qs. Ghaafir:  4)

(Lihat pula kitab Ta’liq Mukhtashar ‘ala Lum’atil I’tiqad karya Syaikh Ibnu Utsaimin hal. 160)

Menyibukkan diri dalam perdebatan adalah perbuatan yang tidak baik dan bukan menunjukkan kesalehan seseorang, bahkan terkadang membuat seseorang tergelincir dari jalan yang lurus, terjatuh ke dalam pemikiran-pemikiran menyimpang, dan menimbulkan permusuhan dan pertengkaran antar sesama saudara, karena agama ini bukan untuk diperdebatkan, akan tetapi untuk diimani dan diamalkan, dan tidak ada yang meragukannya kecuali orang-orang kafir atau munafik (lihat Qs. Ghaafir:  4).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ»

“Aku menjamin sebuah rumah (istana) di sekeliling surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar, dan menjamin rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun bercanda, serta menjamin rumah di bagian tinggi surga bagi orang yang baik akhlaknya.” (Hr. Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al Albani)

Namun terkadang, perdebatan perlu dilakukan jika memang dibutuhkan untuk menjunjung kebenaran dan merendahkan kebatilan sebagaimana yang telah diterangkan.   

Berdebat untuk membantah syubhat musuh Islam

Syubhat artinya hal yang samar. Maksud syubhat di sini adalah kebatilan yang masih samar sehingga terlihat seakan-akan benar, karena dihias menjadi indah dan dikuatkan. Pencetus syubhat pertama kali adalah Iblis saat ia menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam dengan beralasan, “Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia engkau ciptakan dari tanah.” (Lihat Qs. Al A’raaf: 12).

Pernyataan Iblis tersebut seakan-akan benar, padahal jika diteliti lebih lanjut, kita dapat mengetahui bahwa tanah lebih baik daripada api. Keadaan tanah adalah tenang, kokoh, dan mudah diolah, sedangkan keadaan api ringan, tergesa-gesa, serampangan, tajam, meninggi, dsb. Tanah juga merupakan sebab yang dapat mengumpulkan sesuatu, sedangkan api menjadi sebab berpecah-belahnya , tanah merupakan sebab tumbuhnya pepohonan, sedangkan api menjadi sebab yang membinasakannya, tanah lebih bermanfaat, sedangkan api kebanyakan berbahaya. Oleh karena itu, saat Adam tergelincir, ia segera kembali memperbaiki diri, sedangkan Iblis malah semakin angkuh dan sombong.

Syubhat juga bermunculan setelah Iblis itu dengan beraneka macam bentuknya, dibuat dan digalakkan oleh para pengikutnya dari kalangan jin dan manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).“ (Qs. Al An’aam: 112)

Intinya, semua pernyataan yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah batil meskipun dihias sedemikian rupa menjadi indah (disebut dengan syubhat).

Musuh Islam adalah musuh Allah Azza wa Jalla, Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam dan kaum mukmin. Mereka berusaha memalingkan kita dari agama kita dan mengajak kepada kekafiran yang menghendaki kita untuk selalu waspada. Mereka adalah para setan dari kalangan jin dan manusia serta orang-orang kafir. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Fathir: 6)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ

“Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” (Qs. Al Mumtanah: 1)

Contoh syubhat dan bantahannya

1. Mengapa menyembah patung dan berhala dianggap salah?

Jawab: Karena patung dan berhala tidak berkuasa apa-apa, bukan pencipta, bahkan dicipta, lebih lemah daripada penyembahnya, bahkan tidak mampu menyelamatkan diri ketika ada yang hendak menghancurkannya sebagaimana dalam kisah Nabi Ibrahim alaihis salam menghancurkan patung.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ عِبَادٌ أَمْثَالُكُمْ فَادْعُوهُمْ فَلْيَسْتَجِيبُوا لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (194) أَلَهُمْ أَرْجُلٌ يَمْشُونَ بِهَا أَمْ لَهُمْ أَيْدٍ يَبْطِشُونَ بِهَا أَمْ لَهُمْ أَعْيُنٌ يُبْصِرُونَ بِهَا أَمْ لَهُمْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا قُلِ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ كِيدُونِ فَلَا تُنْظِرُونِ (195)

“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.--Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengannya ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengannya ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia dapat mendengar?” (Qs. Al A’raaf: 194-195)

2. Semua agama adalah sama, dan dapat mengantarkan pemeluknya ke surga.

Jawab: Agama Islam dengan agama-agama selain Islam jelas berbeda, karena agama Islam memerintahkan tauhid (mengesakan Allah dalam beribadah), sedangkan dalam agama-agama selain Islam terdapat kemusyrikan (penyembahan kepada selain Allah), sehingga tidak benar menyatakan semua agama sama. Orang yang menyatakan demikian, berarti belum mengetahui isi ajaran masing-masng agama atau akalnya belum mampu membedakan (diistilahkan dengan belum tamyiz) seperti halnya anak-anak balita.

Demikian pula kita harus meyakini, bahwa hanya melalui agama Islam saja seseorang dapat menuju Allah dan menuju surga-Nya, karena pemilik surga (Allah) menyatakan,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,” (Terj. Qs. Ali Imran: 85).

Jika seorang berkata, “Bukankah di dunia saja, jika kita ingin ke sebuah tempat, maka kita bisa melalui jalan mana saja yang bisa mengantarkan ke tempat tersebut?” Jawab, “Ya. Itu jalan-jalan di dunia, karena semua jalan itu tidak ditutup. Akan tetapi untuk menuju Allah dan surga-Nya, Dia telah menutup semua jalan, dan hanya membuka satu jalan, yaitu Islam saja sebagaimana telah disebutkan ayatnya. Sama dalam hal ini, misalnya jalan menuju kantor Pemerintah Daerah  (PEMDA) banyak, akan tetapi ketika Pemda tersebut menutup semua jalan kecuali satu saja, maka kita tidak bisa melewati jalan-jalan yang lain selain jalan itu saja.

3. Laki-laki dan wanita harus disamakan dalam segalanya, jangan dibedakan.

Jawab: Bukankah dari sisi fisiknya saja berbeda, mengapa kita samakan secara mutlak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى

“Dan laki-laki tidaklah seperti perempuan.” (Qs. Ali Imran: 36)

Sekarang setujukah Anda, jika saya memanggil Anda dengan kata-kata, “Ukhti (Saudari),” sedangkan Anda laki-laki.

Dinukilkan dari Al Allamah Al Baihani rahimahullah seorang ulama penyusun kitab Islahul Mujtama, bahwa suatu ketika terjadi perdebatan antara beliau dengan seorang yang menyerukan persamaan antara laki-laki dan wanita, ketika itu orang tersebut terus bicara sedangkan Al Baihani diam saja

Selesai bicara Al Baihani berkata kepadanya, "Cukup sekarang saudari diam, giliran saya yang berbicara."

Mendengar kata-kata tersebut, orang itu pun marah dan berkata, "Mengapa engkau berbicara kepadaku dengan kata yang ditujukan kepada wanita?!”

Al Baihani berkata, "Mengapa engkau menyerukan persamaan laki-laki dan wanita sedangkan dirimu tidak ridha jika disamakan meskipun hanya dengan kata ganti yang tertuju kepada wanita.”

Ketika itu perdebatan terhenti, sedangkan para hadirin tertawa.

(Aryajul Azhaar bijam'il Fawaaid wath Tharaaifi wal Asy'aar Pasal 13)

Meskipun begitu, Allah Subhaanahu wa Ta’ala tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam beramal saleh, Dia akan memberikan pahala yang sama. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. An Nahl: 97)

4. Karena tuhan tidak terlihat, maka berarti tuhan itu tidak ada.

Jawab: Tidak semua yang tidak terlihat itu berarti tidak ada. Anda punya otak sebagaimana saya, akan tetapi, apakah hanya karena otak itu tidak terlihat oleh saya kemudian saya katakan, Anda tidak punya otak? Tentu tidak demikian, dan bukankah banyak di hadapan kita barang-barang serta makhluk-makhluk yang tersembunyi; tidak terlihat oleh mata kita, namun semua itu ada. Terkadang di saku seseorang ada barang berharga namun tidak ia perlihatkan, bahkan di bawah tanah terdapat berbagai makhluk hidup yang kita tidak melihatnya.

5. Di mana letak salahnya keyakinan orang-orang Nasrani?

Jawab: Saya tidak perlu menyampaikan secara panjang lebar, tetapi silahkan simak kisah Imam Abu Bakar Al Baqilani rahimahullah (338-403 H) berikut:

Beliau adalah Al Qadhiy Abu Bakr Muhammad bin Ath Thayyib bin Muhammad bin Ja’far bin Qasim Al Bashriy. Seorang imam yang tsiqah, dan menyusun beberapa karya membantah kaum Syiah Rafidhah, Mu’tazilah, Khawarij, dan Karramiyyah.

Pada tahun 371 H, raja Irak memilihnya untuk berdebat dengan orang-orang Nasrani di Konstantinopel. Saat raja Romawi mendengar kedatangannya, maka ia memerintahkan agar tirai pintunya diturunkan sehingga Al Baqilani terpaksa masuk dengan menundukkan kepalanya dan badannya seakan-akan ia dalam posisi ruku dan tampak merendahkan diri di hadapan raja Romawi tersebut.

Saat Al Baqilani mengetahui niat buruk raja Romawi itu, maka ia membalikkan badannya ke belakang dan merendahkan badannya agar dapat masuk ke pintu itu. Akhirnya ia berhasil masuk dalam keadaan mundur ke belakang.

Al Baqilani pun menemui raja bersama para pengawalnya yang terdiri dari para pendeta dan rahib. Ia menyapa mereka namun tidak mengucapkan salam  -karena ada larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai salam kepada Ahli Kitab-. Kemudian Al Baqilani menoleh kepada rahib agung yang ada di sana dan berkata, “Bagaimana kabar Anda, dan kabar istri dan anak Anda?”

Mendengar ucapan itu raja pun marah dan berkata, “Tidakkah engkau mengetahui bahwa rahib kami tidak menikah dan tidak memiliki anak.”

Al Baqilani berkata, “Allahu akbar! Mengapa kalian menyucikan rahib kalian dari pernikahan dan dari memiliki anak, namun kalian menuduh Tuhan kalian menikah dengan Maryam lalu melahirkan Isa?!”

Raja pun bertambah marah dan berkata -tanpa rasa malu-, “Apa pendapatmu tentang Aisyah?”

Al Baqilani berkata, “Jika Aisyah radhiyallahu ‘anha telah dituduh (oleh kaum munafik dan kaum Syiah), maka Maryam juga sama telah dituduh (oleh orang-orang Yahudi), padahal keduanya adalah wanita yang suci. Akan tetapi Aisyah menikah dan tidak melahirkan anak, sedangkan Maryam melahirkan anak tanpa menikah! Manakah yang lebih layak dituduh secara batil di antara keduanya? Tetapi ingatlah, keduanya bersih dari tuduhan itu, semoga Allah meridhai keduanya.”

Raja pun semakin dibuat bingung dan kesal, ia kembali berkata, “Apakah Nabi kalian berperang?”

“Ya.” Jawab Al Baqilani

Raja berkata, “Apakah ia berperang di posisi terdepan?”

Al Baqilani berkata, “Ya.”

Raja berkata, “Apakah ia menang dalam peperangan itu?”

“Ya.” Jawab Al Baqilani

Raja berkata, “Apakah ia pernah kalah?”

Al Baqilani berkata, “Ya.”

Raja berkata, “Aneh sekali, mengapa seorang nabi bisa kalah dalam perang?”

Al Baqilani balik berkata, “Lebih aneh lagi ada tuhan namun disalib.”

Ketika itulah raja Romawi ini terdiam.

(Tarikh Baghdad 5/379 cet. Darul Kutub Al Ilmiyyah)

6. Manusia adalah keturunan monyet.

Jawab: Jika saya berada di sebuah ruangan besar yang diajarkan teori itu, yakni bahwa manusia adalah keturunan monyet, maka saya ingin meminta para hadirin mengangkat tangannya (telunjuk)nya. Saya ingin menyampaikan pertanyaaan, “Siapa yang merasa keturunan manusia (Nabi Adam alaihis salam) silahkan tunjuk tangan! Sekarang, siapa yang merasa keturunan monyet, silahkan tunjuk tangan!

Bukankah Anda tidak setuju jika menganggap diri Anda sebagai keturunan monyet, maka jangan benarkan teori itu, dan Alhamdulillah, salah seorang ikhwah bernama Adnan Oktar (dikenal dengan nama Harun Yahya) ada yang membuat video untuk membantah secara ilmiyah teori Darwin itu. Silahkan lihat di sini : https://www.youtube.com/watch?v=H0Ert2NykBc .

7. Peristiwa Isra-Mi’raj itu bertentangan dengan akal sehat.

Jawab: “Bahkan sebenarnya peristiwa isra’ dan mi’raj itu sejalan dengan akal sehat manusia, karena yang memperjalankan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian ke langit adalah Allah Subhaanahu wa Ta'aala sebagaimana disebutkan dalam surah Al Israa’: 1, bukan diri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri. Sedangkan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu dan semuanya mudah bagi-Nya. Untuk lebih jelasnya, kami akan membuatkan permisalan dengan pertanyaan berikut, “Mungkinkah seekor semut bisa tiba dari Jakarta ke Bogor dalam waktu dua jam?” Jawab, “Mungkin, karena bisa saja semut tersebut berada dalam buah rambutan, lalu buah rambutan tersebut diangkut ke dalam sebuah mobil yang hendak berangkat dari Jakarta ke Bogor, ternyata sampai di Bogor hanya memakan waktu dua jam, sehingga semut pun sampai di sana dalam waktu dua jam. Sampainya semut ke Bogor dalam waktu yang cukup singkat itu, karena yang memperjalankan adalah mobil yang memiliki kecepatan dan kekuatan, bukan semut itu sendiri. Perhatikanlah permisalan ini!”

8. Bukankah Injil firman Allah juga, lalu mengapa engkau tidak mengikuti Injil?

Jawab: Ya, Injil dan Taurat adalah firman Allah Ta’ala. Demikian pula Al Qur’an. Kami diperintahkan untuk beriman kepada semua kitab. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Katakanlah (wahai orang-orang beriman), "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (Qs. Ali Imran: 136)

Akan tetapi, Al Qur’an memansukh ajaran-ajaran yang ada dalam kitab sebelumnya kecuali jika ajaran tersebut ditetapkan oleh Al Qur’an. Oleh karena itu, hanya ajaran yang ditetapkan dalam Al Qur’an sajalah yang kita amalkan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً عَلَيْهِ

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (Qs. Al Maidah: 48)

Maksud “batu ujian” adalah bahwa Al Quran merupakan tolok ukur untuk menentukan benar-tidaknya ayat-ayat yang disebutkan dalam kitab-kitab sebelumnya dan pemberi keputusan terhadap ajaran-ajaran sebelumnya. Oleh karena itu, tidak boleh mengamalkan hukum atau ajaran yang ada dalam kitab-kitab terdahulu kecuali hukum atau ajaran yang masih murni dan dibenarkan oleh Al Qur’an.

Sulaiman bin Habib pernah berkata, “Kita hanya diperintahkan beriman kepada Taurat dan Injil dan tidak diperintah mengamalkan hukum yang ada pada keduanya.

9. Nama Nabi Muhammad hanya disebutkan dalam Al Qur’an 4 kali, 1 dengan nama Ahmad, sedangkan Isa disebutkan sampai 25 kali, bukankah ini menunjukkan, bahwa Isa lebih agung daripada Nabi Muhammad?

Jawab: Nama Nabi Isa alaihis salam memang disebutkan lebih banyak dalam Al Qur’an daripada nama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Namun penyebutan yang lebih banyak itu bukan menunjukkan lebih besar atau agung, karena Nabi Musa lebih banyak lagi disebutkan dalam Al Qur’an. Dr. Zakir Naik menyebutkan jumlah penyebutan nama Nabi Musa dalam Al Qur’an, yaitu: “Di surat Al Baqarah 13 kali, di surat Ali Imran 1 kali, di surat An Nisa’ 2 kali, di surat Al Maidah 3 kali, di surat Al An’am 2 kali, di surat Al A’raf 18 kali, di surat Yusuf 7 kali, di surat Hud 3 kali, di surat Ibrahim 3 kali, di surat Al Isra’ 2 kali, di surat Al Kahfi 2 kali, di surat Maryam 1 kali, di surat Thaha 16 kali, di surat Al Anbiya’ 1 kali, di surat Al Hajj 1 kali, di surat Al Mu’minun 2 kali, di surat Asy Syu’ara’ 8 kali, di surat An Naml 3 kali, di surat Al Qashash 17 kali, di surat Al Ankabut 1 kali, di surat As Sajdah 1 kali, di surat Al Ahzab 1 kali, di surat Ash Shafat 2 kali, di surat Ghafir 5 kali, di surat Fushilat 1 kali, di surat Az Zukhruf 1 kali, di surat Al Ahqaf 2 kali, di surat Adz Dzariyat 1 kali, di surat An Najm 1 kali, di surat Ash Shaf 1 kali, dan di surat An Naziat 1 kali. Nah, jika karena disebutkan lebih banyak dalam Al Quran kemudian menunjukkan lebih agung, apakah orang-orang Nasrani mau mengakui bahwa Nabi Musa lebih agung daripada Nabi Isa?”

Dr. Zakir juga berkata, “Jika karena disebutkan lebih banyak dalam Al Qur’an kemudian dianggap menjadi tuhan, apakah orang-orang Nasrani mau mengakui bahwa Musa adalah tuhan?”

Oleh karena itu, seharusnya mereka meyakini bahwa Isa bukan Tuhan tetapi sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya sebagaimana nabi-nabi yang lain.

10. Isa lahir tanpa ayah, bukankah ini menunjukkan kehebatannya, dan pantas dijadikan tuhan?

Jawab: Mana yang lebih hebat; Isa yang lahir tanpa ayah, ataukah Adam yang tanpa ayah dan ibu? Jika Isa lahir tanpa ayah kemudian dijadikan tuhan, seharusnya Adam lebih berhak dituhankan karena tanpa ayah dan ibu.

Allah Subhaanhu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Sesungguhnya misal (penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah kemudian Allah berfirman kepadanya, “Jadilah” (seoang manusia), maka jadilah dia.” (QS. Ali Imran: 59)

11. Nabi Isa alaihis salam mampu menyembuhkan berbagai penyakit, mengembalikan penglihatan orang yang buta, dan menghidupkan orang yang mati, bukankah di dalamnya terdapat bukti bahwa beliau berhak disembah?

Jawab: Menyembuhkan berbagai penyakit, mengembalikan penglihatan orang yang buta, dan menghidupkan orang yang mati tidaklah menunjukkan bahwa Beliau berhak disembah, karena yang demikian adalah mukjizat, dan para nabi diberi mukjizat sesuai kondisi ketika itu untuk menunjukkan kenabian dan kerasulannya serta mengalahkan musuh-musuhnya. Para ulama menjelaskan, bahwa Allah Ta’ala mengutus setiap nabi dengan membawa mukjizat yang sesuai dengan kondisi zaman itu. Di zaman Nabi Musa ilmu sihir terkenal, dan para tukang sihir dimuliakan, maka Allah Ta’ala mengutus Nabi Musa ‘alaihis salam dengan mukjizat yang membuat mata terbelalak dan membuat heran para tukang sihir, para tukang sihir akhirnya yakin bahwa hal itu dari sisi Allah, mereka pun masuk Islam dan menjadi orang-orang saleh. Di zaman Nabi Isa ‘alaihis salam ilmu pengobatan tersebar di mana-mana, maka Allah Ta’ala mengutus Nabi ‘Isa ’alaihis salaam dengan mukjizat yang tidak bisa ditandingi oleh para dokter. Bagaimana mungkin dokter mampu menghidupkan benda mati, mengobati orang yang buta sejak lahir dan yang terkena penyakit sopak. Demikian juga Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah mengutusnya di zaman para fushaha’ (pandai bahasa) dan para syu’ara (ahli syair). Allah Ta’ala memberikan kepada Beliau kitab yang tidak bisa ditandingi oleh siapa pun meskipun jin dan manusia berkumpul untuk membuatnya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/45)

Dengan demikian, kejadian luar biasa yang ditunjukkan para nabi adalah atas izin Allah dan untuk membuktikan kenabian dan kerasulannya serta untuk mengalahkan musuh-musuhnya, bukan untuk menunjukkan berhak disembah. Di samping itu, seruan para nabi alaihimush shalatu was salam adalah sama, yaitu tauhid (menyembah hanya kepada Allah) dan melarang umatnya berbuat syirik (menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (sesembahan selain Allah Azza wa Jalla).” (Qs. An Nahl: 36)

Nabi Isa alaihis salam berkata,

إِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ

“Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia saja. Ini adalah jalan yang lurus.” (Qs. Ali Imran: 51)

12. Apa sikap terhadap para nabi dan rasul menurut ajaran Islam?

Jawab: Sikap terhadap para nabi dan rasul menurut ajaran Islam adalah meyakininya sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya. Hamba menunjukkan tidak boleh dikultuskan dan disikapi berlebihan sampai menuhankannya seperti yang dilakukan kaum Nasrani, dan rasul menghendaki untuk dimuliakan tidak seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi terhadap nabi-nabi mereka, yang sebagiannya mereka sakiti, mereka dustakan, dan bahkan sampai membunuhnya. bahkan sikap kita adalah menaati perintahnya, menjauhi larangannya, beribadah kepada Allah sesuai contohnya, mencintainya di atas kecintaan kepada semua manusia, menjadikannya sebagai hakim terhadap masalah yang kita perselisihkan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ، وَرَسُولُهُ»

“Janganlah kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan kepada putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya. Katakanlah ‘hamba Allah dan Rasul-Nya.” (Hr. Bukhari dari Umar).

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’: Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Penulis), Risalah Bantahan Dr. Zakir Naik terhadap syubhat Missionaris, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger