Akhlak Malu

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫الحياء من الإيمان‬‎
Akhlak Malu
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang akhlak Malu. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Ada seorang Anshar yang mengkritik dan mencela saudaranya karena sifat malunya yang tinggi, ia meminta kepadanya agar mengurangi sifat malu itu. Ketika itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati keduanya dan mendengar mereka berdua, maka Beliau bersabda kepada orang itu (yang mencela saudaranya),
دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الْإِيمَانِ
“Biarkanlah dia, sesungguhnya malu itu bagian dari iman.” (Muttafaq ‘alaih)
Apa malu itu?
Malu adalah jiwa merasa kecil karena aib dan kekeliruan. Malu merupakan bagian dari keimanan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
“Iman itu ada enam puluh cabang lebih, dan malu adalah salah satu cabang keimanan.” (Muttafaq ‘alaih)
Bahkan, malu dan iman adalah dua sahabat dan kawan yang tidak dapat dipisahkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اَلْحَيَاءُ وَالْاِيْمَانُ قُرَنَاءُ جَمِيْعًا، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا  رُفِعَ الْاَخَرُ
Malu dan iman adalah dua hal yang sepasang. Jika yang satu diangkat, maka yang lain akan terangkat.” (HR. Hakim dan Baihaqi dalam Asy Syu’ab, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1603)
Perlu diketahui, bahwa akhlak malu tidaklah menghalangi seorang muslim dari berkata yang hak (benar), mencari ilmu, beramr ma’ruf atau bernahy munkar. Keadaan-keadaan ini bukanlah tempat untuk bersikap malu, hanyasaja bagi seorang muslim dalam melakukan semua itu disertai adab dan hikmah (kebijaksanaan). Seorang muslim mencari ilmu, dan ia tidak malu bertanya terhadap hal yang tidak ia ketahui. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang perkara yang kecil, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawabnya tanpa sikap malu. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
«نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ»
“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka mendalami agama.”
Malu Allah ‘Azza wa Jalla
Di antara sifat Allah Ta’ala adalah bahwa Dia malu dan suka menyembunyikan aib hamba-hamba-Nya. Dia mencintai malu dan menyembunyikan aib hamba-hamba-Nya. Oleh karenanya, hanya sedikit dalam kitab-Nya orang-orang yang dibuka aibnya seperti Fir’aun yang tidak punya rasa kasihan sampai berani menyembelih anak laki-laki Bani Israil yang tidak berdosa, Haman pembantu Fir’aun dalam kejahatan, Qarun penumpuk harta yang tidak mau memberi orang yang kesusahan, Abu Lahab penentang dakwah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam pembawa rahmat dan kebenaran.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيِيٌّ سِتِّيرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla malu dan suka menyembunyikan, Dia suka sifat malu dan menyembunyikan kesalahan (hamba-hamba-Nya).” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1756)
Malu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia yang paling malu. Apabila Beliau tidak suka sesuatu, maka para sahabat mengenali Beliau pada wajahnya. Oleh karena itu, apabila sampai berita kepada Beliau sesuatu yang tidak Beliau inginkan dari kaum muslimin, maka Beliau tidak mengarahkan pembicaraan kepadanya. Beliau tidak mengatakan, “Kenapa si fulan berbuat begini dan begitu.” Tetapi Beliau mengatakan, “Mengapa orang-orang melakukan ini” tanpa menyebut nama seseorang agar tidak membuatnya malu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bukanlah seorang yang bertindak buruk dan berkata-kata keji, Beliau juga tidak pernah berteriak-teriak di pasar. Yang demikian karena rasa malu yang tinggi pada diri Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Macam-macam malu
Malu ada banyak macamnya, di antaranya:
1. Malu kepada Allah
Seorang muslim memiliki adab terhadap Allah Subhaanahu wa Ta'aala, ia malu kepada-Nya. Oleh karena itu, ia pun mensyukuri nikmat Allah, tidak mengingkari kebaikan Allah dan karunia-Nya, dan hatinya pun penuh dengan rasa takut kepada Allah dan ta’zim kepada-Nya. Ia juga tidak terang-terangan berbuat maksiat serta tidak melakukan perbuatan buruk dan hina, karena dia mengetahui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala memperhatikannya, mendengar dan melihatnya. Allah Ta’ala berfirman terhadap orang-orang yang melakukan maksiat tanpa rasa malu kepada-Nya,
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللّهِ
“Mereka dapat bersembunyi dari manusia, namun mereka tidak dapat bersembunyi dari Allah.” (QS. An Nisaa’: 108)
Seorang muslim malu kepada Tuhannya, maka apabila ia mengerjakan suatu dosa atau maksiat, ia pun malu kepada Allah dengan malu yang sangat, ia segera kembali kepada Tuhannya meminta maaf dan ampunan-Nya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اِسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ لِلَّهِ قَالَ لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Bersikap malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya!” Maka para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami Al Hamdulillah merasa malu kepada Allah.” Beliau menjawab, “Bukan itu maksudnya. Tetapi, malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah kamu menjaga kepalamu dan apa yang ia terima, menjaga perutmu dan apa yang ia kandung serta kamu ingat kematian dan saat binasa. Barang siapa yang menginginkan akhirat, maka ia akan tinggalkan perhiasan kehidupan dunia. Barang siapa yang melakukan hal itu, maka sunguh ia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benatnya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 935)
2. Malu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Seorang muslim merasa malu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, oleh karena itu ia konsisten di atas sunnah Beliau, menjaga apa yang Beliau bawa berupa ajaran-ajaran yang hak serta berpegang dengannya.
3. Malu kepada manusia
Seorang muslim juga merasa malu dengan manusia. Oleh karena itu, ia pun tidak mengurangi hak yang harus ia berikan kepada mereka, tidak mengingkari perkara ma’ruf yang telah mereka lakukan bersamanya dan tidak berbicara buruk dengan mereka serta tidak membuka aibnya di depan mereka (di depan umum). Pernah seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ قَالَ احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا كَانَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ قَالَ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا يَرَيَنَّهَا أَحَدٌ فَلَا يَرَيَنَّهَا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا كَانَ أَحَدُنَا خَالِيًا قَالَ اللَّهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنْ النَّاسِ
“Wahai Rasulullah, terhadap aurat kami, mana saja yang perlu kami datangi dan mana saja yang perlu kami tinggalkan?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jagalah auratmu kecuali kepada istrimu dan budak yang kamu miliki.” Orang itu berkata lagi, “Wahai Rasulullah, (bagaimanakah) apabila suatu kaum bersama-sama dengan yang lain?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu sanggup agar tidak ada seorang pun yang melihat, maka lakukanlah.” Ia bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika salah seorang di antara kami sedang sendiri?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah lebih berhak kamu bersikap malu kepada-Nya daripada manusia.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Hakim dan Baihaqi, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 203)
Termasuk sikap malu seorang muslim adalah dengan menundukkan pandangannya dari yang haram dan dari pandangan yang mengganggu orang lain.
Sifat malu juga membuat seorang muslim tidak berkata keji, dan bertindak kasar dan keras, karena sifat ini adalah sifat penghuni neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«الحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ، وَالإِيمَانُ فِي الجَنَّةِ، وَالبَذَاءُ مِنَ الجَفَاءِ، وَالجَفَاءُ فِي النَّارِ»
“Malu bagian dari iman, dan iman tempatnya di surga. Perkataan keji bagian dari kasar, dan kasar tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi dan Hakim dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Al Albani)
Termasuk malu juga adalah wanita muslimah selalu berhijab (memakai jilbab) dalam pakaiannya. Oleh karena itu, ia tidak memperlihatkan tubuhnya, ia juga menjadikan malu sebagai cirinya, dan perilakunya pun yang menunjukkan kepada kesuciannya dan kebersihannya. Ia selalu berkata,
زِينَتِيْ دَوْمَاحَـَيـــائِـيْ وَاحْـتِشَـامِـي رَأسُ مَا لِيْ
Perhiasan yang selalu menempel padaku adalah rasa malu.
Malu itulah modal dalam hidupku.
Keutamaan malu
Malu memiliki kedudukan yang agung di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Malu mengajak manusia mengerjakan kebaikan dan menghindarkannya dari keburukan. Oleh karena itulah, maka malu semuanya baik, berkah, dan bermanfaat bagi pemiliknya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِي إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Malu itu tidak mendatangkan selain kebaikan.” (Muttafaq ‘alaih)
Beliau juga bersabda,
الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
“Malu semuanya baik.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim menjadikan rasa malu sebagai akhlak yang selalu melekat padanya sehingga ia memperoleh keridhaan Rabbnya Subhaanahu wa Ta'aala. Seorang penyair berkata,
إِذَا لَـْم تَخْــشَ عَاقِبَـةَ اللَّـيَـالِي
وَلَـْم تَسْتَحْيِ فـَاصْنَـعْ مَا  تَـشَــاءُ
فَـلاَ وَاللـهِ مَا  فِي الْعَيْشِ خَيْــرٌ
وَلاَ الدُّنْيَا إِذَا ذَهَبَ الْحَيَاءُ
Jika engkau tidak takut terhadap akibat dari malam-malam yang berlalu
Dan kamu pun tidak merasa malu, maka berbuatlah sekehendakmu
Demi Allah, tidak ada kebaikan dalam hidup di dunia ketika malu telah pergi berlalu
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': http://islam.aljayyash.net/, Maktabah Syamilah versi 3.45, Modul Akhlak kelas 8 (Penulis), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger