Adab di Pasar dan Berjual-Beli

 بسم الله الرحمن الرحيم

حل درس اداب السوق والمرافق العامة للصف التاسع

Adab di Pasar dan Berjual-Beli

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut ini pembahasan tentang adab di pasar dan berjual-beli, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللهِ أَسْوَاقُهَا»

“Area yang paling dicintai Allah adalah masjidnya, dan area yang paling dibenci Allah adalah pasarnya.” (Hr. Muslim)

Pasar sebagai tempat yang paling dibenci Allah karena sering terjadi pelanggaran di sana, seperti sumpah palsu, penipun, pertengkaran, memakan harta orang lain secara batil, dsb. Maka agar tidak terjadi banyak pelanggaran, perhatikanlah adab-adab berikut ini.

Adab di Pasar

1. Berdzikir kepada Allah ketika masuk ke pasar.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

" مَنْ قَالَ فِي السُّوقِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ، بِيَدِهِ الخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ، وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ "

“Barang siapa yang mengucapkan ketika berada di pasar, “Laailaahaillallahu wahdahu laa syarika lah...dst.” (artinya: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan milik-Nya pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, Mahahidup dan tidak akan mati. Di Tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu), maka Allah akan catat untuknya satu juta kebaikan, menghapuskan satu juta keburukan, dan akan membangunkan istana di surga untuknya.” (Hr. Ahmad dan Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)

2. Tidak mengeraskan suara ketika berdebat dan melakuan penawaran

Telah disebutkan dalam hadits tentang sifat Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa Beliau tidak kasar dan keras, dan tidak bersuara keras di pasar, serta tidak membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi Beliau memaafkan (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari).

3. Menjaga kebersihan dan ketertiban di pasar

Oleh karena itu, hendaknya tidak mengotori pasar dengan membuang sampah dan kotoran bukan pada tempatnya yang menimbulkan aroma yang tidak sedap, dan tidak berdagang di tempat-tempat yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas.

4. Memenuhi janji dan konsekwensi yang diadakan antara kedua belah pihak (Penjual dan Pembeli).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu.” (Qs. Al Maidah: 1)

5. Dianjurkan menguatkan jual-beli dengan adanya saksi atau tulisan (seperti nota).

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ

“Adakanlah saksi ketika kalian berjual-beli.” (Qs. Al Baqarah: 282)

6. Mempermudah ketika berjual-beli.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ، وَإِذَا اشْتَرَى، وَإِذَا اقْتَضَى»

“Semoga Allah merahmati orang yang mempermudah dalam menjual, membeli, dan ketika menagih utang.” (Hr. Bukhari dari Jabir bin Abdillah)

7. Jujur dan menerangkan apa adanya, dan tidak menyembunyikan aib

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

“Jika keduanya (penjual dan pembeli) jujur dan menerangkan apa adanya, maka akan diberkahi jual-belinya, dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka akan dicabut keberkahan jual-belinya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيْهِ بَيْعًا فِيْهِ عَيْبٌ إِلاَّ بَيَّنَهُ لَهُ

“Seorang muslim saudara muslim lainnya, dan tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya suatu barang yang terdapat aib melainkan ia harus terangkan aib itu kepadanya.” (Hr. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim dari Uqbah bin Amir, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 6705)

8. Tidak sering bersumpah dalam berjual-beli

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِي الْبَيْعِ، فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ، ثُمَّ يَمْحَقُ»

“Jauhilah oleh kalian banyak bersumpah dalam berjual-beli, karena hal itu melariskan namun mencabut keberkahan.” (Hr. Muslim)

9. Menjauhi penipuan.

Suatu ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melewati tumpukan makanan, lalu Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan dirasakan basah pada makanan itu, maka Beliau bersabda, “Ada apa dengan makanan ini wahai pemilik makanan?” Orang itu mengatakan, “Terkena hujan wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,

«أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ، مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي»

“Tidakkah engkau jadikan makanan ini berada di atasnya agar manusia melihatnya. Orang yang menipu bukan termasuk golonganku.” (Hr. Muslim)

10. Memperhatikan syarat jual beli, yaitu: adanya keridhaan, tidak ada gharar, pelaku akad memiliki barang yang dijual atau mendapatkan izin, tidak ada riba, dan bukan pada sesuatu yang haram.

Tidak diperbolehkan jual beli gharar (ketidakjelasan), karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli gharar (sebagaimana dalam Shahih  Muslim)

Termasuk gharar adalah menjual budak yang lari dari tuannya, atau mengatakan ‘saya jual kepadamu salah satu di antara dua barang’ atau ‘saya jual seukuran jauhnya lemparan kerikil ini’, atau ‘saya jual hewan yang masih di perut induknya’.

Gharar berlaku baik pada harga maupun pada barangnya.

Demikian pula dilarang bermuamalah yang mengandung riba.

Dari Jabir radhiyallahu anhu ia berkata,

«لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ»

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang membantunya memakan riba, penulisnya, dan dua saksinya.” Beliau bersabda,

«هُمْ سَوَاءٌ»

“Mereka sama (dosanya).” (Hr. Muslim)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

"اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلاً بِمِثْلِ سَوَاءً بِسَوَاءٍ، فَإِذَا اِخْتَلَفَتْ هَذِهِ اَلْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ، فَمَنْ زَادَ أَوْ اِسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, gandum sya’ir dengan gandum sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam harus sama. Jika berbeda macamnya, maka juallah semau kalian apabila secara tunai. Barang siapa yang menambahkan atau minta ditambah, maka ia telah berbuat riba.” (Hr. Muslim)

Oleh karena itu, tidak boleh jual-beli barang yang ditakar dengan barang sejenisnya yang ditakar juga kecuali harus sama nilainya dan tunai. Demikian pula barang yang ditimbang jika dijual dengan barang sejenisnya yang ditimbang, maka harus sama nilainya dan langsung serah terima atau tunai di majlis.

Tetapi jika barang yang ditakar dijual dengan barang yang ditakar namun berbeda jenis, atau barang yang ditimbang dengan barang yang ditimbang namun tidak sejenis, maka boleh adanya kelebihan pada salah satunya namun dengan syarat serah terima di majlis akad. Misalnya menjual gandum ‘bur’ dengan gandum sya’ir, maka boleh adanya kelebihan, namun tidak boleh terjadi penangguhan di salah satunya, atau jual beli emas dengan beberapa dirham, maka boleh adanya kelebihan, namun tidak boleh terjadi penangguhan di salah satunya, Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ اْلأَشْيَاءُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

“Jika barang-barang ini berbeda, maka juallah semau kalian dengan syarat langsung serah terima.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

Sehingga jika dijual barang yang ditakar dengan yang ditimbang atau kebalikannya, maka boleh meskipun serah terimanya tidak di majlis akad.

Dan perlu diketahui, bahwa tidak tahu adanya kesamaan sama saja mengetahui adanya kelebihan, sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang jual-beli Muzabanah, yakni jual beli kurma dengan kurma yang masih berada di pohon, namun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan keringanan pada jual beli Araya.

Araya adalah menjual kurma basah yang ada di pohon dengan kurma kering yang ada di tangan dengan takaran. Araya mirip dengan muzabanah, namun araya dihalalkan sebagai rukhshah (keringanan) bagi manusia, namun dengan syarat: (a) pembeli butuh kurma basah, (b) pembeli tidak memiliki uang tunai untuk membeli kurma, namun yang ia punya kurma kering, (c) kurma yang ditransaksikan araya banyaknya 5 wasaq atau kurang (1 wasaq = 60 sha, 1 sha’ = 2,04 kg, 60 x 2,04 = 122,4 kg x 5 = 612 Kg)), (d) kurma basah yang masih ada di tangkai ditaksir dengan banyaknya kurma kering yang telah ditakar (e) dilakukan serah-terima di majlis akad.

Termasuk riba juga adalah jual beli ‘inah, misalnya menjual barang dengan harga 10.000.000 dengan tempo dan dicicil, lalu penjual membelinya lagi dari pembeli dengan harga kurang secara tunai.

Demikian pula termasuk riba memberikan pinjaman dengan adanya bunga.

Termasuk pula memberikan pinjaman dengan syarat boleh memanfaatkan sesuatu dari hartanya, karena setiap pinjaman yang menarik manfaat adalah riba.

Termasuk syarat jual-beli juga adalah tidak boleh akad pada sesuatu yang haram baik pada zatnya seperti khamr (arak), bangkai, dan patung, maupun karena dapat mengakibatkan hubungannya putus dengan seorang muslim seperti penjualan di atas penjualan saudaranya (lebih dulu ditawarkan saudaranya), pembelian di atas pembelian saudaranya (lebih dulu dibeli saudaranya), najsy (persekongkolan untuk melariskan barang dagangan dengan membuat pembeli tergiur), memisahkan kerabat budak ketika menjualnya (seperti memisahkan antara ibu dan anaknya), dsb.

Termasuk akad yang haram juga adalah jual-beli yang diketahui akan dugunakan untuk maksiat, seperti membeli telur untuk perjudian, membeli senjata di saat fitnah dan kepada para pembegal atau perampok.

Dan dilarang pula talaqqil jalab, yaitu mendatangi orang-orang yang membawa barang dagangan dari luar kota, sedangkan mereka belum mengetahui harga pasar, dan bahwa penjualnya berhak khiyar (meneruskan atau membatalkan jual beli).

11. Tidak melakukan kecurangan pada takaran dan timbangan seperti menguranginya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3)

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,--(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain minta dipenuhi,--Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (Qs. Al Muthaffifin: 1-3)

12. Tidak menimbun makanan saat orang-orang membutuhkan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ»

“Tidak ada yang menimbun selain orang yang berdosa.” (Hr. Muslim)

Menimbun artinya menyembunyikan makanan saat sedikit dan dibutuhkan agar dapat dijual dengan harga tinggi. Para ulama sepakat secara umum, bahwa menimbun tidak diperbolehkan ketika memadharatkan manusia. Adapun membeli makanan atau lainnya saat orang-orang dalam kelapangan dan makanan itu banyak di pasar serta tidak memadaharatkan (merugikan) seorang pun, lalu ia simpan dan menjualnya ketika harga naik, maka tidak mengapa.

13. Wajib mengosongkan pasar dari barang-barang yang diharamkan dijual-belikan.

14. Tidak menjual barang yang diketahui hasil rampasan atau curian.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Qs. An Nisaa: 29)

15. Memberlakukan khiyar (melanjutkan atau membatalkan jual beli) ketika ada sebabnya.

Setelah akad terjadi, maka jual-beli dipandang lazim (mesti berlaku) kecuali ada sebab berikut:

a. Selama masih berada di majlis akad (belum berpisah).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعَ اَلرَّجُلَانِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ، مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا

“Apabila dua orang berjual-beli, maka masing-masingnya berhak khiyar selama belum berpisah.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

b.  Ketika ada syarat bagi keduanya (penjual atau pembeli) atau salah satunya dalam waktu tertentu.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اَلْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا أحلَّ حَرَامًا أَوْ حرَّم حَلَالاً

“Kaum muslimin mengikuti syarat mereka kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (Hr. Tirmidzi dan ia menshahihkannya, Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim).

c. Apabila terjadi penipuan hingga sangat dirugikan, seperti najsy (ada persekongkolan) atau talaqqil jalab (dihadang untuk dibeli saat membawa barang dagangan), dsb.

d. Apabila terjadi tadlis (dihias luarnya dengan sangat menarik oleh penjual ternyata dalamnya tidak sesuai) seperti ditahannya puting hewan agar terlihat banyak susunya, maka jika si pembeli jika telah memerah susunya, ia berhak meneruskan jual beli itu atau mengembalikan hewan itu dengan menyerahkan satu sha’ makanan (pokok). Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَصُرُّوا اَلْإِبِلَ وَالْغَنَمَ, فَمَنِ اِبْتَاعَهَا بَعْدُ فَإِنَّهُ بِخَيْرِ اَلنَّظَرَيْنِ بَعْدَ أَنْ يَحْلُبَهَا, إِنْ شَاءَ أَمْسَكَهَا, وَإِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَصَاعًا مِنْ تَمْرٍ

 “Janganlah kalian menahan susu unta dan kambing, barangsiapa yang membelinya maka dia boleh memilih yang lebih baik dari dua hal setelah ia memeras susunya; yaitu jika ia mau ia boleh mengambilnya dan jika ia mau boleh baginya mengembalikannya dengan satu sha’ kurma.” (Hr. Bukhari dan Muslim sedangkan dalam riwayat Muslim disebutkan, “Ia boleh memilih selama tiga hari.”)

e. Apabila ada aib. Si pembeli berhak meneruskan jual beli dengan menuntut nilai kerugian kepada penjual atau mengembalikannya.

Dan jika ada pembatalan dengan keridhaan kedua belah pihak, maka boleh juga dibatalkan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَقَالَ مُسْلِمًا بَيْعَتِهِ أَقَالَهُ اَللَّهُ عَثْرَتَهُ

“Barang siapa yang memaafkan jual-beli seorang muslim, maka Allah akan memaafkan ketergelincirannya pada hari Kiamat.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Hakim ia berkata, “Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim”, dan Baihaqi.)

16. Menundukkan pandangan dari kaum wanita dan menjauhi ikhtilath (bercampur-baur pria-wanita)

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat---Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya.” (Qs. An Nuur: 30-31)

17. Menjaga syiar Islam, dan jual-belinya tidak membuatnya lalai dari shalat dan Dzikrullah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat serta membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (Qs. An Nuur: 37)

Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.45, Adabul Muslim fil Yaumi wal Lailah (Darul Wathan), Manhajus Salikin (Syaikh Abdurrahman As Sa’diy), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger